Rahasia di Balik Cinta Kita

Rahasia di Balik Cinta Kita

carinas2202

5.0
Komentar
40
Penayangan
30
Bab

Dari luar, hidup Aruna tampak sempurna - suami yang tampan dan sukses, rumah yang hangat, dan anak kecil yang manis. Namun di balik setiap senyum, ada sesuatu yang tak pernah ia pahami dari Rayhan, pria yang dicintainya. Semuanya berubah ketika pesan anonim muncul di ponselnya: "Kau tidak tahu siapa sebenarnya pria di sampingmu." Satu demi satu rahasia terungkap - tentang perempuan bernama Alara yang wajahnya mirip dengannya, tentang masa lalu Rayhan yang berdarah, dan tentang pengkhianatan yang menuntut penebusan. Cinta mereka diuji di antara kenyataan dan ilusi, antara rasa bersalah dan keinginan untuk memaafkan. Ketika kebenaran akhirnya terkuak, Aruna harus memilih, meninggalkan cinta yang penuh luka, atau menerima kenyataan bahwa bahkan rahasia kelam pun bisa melahirkan cinta yang sejati.

Bab 1 Potret Keluarga Sempurna

Langit sore merona jingga, membalut halaman rumah kecil bercat putih itu dengan cahaya hangat. Aroma ayam bakar yang baru matang menyelinap ke udara, berpadu dengan wangi bunga melati dari pot di teras. Dari luar, rumah itu tampak seperti potret sempurna sebuah keluarga bahagia-rapi, hangat, dan penuh tawa.

Di ruang makan, Aruna sedang menata piring di atas meja. Rambut hitamnya diikat sederhana, beberapa helai jatuh di sisi wajahnya. Ada kelembutan dalam setiap gerakannya-seperti seseorang yang terbiasa merawat, memberi, dan menjaga.

"Bunda! Ayamnya sudah boleh dimakan belum?" suara riang Aila, putri kecilnya yang baru berusia lima tahun, terdengar dari ruang tengah.

Aruna tersenyum. "Tunggu Ayah pulang dulu, sayang. Lagi di jalan kok."

Seolah menjawab, suara pagar berderit. Langkah tergesa terdengar di teras. Rayhan muncul dengan setelan kerja yang masih rapi, dasinya sedikit longgar, senyum hangatnya seperti cahaya kecil di penghujung hari.

"Ayah!" Aila berlari menghampiri dan memeluk kakinya.

Rayhan jongkok, mengangkat putrinya. "Aila cantik nungguin Ayah, ya?" tanyanya sambil mencium pipi kecil itu.

"Iya! Bunda nggak mau makan sebelum Ayah pulang!" ujar Aila, pipinya menggembung lucu.

Rayhan melirik istrinya. "Aturan Bunda memang keras, ya," candanya.

Aruna tersenyum samar, tapi matanya memperhatikan wajah Rayhan lebih lama dari biasanya. Ada gurat lelah di sudut matanya. "Kamu capek? Meeting lagi?" tanyanya lembut.

Rayhan menaruh Aila, lalu duduk di kursi makan. "Iya, lumayan. Tapi lihat kalian berdua, rasanya capek hilang semua." Ia mengecup kening Aruna.

Mereka makan malam bersama, berbincang ringan tentang rencana akhir pekan, tentang Aila yang ingin ke taman bermain, dan tetangga baru di ujung jalan. Suasana itu hangat-nyaman. Seperti potongan kecil kebahagiaan yang membuat Aruna sering berpikir: hidupnya sudah lengkap. Namun, kebahagiaan kadang terlalu indah... sehingga menakutkan.

Setelah makan, Rayhan mengajak Aila bermain di ruang tengah. Aruna membereskan piring, mendengar tawa mereka dari dapur. Sesekali ia melirik: Rayhan menggendong Aila, memutar-mutar hingga tawa anak kecil itu memenuhi ruangan.

Pemandangan itu menghangatkan hatinya-namun juga menorehkan rasa aneh. Bukan karena ia tak bahagia, tetapi karena belakangan ini, ia sering menangkap Rayhan menatap kosong ke luar jendela, atau memandangi ponselnya terlalu lama. Kadang, teleponnya berdering lama... dan Rayhan memilih menjawab di luar rumah.

Malamnya Aila sudah terlelap di kamarnya. Aruna keluar ke teras dengan secangkir teh hangat. Udara malam membawa aroma tanah basah setelah hujan sore tadi. Lampu jalan memantulkan cahaya kuning di aspal yang masih lembap.

Rayhan menyusul, duduk di kursi rotan sebelahnya. "Teh malam-malam? Tumben."

"Biar hangat." Aruna menyerahkan satu cangkir padanya. "Kamu kelihatan makin sibuk akhir-akhir ini. Ada proyek baru?"

Rayhan menyeruput pelan. "Iya, ada beberapa. Deadline-nya mepet." Jawabannya sederhana, tapi nadanya hati-hati. Seolah setiap kata harus disaring dulu sebelum keluar.

Aruna menatap cangkirnya. "Kalau ada yang bikin kamu capek... atau gelisah, kamu cerita ya. Jangan simpan sendiri."

