Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Perjuangan Seorang Tuan Muda

Perjuangan Seorang Tuan Muda

cayenne

5.0
Komentar
84
Penayangan
9
Bab

Jordhy Allesia-anak kecil berumur empat tahun yang melihat secara langsung bagaimana ayahnya dibantai dan mati di tempat, kini telah bertumbuh dewasa. Ia juga menyaksikan bagaimana ibunya dilecehkan oleh lima pria bejat dan hilang tanpa jejak. Siapa mereka? Adalah pertanyaan dan teka-teki yang selalu terngiang dalam pikirannya. Tiga belas tahun kemudian, ia kembali ke kampung halamannya untuk mencoba masuk dan mengorek masa lalu yang kelam. "Jor, kamu harus ingat bahwa ibumu adalah dalang dari segala malapetaka waktu itu. Nak, kamu sudah punya om dan tante sebagai orang tua kamu," ujar Joenathan membuat batas pergerakan Jordhy. Namun tidak, ikatan batin seorang anak dan ibu tidak akan putus begitu saja. Ia tidak akan mudah percaya dengan mudahnya. Mencari tahu dan menjelaskan pada dunia tentang siapa yang salah adalah ambisinya. Usut punya usut, semua penyidikan malah mengarah kepada orang terdekat dan paling dipercaya selama ini. Siapakah mereka?

Bab 1 Tragedi Menyakitkan yang Tak Terlupakan

Bunga Allesia, wanita cantik yang selalu menjadi bahan perbincangan banyak orang, terutama para pria.

Ia terlahir di keluarga kaya yang membuat dirinya semakin sempurna.

Sesaat, ia memandangi dan mengagumi kecantikan yang selalu ia syukuri itu di depan cermin, hingga suara seorang anak laki-laki mengalihkan perhatiannya.

"Ibu, aku lapar..." rengek Jordhy.

"Tunggu sebentar, Sayang. Kembalilah ke kamarmu, akan ibu antarkan nanti."

Cup! Sebuah kecupan mendarat di kening anak itu sebelum langkahnya benar-benar meninggalkan tempat itu.

"Ah, tidak!" Suara teriakan itu segera membuat Jordhy masuk dan bersembunyi di kolong kamarnya.

Sesaat kemudian, tampak jika dua pasang kaki memasuki kamarnya.

"Duduk di atas ranjang dan buka pakaianmu!" Perintah itu begitu jelas terdengar seperti sebuah ancaman.

Bunga tampak amat sangat ketakutan sekarang, terlebih lagi keberadaan putranya yang tak ia ketahui.

Perlahan tapi pasti, ia melucuti pakaiannya sendiri saat ini.

Jordhy yang tengah bersembunyi di bawah tempat ibunya duduk ingin sekali bertanya ada apa, namun ia yang bijak memilih untuk diam dan menunggu situasi menjadi lebih kondusif.

Tak berselang lama, sesaat pria itu hendak menyentuh tubuh Bunga, beberapa orang juga ikut masuk.

"Mas?" Terdengar panggilan lirih dari bibir wanita itu.

"Siapa sebenarnya kalian semua?" tanya Abigael dengan nada pasrah tepat ketika ia ditendang hingga berlutut di lantai sekarang.

"Kamu tidak perlu tau siapa kami. Untuk saat ini, yang paling penting adalah beri izin untuk kami mencicipi istrimu."

"Sialan! Awas saja kalian berani menyentuh, akan kubunuh kalian semua!" bentak Abigael yang tentu saja tidak terima.

Pria sejati mana yang akan terima dan membiarkan istrinya digilir oleh pria asing yang juga entah siapa.

Dor!

Suara tembakan itu tepat mengenai bahu Abigael yang membuat cairan kental merah mulai tercecer di mana-mana.

Hal itu membuat Jordhy semakin diam dalam persembunyiannya. Anak itu juga bisa mendengar dengan jelas suara isak tangis sang ibu yang tengah menahan rasa takut.

'Ibu, tolong usir mereka pergi, aku takut. Ibu, tolong Ayah, dia terluka sekarang,' batin anak itu memeluk diri sendiri.

Diam selama beberapa saat, sampai akhirnya salah satu dari orang asing itu mendekat ke arah Abigael, sepertinya ia adalah bos dari komplotan orang-orang itu sebab ia paling banyak bicara.

"Cepat! Berikan izin pada kami, atau dia akan mendapat luka yang sama denganmu!" ancamnya.

Abigael menatap sang istri yang terus menggelengkan kepala, menunjukkan rasa takut yang dideritanya.

Abigael membuang pandangannya, ia menatap kelima pria itu. Berpikir sejenak.

Mungkin, bahkan jika ia memberi izin sekalipun, ia akan tetap dibunuh.

"Lebih baik, bunuh saja aku. Jangan bawa-bawa masalah ini dengan keluargaku. Walau aku bahkan tidak tau masalahnya apa."

Ucapan itu nyatanya membuat orang-orang jahat itu kian kesal.

Tak ingin dianggap bermain-main, sebuah tembakan segera diarahkan ke lengan Abigael yang satu lagi. Lagi, cairan kental merah itu tercecer di mana-mana.

"Arrgghh! Siapapun kalian, semoga keluargamu mendapatkan perlakuan yang sama. Semoga kematian kalian tidak pernah benar. Itu sumpahku!" teriak Abigael yang sudah tidak tahan lagi tatkala emosinya dipermainkan.

"Baiklah!" jawab bos komplotan itu lalu memberikan tembakan dua kali di masing-masing kaki Abigael.

Tak berhenti sampai di sana, pria itu memberi perintah agar anak buahnya membaringkan Bunga di sisi suaminya.

Ia mendekat sekarang, menikmati tubuh Bunga seolah ia sangat mengimpikannya sejak lama.

"Ah, luar biasa!" pekiknya dengan nada jahat di telinga Abigael yang masih sadarkan diri dan harus melihat istrinya menderita.

Tak berujung sampai di sana, bos komplotan itu juga memberi perintah pada keempat anak buahnya yang lain agar ikut menikmati tubuh wanita itu.

"Semoga Tuhan menerima sumpah suamiku," ujar Bunga dengan sangat geram setelah ia mendapatkan luka yang mungkin tidak akan terlupakan sampai ia mati nanti.

Suara tawa gelak kelima orang jahat itu malah berkumandang dengan sangat jelas sekarang. Kelima orang itu menatap Abigael dengan penuh ejekan seolah merekala pemenangnya.

"Sudah, habisi dia!" Sebuah perintah yang segera dilakukan.

Dor!

Satu tembakan terakhir yang segera menembus jantung Abigael.

Di sisa napasnya yang sudah tersengal-sengal, tatapannya tertuju pada putranya yang ternyata berada di bawah tempat tidur.

Ia memberi isyarat agar anak itu tidak bersuara. Begitulah hidupnya berakhir dengan mata terbuka.

"Mas, bangun ... Mas?"

"Mas?"

"Dengar aku, Mas!"

"Mas, tolong bangun!" teriak Bunga dengan nada memohon yang tentu saja tidak akan pernah mendapat jawaban sebab pria itu telah benar-benar tak bernyawa.

Ia bahkan tidak dibiarkan menyentuh pria itu ketika dirinya ditarik paksa untuk berlalu dari sana.

Lagi, ia dipaksa untuk melayani nafsu para pria bejat itu. Entah dosa apa yang sudah ia lakukan sehingga harus mendapatkan luka yang mungkin akan mengubah kehidupannya 180 derajat.

Jordhy yang masih berada di tempatnya memutuskan untuk tidak berpindah. Ia memilih diam dan berharap jika mungkin bantuan akan segera datang.

Perlahan, ia menutup mata lalu tertidur.

Seminggu telah berlalu. Kini, keadaan kacau di villa itu akhirnya diketahui oleh khalayak ramai. Para petugas pun berjejer berdatangan ke sana untuk melakukan investigasi.

Sampai akhirnya, keberadaan Jordhy juga diketahui. Keadaan anak itu sungguh miris.

Ia bahkan tidak makan dan minum selama itu. Matanya juga masih tertutup dan tiba-tiba berteriak histeris ketika melewati tempat pengeksekusian ayahnya yang sekarang masih bercecer darah.

"No, no, no. Semuanya baik-baik saja, Nak," ujar Joenathan-sang paman, sekaligus orang pertama yang melihat kekacauan itu.

"Ada kami di sini, Nak." Suara sang petugas wanita juga membuat keadaan Jordhy sedikit lebih tenang.

"Ayo, segera bawa dia ke rumah sakit!" teriak Joenathan dalam kepanikannya sambil menitikkan air mata.

Dalam matanya yang tampak tertutup, Jordhy masih bisa melihat kejadian di sekitarnya. Dengan pemandangan itu, ia menjadi yakin pada pria itu sekarang.

"Tolong tangani keponakan saya sebaik mungkin. Tolong, Dok ... tolong ..."

Suara penuh rasa cemas itu juga membuat Jordhy semakin yakin jika Joenathan adalah orang yang patut ia percayai.

"Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Pak!" jawab seseorang yang kemungkinan besar adalah dokter.

"Ada korban lainnya!" Sebuah suara yang juga membuat kehebohan kembali tercipta.

Jordhy tak lagi tau apa yang terjadi setelahnya sebab dirinya segera dibawa pergi setelah itu.

"Di-di ma-na a-ana-k sa-ya?" tanya Bunga dengan nada lirih.

Keadaannya amat sangat mencemaskan sebab ia ditemukan bahkan tanpa sehelai pakaian. Tubuhnya juga sangat kaku namun bergetar hebat.

"Tolong selamatkan kakak ipar saya juga!" teriak Joenathan dengan nada histeris sebelum akhirnya menangis terisak.

Ia sungguh tidak menyangka jika panggilan ancaman dari para penjahat itu benar adanya. Nyawa sang abang telah melayang bahkan dengan keadaan yang sangat mengerikan.

"Kami akan berusaha mengusut tuntas kasus ini," ujar Devi-petugas keamanan wanita yang tampak prihatin dengan keadaan pria itu.

Joenathan tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap tempat itu dengan penuh amarah dan dendam.

***

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku