Dini dan Dion dipertemukan tidak sengaja atas upaya ibu paruh baya di penampilan festival malam kebudayaan. Perancang mahakarya dari Italia bertemu dengan pengagumnya di Indonesia. Dion tidak pernah bisa membuka hati untuk wanita lain, meski ibunya terus berupaya keras. Dini yang tidak sengaja di'culik' dari kerumunan festival secara tidak terduga bisa bertemu idolanya. Makan malam bersama di cafe Italia tanpa membuat Dion merasa sedang kencan buta. Namun, Dini bertemu masalah dengan tunangannya yang kasar. Sedangkan, Dion mulai konflik di rapat pemegang saham di perusahaan yang selama ini ia bidik. Akankah restu ibunya membuat Dion menemukan cinta sejati? Akankah Dini menerima nasib perjodohan dengan pria yang tidak menghargainya?
Gadis berkacamata berambut pirang kecoklatan melintasi deretan bangku penonton yang penuh dengan kaum hawa. Di ujung deretan, seorang ibu paruh baya bersuara lantang dan nyaring menjadi pusat perhatian. Kalah dengan suara hiburan di panggung yang seharusnya dinikmati oleh para pengunjung.
Beberapa antusias dan setia mendengar celotehan wanita setengah abad itu. Beberapa yang lain tidak mau peduli dan merasa risih dengan keriuhan yang keluar dari bibir berlipstik merah si ibu, mengalahkan keriuhan acara utama di atas panggung sana.
Gadis itu berdiri di belakang kursi penonton. Tidak ada yang kosong. Serta merta si ibu berdiri dan menyambutnya seolah mereka kenalan lama. Gadis itu tertegun, lalu tersenyum tanda hormat, tidak mengerti apa maksud si ibu. Ah, ternyata tas milik ibu itu menduduki sebuah kursi. Alhasil ada bangku kosong untuknya.
Segera ia menghampiri si ibu, ia dipersilakan duduk setelah mengambil tas yang menduduki bangku.
Saat itu, ibu yang cantik itu sudah tidak terlalu riuh. Mereka yang antusias dengannya tadi mulai mengikuti jalannya acara dan tidak memedulikan si ibu lagi. Hanya satu di sampingnya yang masih setia mendengar ocehannya.
Gadis yang duduk di sebelahnya juga hanya diam. Ia menikmati acara di panggung, mengagumi keindahan karya yang ditampilkan, lalu ikut bertepuk tangan antusias dan senang.
Si ibu melirik padanya, dibalasnya dengan senyuman. Si ibu membalas dengan anggukan pelan. Ia merapikan duduknya dan ikut menikmati acara yang ditampilkan.
Sebenarnya, penampilan yang mereka tonton hanyalah puncak acara festival dengan tema yang sama dengan tahun lalu. Namun, pengarang konsep dan pengarah festival tahun ini kabarnya Deluxe Dion, seorang mahakarya conceptor yang famous dari Italia.
Ia baru pulang ke Indonesia dan sama seperti di sana, ia tidak pernah mau tampil di publik meski pengagumnya mengelu-elukan namanya. Hanya asistennya yang tampil dan mengucapkan sepatah dua-patah kata atau menerima penghargaan.
Gadis itu memperbaiki letak gagang kacamatanya. Ia mengira-ngira biaya yang dihabiskan untuk festival tahunan kebudayaan itu. Mungkin menghabiskan dana satu te.
Si ibu yang diam dua menit itu kembali latah, riuh dan receh. Ia menghibur orang di sekitarnya, meski mereka sudah terhibur dengan penampilan di atas panggung.
Si gadis tersenyum hormat menghargai ibu di sampingnya itu. Menghargai bantuannya akan bangku kosong, sehingga ia tidak harus berdiri saja.
Bangku penonton yang diduduki sang ibu dan si gadis berada di deretan paling atas dari bangku utama. Tak puas menonton, memang. Tapi masih lebih baik daripada harus berdiri dan terhimpit sana-sini.
Gadis itu diajak si ibu mendengar celotehannya, sebab penonton lain yang tadi antusias sudah tidak mau mendengarnya. Penampilan atas panggung lebih menarik perhatian. Si ibu lalu memaksa gadis berbibir pink itu untuk menemaninya bercerita.
Ibu itu memberitahukan, art concept penampilan festival hari ini terinspirasi dari cinta pertamanya. Si gadis terperangah, apa iya.
Ia merasa heran atas apa yang ibu itu katakan. Tapi ia hanya tersenyum simpul menghormati si ibu. Ia berpikir, pihak media saja tidak memberitakan hal ini, tidak mungkin si ibu lebih tahu.
"Orang yang rancang penampilan malam ini sangat tampan. Duh, ibu saja jatuh hati apalagi kamu, ya, kan? Kamu sudah pernah ketemu dia? Eh, nanti kalau ketemu jangan lepaskan dia. Ibu senang kalau kamu yang gantiin cinta pertamanya," celoteh si ibu dibalas dengan senyuman pengertian. Gadis itu mencoba memahami sisi ibu yang mungkin punya anak perempuan dan sedang mencurahkan hatinya.
Sedang asyik bercengkrama, si ibu mendapat panggilan dari arah belakang. Gadis itu menyadari seseorang di arah paling belakang bangku memanggil seseorang. Lalu, penonton di belakang mereka memberitahukan si ibu atas panggilan itu.
Ibu itu berpaling, lalu sumringah. Mungkin suaminya, pikir gadis itu melihat senyuman manis si ibu.
Ia melanjutkan menonton, tetapi tiba-tiba tangannya tertarik saat si ibu bangun dari tempat duduknya. Langkah kaki mengikuti si ibu, tangannya tidak dilepas hingga berada di luar ruang teater.
Gadis itu terperangah, tiba-tiba bisa berada di luar dengan sekejap. Ibu penuh energik ini memang tiada dua. Gadis itu membetulkan letak gagang kacamatanya dan tasnya yang hanya ditenteng belum sempat disampingkan dengan baik.
Cahaya di sana terlalu gelap. Ia tidak bisa melihat dengan seksama wajah suami si ibu. Tangannya masih digenggam kuat. Tampaknya si ibu tidak mau melepas.
Ia hendak berbicara dengan si ibu, namun ia keburu diajak melangkah lagi, keluar menuju luar gedung lewat gang belakang.
Suasana riuh, hiruk pikuk di dalam terdengar mengguncang. 'Suami' ibu meraih sepeda Onthel Gazelle, lalu mereka bertiga melangkah keluar area parkiran dan terus berjalan menuju arah Gerald Resto & Cafe, satu dari dua tempat rehat dan santap saji yang terbesar di dekat gedung itu. Satunya lagi di arah berlawanan.
Si ibu terus berceloteh riang, menceritakan semuanya pada 'suami'nya. 'Suami'nya mendengar dengan penuh perhatian, sesekali mengiyakan dan tersenyum.
Gadis itu membetulkan kacamatanya yang jatuh. Tangan kirinya masih digenggam ibu dengan erat. Ia segan untuk menyela dan meminta izin pergi. Ia ingin kembali ke gedung teater tadi.
Setelah berbicara hampir setengah perjalanan, si ibu menyadari di sebelahnya ada seseorang dan tangannya tidak lepas darinya. Si ibu terkejut. Sepertinya ia tidak menyadari telah 'menculik' seseorang.
Ia melepas pelukan tangannya dan menutup mulutnya dengan anggun. Ia merasa bersalah. 'Suami'nya menegur si ibu, kenapa terkejut sendiri. Si ibu cengengesan.
Mereka berdiri di bawah lampu tepi jalan. Gadis itu bisa melihat dengan jelas 'suami' si ibu. Tapi, ia bengong menyadari itu bukan pria paruh baya atau pria tua. Pria itu berusia 25 atah 26 dengan wajah putih bersih, paruh burung bertengger di hidung, rambut two block haircut, memakai trench coat, berdiri di samping Gazelle. Sungguh menggugah selera wanita.
Gadis itu menatap lekat, seksama. Matanya terbelalak. Bukankah ia Deluxe Dion? Foto ekslusifnya berhasil dibeli dua hari lalu.
Ia tidak salah! Orang yang berdiri di hadapannya adalah art conceptor idolanya. Mata gadis itu berbinar-binar. Ia tidak percaya!
Si ibu mengetahui reaksi gadis yang di'culik'nya itu. Ia tersenyum centil dan berpaling ke arah 'suami'nya yang berwajah polos. Tidak mengerti, apa maksud senyuman ibunya kali ini!
Ibunya mengedip mata manja dengan senyum lebar. Dibalasnya dengan mengangkat kedua alis, tanda tanya apa maksud senyuman serigala kali ini. Ia menatap ibunya dan teman ibunya bergantian.
Teman ibunya masih muda. Sepertinya kenalan baru ibu bisa di mana saja dan kapan saja. Syukurlah, ibunya punya teman. Ia kira ibunya bakal sendiri di negara ini. Susah payah mengajak ibu kembali ke negara asal.
Gadis itu mengaduk-aduk isi tasnya. Ia mencari selembar foto eksklusif yang ia beli seharga 250 dolar itu. Bermaksud meminta tanda tangan. Tapi, tidak ketemu. Ia menghela napas kecewa.
Tetapi, si ibu merasa senang dengan penculikannya. Ia tersenyum licik. Meraih tangan gadis itu dan merangkul tangan anaknya berjalan menuju Gerald di ujung jalan. Ia berjalan centil menggemaskan.
Gadis itu terperangah membetulkan kacamatanya. Pria itu tersenyum sembari menggelengkan kepala pelan melihat tingkah ibunya. Makin hari makin menjadi. Tapi yang penting ibunya tidak memaksa kencan buta!
Sekuriti Gerald Resto & Cafe menyambut Andini saat melangkah masuk bersama ibu paruh baya baik hati nan ekstra ekstrovert itu. Ia mengenal pria muda dan ibunya, meski baru beberapa kali datang dalam dua bulanan ini.
Buku lain oleh aisyi melove
Selebihnya