Rayhan tersenyum tipis, matanya menerawang. "Aku nggak nyimpen apa-apa kok, Sayang. Semua baik-baik aja."

Ia menggenggam tangan Aruna. Hangatnya menenangkan, tapi entah kenapa, Aruna merasa ada sesuatu di balik genggaman itu-sesuatu yang tak diucapkan.

Malam semakin larut. Aruna berbaring di tempat tidur, memandangi langit-langit. Rayhan sudah terlelap di sebelahnya. Tapi matanya tak kunjung terpejam.

Tiba-tiba, ponsel Rayhan di meja samping bergetar pelan. Sekali. Dua kali. Layar menyala, menampilkan nama yang tak ia kenal "Maya."

Dada Aruna menegang. Tangannya terhenti di udara, ragu antara membiarkannya atau mengambilnya. Ia menoleh ke arah Rayhan-suaminya tetap tidur, napasnya teratur. Ponsel bergetar sekali lagi. Kali ini muncul pesan singkat:

"Kita harus bicara. Ini penting."

Aruna menarik napas panjang, memejamkan mata. Mungkin itu urusan kantor, mungkin. Ia memutuskan tak menyentuh ponsel itu. Tapi hatinya tahu-sejak malam itu, ada sesuatu yang berubah.

---

Keesokan paginya, matahari menembus tirai, menyapu lembut kamar. Aruna bangun lebih awal, menyiapkan sarapan. Rayhan sudah berpakaian rapi, dasinya terikat sempurna.

"Kamu ada meeting pagi-pagi banget?" tanya Aruna sambil menuang teh.

Rayhan mengangguk cepat, meraih roti panggang. "Iya, mendadak. Nanti aku pulang agak malam. Kamu sama Aila makan dulu aja."

"Meeting di kantor?" tanya Aruna, nada suaranya berusaha terdengar ringan.

Rayhan terhenti sejenak. "Iya, di kantor." Ia tersenyum-senyum manis yang kini terasa seperti tirai tipis menutupi sesuatu.

"Aku pergi dulu, ya." Ia mengecup pipi Aruna, lalu menunduk mencium kening Aila yang baru keluar dari kamar.

Saat Rayhan melangkah keluar rumah, Aruna berdiri di ambang pintu, melihat punggung suaminya menjauh. Aila menarik ujung bajunya.

"Bunda, kenapa liatin Ayah terus?" tanya gadis kecil itu polos.

Aruna tersenyum, mengusap rambut putrinya. "Nggak apa-apa, sayang. Bunda cuma senang lihat Ayah."

Namun dalam hati, ia bertanya-apakah benar itu alasannya? Atau ia sedang berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa senyum Rayhan yang ia lihat setiap hari... masih jujur?

---

Hari itu berjalan seperti biasa. Aruna menyapu, menjemur pakaian, lalu menemani Aila menggambar di ruang tamu. Namun pikirannya terus melayang pada nama yang muncul semalam. Maya. Ia mencoba menepis, tapi rasa penasaran itu tumbuh liar seperti benih yang tak sengaja tertanam.

Menjelang sore, saat Aila tidur siang, Aruna duduk di teras, menatap jalan kosong di depan rumah. Ia mencoba mengingat setiap percakapan terakhir mereka-nada suara Rayhan, tatapan matanya, caranya tertawa. Ada hal kecil yang dulu terasa alami, kini terasa... dibuat-buat.

Ia meneguk teh dingin di tangannya. Dalam diam, Aruna tahu kadang, perubahan tak datang dengan ledakan besar, melainkan dengan hal-hal kecil-sebuah senyum yang tak lagi hangat, pelukan yang terasa ringan, atau pesan dari nama yang asing.

Matahari mulai turun, meninggalkan langit berwarna oranye keemasan. Di dapur, Aruna menyiapkan makan malam, sendirian. Suara jam dinding berdetak pelan, mengisi ruang kosong yang biasanya dipenuhi tawa.

Ketika malam turun dan jam menunjukkan pukul delapan, Rayhan belum juga pulang. Aruna menatap layar ponselnya, mempertimbangkan untuk menelepon, tapi mengurungkan niat. Ia tahu jawaban yang akan didengar "Masih di kantor, Sayang."

Dan malam itu, saat ia menatap meja makan yang sudah tertata rapi namun kosong di hadapannya, Aruna sadar satu hal-kadang, sesuatu yang tampak sempurna... hanya bertahan sampai seseorang berhenti jujur.

Ia menatap foto keluarga mereka di dinding-tiga wajah tersenyum di bawah langit biru. Lalu berbisik pelan, hampir tak terdengar:

"Kalau cinta ini menyimpan rahasia... aku siap mendengarnya. Tapi jangan buat aku menebak sendirian."

Di luar, angin malam berhembus pelan, menggoyangkan tirai. Seolah rumah kecil bercat putih itu ikut menyimpan sesuatu-rahasia yang baru saja mulai terungkap.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bosku Kenikmatanku

Bosku Kenikmatanku

Juliana
5.0

Aku semakin semangat untuk membuat dia bertekuk lutut, sengaja aku tidak meminta nya untuk membuka pakaian, tanganku masuk kedalam kaosnya dan mencari buah dada yang sering aku curi pandang tetapi aku melepaskan terlebih dulu pengait bh nya Aku elus pelan dari pangkal sampai ujung, aku putar dan sedikit remasan nampak ci jeny mulai menggigit bibir bawahnya.. Terus aku berikan rangsang an dan ketika jari tanganku memilin dan menekan punting nya pelan "Ohhsss... Hemm.. Din.. Desahannya dan kedua kakinya ditekuk dilipat kan dan kedua tangan nya memeluk ku Sekarang sudah terlihat ci jeny terangsang dan nafsu. Tangan kiri ku turun ke bawah melewati perutnya yang masih datar dan halus sampai menemukan bukit yang spertinya lebat ditumbuhi bulu jembut. Jari jariku masih mengelus dan bermain di bulu jembutnya kadang ku tarik Saat aku teruskan kebawah kedalam celah vaginanya.. Yes sudah basah. Aku segera masukan jariku kedalam nya dan kini bibirku sudah menciumi buah dadanya yang montok putih.. " Dinn... Dino... Hhmmm sssttt.. Ohhsss.... Kamu iniii ah sss... Desahannya panjang " Kenapa Ci.. Ga enak ya.. Kataku menghentikan aktifitas tanganku di lobang vaginanya... " Akhhs jangan berhenti begitu katanya dengan mengangkat pinggul nya... " Mau lebih dari ini ga.. Tanyaku " Hemmm.. Terserah kamu saja katanya sepertinya malu " Buka pakaian enci sekarang.. Dan pakaian yang saya pake juga sambil aku kocokan lebih dalam dan aku sedot punting susu nya " Aoww... Dinnnn kamu bikin aku jadi seperti ini.. Sambil bangun ke tika aku udahin aktifitas ku dan dengan cepat dia melepaskan pakaian nya sampai tersisa celana dalamnya Dan setelah itu ci jeny melepaskan pakaian ku dan menyisakan celana dalamnya Aku diam terpaku melihat tubuh nya cantik pasti,putih dan mulus, body nya yang montok.. Aku ga menyangka bisa menikmati tubuh itu " Hai.. Malah diem saja, apa aku cuma jadi bahan tonton nan saja,bukannya ini jadi hayalanmu selama ini. Katanya membuyarkan lamunanku " Pastinya Ci..kenapa celana dalamnya ga di lepas sekalian.. Tanyaku " Kamu saja yang melepaskannya.. Kata dia sambil duduk di sofa bed. Aku lepaskan celana dalamku dan penislku yang sudah berdiri keras mengangguk angguk di depannya. Aku lihat di sempat kagett melihat punyaku untuk ukuran biasa saja dengan panjang 18cm diameter 4cm, setelah aku dekatkan ke wajahnya. Ada rasa ragu ragu " Memang selama ini belum pernah Ci melakukan oral? Tanyaku dan dia menggelengkan kepala

Gairah Liar Perselingkuhan

Gairah Liar Perselingkuhan

kodav
5.0

Kaindra, seorang pria ambisius yang menikah dengan Tanika, putri tunggal pengusaha kaya raya, menjalani kehidupan pernikahan yang dari luar terlihat sempurna. Namun, di balik semua kemewahan itu, pernikahan mereka retak tanpa terlihat-Tanika sibuk dengan gaya hidup sosialitanya, sering bepergian tanpa kabar, sementara Kaindra tenggelam dalam kesepian yang perlahan menggerogoti jiwanya. Ketika Kaindra mengetahui bahwa Tanika mungkin berselingkuh dengan pria lain, bukannya menghadapi istrinya secara langsung, dia justru memulai petualangan balas dendamnya sendiri. Hubungannya dengan Fiona, rekan kerjanya yang ternyata menyimpan rasa cinta sejak dulu, perlahan berubah menjadi sebuah hubungan rahasia yang penuh gairah dan emosi. Fiona menawarkan kehangatan yang selama ini hilang dalam hidup Kaindra, tetapi hubungan itu juga membawa komplikasi yang tak terhindarkan. Di tengah caranya mencari tahu kebenaran tentang Tanika, Kaindra mendekati Isvara, sahabat dekat istrinya, yang menyimpan rahasia dan tatapan menggoda setiap kali mereka bertemu. Isvara tampaknya tahu lebih banyak tentang kehidupan Tanika daripada yang dia akui. Kaindra semakin dalam terjerat dalam permainan manipulasi, kebohongan, dan hasrat yang ia ciptakan sendiri, di mana setiap langkahnya bisa mengancam kehancuran dirinya. Namun, saat Kaindra merasa semakin dekat dengan kebenaran, dia dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah dia benar-benar ingin mengetahui apa yang terjadi di balik hubungan Tanika dan pria itu? Atau apakah perjalanan ini akan menghancurkan sisa-sisa hidupnya yang masih tersisa? Seberapa jauh Kaindra akan melangkah dalam permainan ini, dan apakah dia siap menghadapi kebenaran yang mungkin lebih menyakitkan dari apa yang dia bayangkan?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku