Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Setelah mengucapkan janji suci di depan altar, Stella kini resmi menjadi istri seorang pria kaya yang sudah lama ia cintai, William. Senyum bahagia mengembang di wajahnya, memancarkan kebahagiaan yang sulit ia sembunyikan. Namun, di sampingnya, William tak menunjukkan sedikit pun kegembiraan. Wajahnya dingin, kaku, seolah-olah pernikahan ini adalah beban yang tak diinginkannya.
Di dalam hati, William merasa kesal dan tersiksa. Ia tidak pernah berniat untuk menikahi Stella, tapi keadaan memaksanya. Tatapan tajamnya tertuju pada istrinya, dengan senyum sinis yang terlukis di bibirnya. "Lihat saja," gumamnya dalam hati. "Kau akan menyesal telah menikah denganku. Ini adalah awal dari penderitaanmu."
Meski Stella merasakan dinginnya sikap suaminya, ia tetap membalas tatapan William dengan senyuman lembut yang selama ini ia simpan hanya untuk pria itu. Stella bukanlah wanita biasa. Dia mungil, namun cerdas dan tangguh. Dengan gelar S2 dari Paris, ia telah meraih banyak pencapaian dalam hidupnya. Namun, satu hal yang selalu ada di hatinya sejak remaja adalah cintanya pada William-pria yang terkenal dingin, sombong, dan keras kepala.
Sejak masa sekolah, Stella sudah terpikat pada pesona William, meski pria itu tak pernah bersikap ramah padanya atau orang lain. Sekarang, pria itu berdiri di sampingnya sebagai suaminya, meski tanpa senyum yang menghiasi wajahnya. Bagi Stella, bisa menikahi pria yang ia perjuangkan sejak lama adalah sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, meskipun ia tahu William tak pernah mencintainya. Namun, Stella berjanji dalam hati, suatu hari William akan mencintainya. Dia siap menghadapi konsekuensi menikahi pria keras dan kejam itu, apa pun yang terjadi.
William, di sisi lain, memandang rendah Stella. Baginya, wanita itu tak lebih dari seorang oportunis yang menikahinya demi harta. Pernikahan ini hanyalah formalitas yang dipaksakan oleh keadaan.
"Stella, selamat! Sekarang kamu resmi menjadi menantu kami," ucap Bella, ibu William, dengan penuh kegembiraan. Bella sangat menyayangi Stella sejak dulu, melihatnya sebagai wanita mandiri, tangguh, dan cerdas.
"Terima kasih, Ma. Aku akan berusaha menjadi menantu yang baik untuk Mama," jawab Stella sambil memeluk erat ibu mertuanya. Bella tersenyum, bangga pada menantu barunya yang selalu bersikap manis dan ceria.
"William, secepatnya Mama ingin cucu dari kalian. Mama sudah tidak sabar menggendong cucu," ucap Bella seraya mengusap bahu putranya.
William hanya mengangguk tanpa banyak bicara. "Iya, Ma. Mungkin bulan depan aku dan Stella akan pindah ke apartemen supaya lebih dekat ke kantor," katanya singkat.
Bella mengangguk setuju. "Baiklah, tapi ingat untuk selalu menjaga Stella, dan jangan lupa, Mama menunggu cucu, ya!"
Di sudut ruangan, sepasang mata penuh kebencian menatap tajam ke arah pengantin baru. Luna, kekasih gelap William, berdiri menyaksikan pesta itu dengan perasaan tersayat. Dia merasa tempat Stella di samping William seharusnya adalah miliknya. Namun, karena tidak ada restu dari keluarga William, Luna hanya bisa menyaksikan pernikahan yang menyakitkan ini dari jauh.
"Awas kau, Stella," geram Luna dalam hati. "Suatu hari kau akan menyesal merebut William dariku. Dia hanya mencintaiku, bukan dirimu." Dengan kemarahan yang membara, Luna berbalik dan pergi meninggalkan pesta.
Ketika pesta mulai sepi dan tamu-tamu mulai berpamitan, hanya keluarga William dan keluarga Stella yang masih tersisa. Nisa, ibu Stella, menghampiri putrinya yang kini telah menjadi seorang istri.
"Putriku, sekarang kamu sudah menjadi istri orang. Kamu harus menjaga dirimu baik-baik, ya?" ucap Nisa dengan mata berkaca-kaca.