Kesabaran seorang istri

Kesabaran seorang istri

ceritaku

5.0
Komentar
2K
Penayangan
21
Bab

Dalam sebuah pernikahan yang dipenuhi luka, seorang istri harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya tak pernah mencintainya. Hari demi hari, ia diperlakukan dengan kasar, baik secara fisik maupun emosional. Penghinaan dan pelecehan seakan menjadi rutinitas dalam rumah tangganya. Namun, di balik semua itu, ia tidak pernah menyerah. Meski hatinya hancur, ia tetap setia, berharap suatu hari cintanya yang tulus akan mampu menyentuh hati suaminya yang dingin. Ini adalah kisah tentang keteguhan hati, kesabaran tanpa batas, dan cinta yang bertahan meski diliputi derita. Ikuti perjalanan emosionalnya hanya di **"Perjuangan Seorang Istri"**, sebuah cerita tentang kekuatan cinta yang tak mudah dipadamkan meski diterpa badai.

Bab 1 Awal perjalanan

Setelah mengucapkan janji suci di depan altar, Stella kini resmi menjadi istri seorang pria kaya yang sudah lama ia cintai, William. Senyum bahagia mengembang di wajahnya, memancarkan kebahagiaan yang sulit ia sembunyikan. Namun, di sampingnya, William tak menunjukkan sedikit pun kegembiraan. Wajahnya dingin, kaku, seolah-olah pernikahan ini adalah beban yang tak diinginkannya.

Di dalam hati, William merasa kesal dan tersiksa. Ia tidak pernah berniat untuk menikahi Stella, tapi keadaan memaksanya. Tatapan tajamnya tertuju pada istrinya, dengan senyum sinis yang terlukis di bibirnya. "Lihat saja," gumamnya dalam hati. "Kau akan menyesal telah menikah denganku. Ini adalah awal dari penderitaanmu."

Meski Stella merasakan dinginnya sikap suaminya, ia tetap membalas tatapan William dengan senyuman lembut yang selama ini ia simpan hanya untuk pria itu. Stella bukanlah wanita biasa. Dia mungil, namun cerdas dan tangguh. Dengan gelar S2 dari Paris, ia telah meraih banyak pencapaian dalam hidupnya. Namun, satu hal yang selalu ada di hatinya sejak remaja adalah cintanya pada William-pria yang terkenal dingin, sombong, dan keras kepala.

Sejak masa sekolah, Stella sudah terpikat pada pesona William, meski pria itu tak pernah bersikap ramah padanya atau orang lain. Sekarang, pria itu berdiri di sampingnya sebagai suaminya, meski tanpa senyum yang menghiasi wajahnya. Bagi Stella, bisa menikahi pria yang ia perjuangkan sejak lama adalah sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, meskipun ia tahu William tak pernah mencintainya. Namun, Stella berjanji dalam hati, suatu hari William akan mencintainya. Dia siap menghadapi konsekuensi menikahi pria keras dan kejam itu, apa pun yang terjadi.

William, di sisi lain, memandang rendah Stella. Baginya, wanita itu tak lebih dari seorang oportunis yang menikahinya demi harta. Pernikahan ini hanyalah formalitas yang dipaksakan oleh keadaan.

"Stella, selamat! Sekarang kamu resmi menjadi menantu kami," ucap Bella, ibu William, dengan penuh kegembiraan. Bella sangat menyayangi Stella sejak dulu, melihatnya sebagai wanita mandiri, tangguh, dan cerdas.

"Terima kasih, Ma. Aku akan berusaha menjadi menantu yang baik untuk Mama," jawab Stella sambil memeluk erat ibu mertuanya. Bella tersenyum, bangga pada menantu barunya yang selalu bersikap manis dan ceria.

"William, secepatnya Mama ingin cucu dari kalian. Mama sudah tidak sabar menggendong cucu," ucap Bella seraya mengusap bahu putranya.

William hanya mengangguk tanpa banyak bicara. "Iya, Ma. Mungkin bulan depan aku dan Stella akan pindah ke apartemen supaya lebih dekat ke kantor," katanya singkat.

Bella mengangguk setuju. "Baiklah, tapi ingat untuk selalu menjaga Stella, dan jangan lupa, Mama menunggu cucu, ya!"

Di sudut ruangan, sepasang mata penuh kebencian menatap tajam ke arah pengantin baru. Luna, kekasih gelap William, berdiri menyaksikan pesta itu dengan perasaan tersayat. Dia merasa tempat Stella di samping William seharusnya adalah miliknya. Namun, karena tidak ada restu dari keluarga William, Luna hanya bisa menyaksikan pernikahan yang menyakitkan ini dari jauh.

"Awas kau, Stella," geram Luna dalam hati. "Suatu hari kau akan menyesal merebut William dariku. Dia hanya mencintaiku, bukan dirimu." Dengan kemarahan yang membara, Luna berbalik dan pergi meninggalkan pesta.

Ketika pesta mulai sepi dan tamu-tamu mulai berpamitan, hanya keluarga William dan keluarga Stella yang masih tersisa. Nisa, ibu Stella, menghampiri putrinya yang kini telah menjadi seorang istri.

"Putriku, sekarang kamu sudah menjadi istri orang. Kamu harus menjaga dirimu baik-baik, ya?" ucap Nisa dengan mata berkaca-kaca.

Stella memeluk ibunya erat. "Iya, Bu. Aku akan baik-baik saja. Jaga Ayah dan dirimu ya, Bu."

"Tenang saja, kami akan baik-baik saja. Erik akan menjaga kami," ujar Nisa, menenangkan putrinya.

Stella kemudian beralih memeluk kakaknya, Erik. "Kak, jaga Ibu dan Ayah ya. Maaf aku mendahului Kakak," ucap Stella penuh haru.

Erik tersenyum lembut. "Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja," jawabnya sambil mengusap punggung adiknya. Erik adalah kakak yang penyayang, meski dia sendiri masih terluka karena pengkhianatan cinta dua tahun lalu. Kekasih yang sangat ia cintai meninggalkannya di hari pernikahan mereka, dan sejak itu ia belum pernah membuka hatinya lagi, meski keluarganya selalu memintanya untuk move on.

Setelah keluarganya berpamitan, Stella masuk ke kamar pengantin mereka. Namun, ia terkejut ketika mendapati William tidak ada di sana. Malam pengantin mereka seharusnya menjadi momen berharga, tetapi William pergi tanpa memberitahu ke mana.

Setelah dua jam menunggu dalam kecemasan, Stella mencoba menghubungi suaminya. Namun, panggilannya tak dijawab. William ternyata pergi menemui Luna, kekasihnya, di sebuah hotel.

Di sana, William tak hanya mengabaikan istrinya, tetapi juga larut dalam hubungan terlarang dengan Luna. Mereka berdua tenggelam dalam gairah yang menyala, tanpa sedikit pun rasa bersalah. Di tengah kebersamaan mereka, Luna mendengar telepon William berdering. Melihat nama Stella di layar, Luna tersenyum licik.

"Kasihan sekali kau, Stella," bisik Luna, puas. "Suamimu yang baru saja menikah lebih memilih bersamaku malam ini."

Sementara itu, di kamar pengantin yang sepi, Stella akhirnya menyerah mencoba menghubungi William. Dengan hati yang berat, ia berjalan menuju kamar mandi untuk merendam tubuhnya yang lelah setelah pesta panjang.

"Aku tahu kau di mana, William," bisiknya lirih sambil menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi. "Tapi biarlah... Aku akan tetap menunggumu. Suatu hari nanti, kau akan sadar siapa yang seharusnya ada di sampingmu."

Meski hatinya terluka karena ditinggalkan di malam pengantin, Stella tetap tegar. Cintanya pada William begitu besar, hingga semua rasa sakit ini tidak mengikis sedikit pun perasaannya. Jika bukan karena cinta yang begitu dalam, mungkin ia sudah menyerah dan memilih bersama James-pria yang pernah meminangnya ketika ia berada di Paris.

Namun, Stella telah membuat keputusan. Ia akan berjuang untuk cintanya, walaupun harus menanggung penderitaan sendirian.

---

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh ceritaku

Selebihnya

Buku serupa

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Balas Dendam Kejam Sang Mantan

Gavin
5.0

Perusahaanku, CiptaKarya, adalah mahakarya dalam hidupku. Kubangun dari nol bersama kekasihku, Baskara, selama sepuluh tahun. Kami adalah cinta sejak zaman kuliah, pasangan emas yang dikagumi semua orang. Dan kesepakatan terbesar kami, kontrak senilai 800 miliar Rupiah dengan Nusantara Capital, akhirnya akan segera terwujud. Lalu, gelombang mual yang hebat tiba-tiba menghantamku. Aku pingsan, dan saat sadar, aku sudah berada di rumah sakit. Ketika aku kembali ke kantor, kartu aksesku ditolak. Semua aksesku dicabut. Fotoku, yang dicoret dengan tanda 'X' tebal, teronggok di tempat sampah. Saskia Putri, seorang anak magang yang direkrut Baskara, duduk di mejaku, berlagak seperti Direktur Operasional yang baru. Dengan suara lantang, dia mengumumkan bahwa "personel yang tidak berkepentingan" dilarang mendekat, sambil menatap lurus ke arahku. Baskara, pria yang pernah menjanjikanku seluruh dunia, hanya berdiri di sampingnya, wajahnya dingin dan acuh tak acuh. Dia mengabaikan kehamilanku, menyebutnya sebagai gangguan, dan memaksaku mengambil cuti wajib. Aku melihat sebatang lipstik merah menyala milik Saskia di meja Baskara, warna yang sama dengan yang kulihat di kerah kemejanya. Kepingan-kepingan teka-teki itu akhirnya menyatu: malam-malam yang larut, "makan malam bisnis", obsesinya yang tiba-tiba pada ponselnya—semua itu bohong. Mereka telah merencanakan ini selama berbulan-bulan. Pria yang kucintai telah lenyap, digantikan oleh orang asing. Tapi aku tidak akan membiarkan mereka mengambil segalanya dariku. Aku berkata pada Baskara bahwa aku akan pergi, tetapi tidak tanpa bagianku sepenuhnya dari perusahaan, yang dinilai berdasarkan harga pasca-pendanaan dari Nusantara Capital. Aku juga mengingatkannya bahwa algoritma inti, yang menjadi alasan Nusantara Capital berinvestasi, dipatenkan atas namaku seorang. Aku melangkah keluar, mengeluarkan ponselku untuk menelepon satu-satunya orang yang tidak pernah kusangka akan kuhubungi: Revan Adriansyah, saingan terberatku.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku