Selebriti se-famous Ann Olivia Putri mengalami dilema ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa lelaki yang dicintainya adalah seorang mafia narkoba, yang dicari oleh polisi untuk dijebloskan ke penjara. Selain itu, Donne-nama lelaki itu-juga yang menyebabkan satu-satunya adik Oliv terjerumus kelamnya dunia obat-obatan terlarang. Akankah mereka bisa bersatu dikala Oliv harus mempertahankan image-nya sebagai selebriti baik-baik? Relakah Donne meninggalkan dunia mafia demi bisa bersama Oliv?
"Suruh minggir-minggir," perintah seorang wanita berambut cepol. Jemarinya mengibas-ibas kasar nan tegas. Kemudian empat orang mengenakan setelan jas hitam dan berkacamata warna senada mengatur kerumunan wartawan yang berlomba mendekat.
Blitz-blitz kamera saling bertubrukan di udara. Berebutan menyinari sosok perempuan yang baru saja keluar dari pintu international arrivals.
Perempuan berambut ikal-hasil kerja keras hairstylisnya-itu sama sekali tidak terganggu dengan serangan blitz kamera. Gayanya tetap santai bahkan sesekali jemari lentiknya dilambaikan lembut berirama.
Pasti juga karena lindungan sunglasses yang melekat apik di matanya. Atau, karena ia sudah terbiasa dengan sinar-sinar menyilaukan mata itu.
Perempuan itu malah kian bersemangat melangkahkan kaki jenjangnya, yang sengaja dipamerkan A-lineskirt denim berkancing depan. Rok keluaran brand ternama tersebut pendek di atas lututnya.
Paha dan betis itu nikmat dipandang. Seputih nan mengkilap bagai porcelen, kencang, juga sempurna. Mungkin, karena itulah blitz kamera tidak mau berhenti menyala-untuk mengabadikan kesempurnaannya. Suara kamera itu juga seakan berebutan menari di udara.
Di tangan kanan perempuan itu bergelayut manja nan mantap, piala putih bening dengan fondasi hitam bertuliskan "Best Actress 2021, Ann Olivia Putri". Tinta gold kian menambah elegan piala penghargaan berbentuk wanita bergaun panjang yang Oliv dapatkan saat menghadiri acara bergengsi se-Asia itu di Seoul, Korea Selatan.
Perempuan itu menoleh kiri dan kanan. Rambut ikal sebahu ikut bergoyang seirama.
Ia seperti mencari-cari seseorang.
'Di mana mereka?'
Tapi, yang perempuan itu temukan hanya jajaran kamera, fansnya, dan penumpang yang memang lewat di sana.
'Jangan bilang kalau mereka nggak bisa datang lagi?'
Begitu yang ia cari tidak jua kunjung ditemukan, barulah menyambut para kuli tinta itu. Dipasangnya senyuman paling manis yang dipunya.
"Apa perasaan kamu mendapatkan piala di acara bergengsi se-Asia ini?"Wartawan kurus kering dengan tubuh meninggi bertanya antusias pada perempuan berhidung runcing itu.
Baru saja Oliv hendak membuka mulut, wartawan itu menelan air ludah. Dari tempatnya berdiri ini bibir sang selebriti terlihat begitu tebal, memberikan kesan ranum menyegarkan. Aura Oliv bagai menyihir kesadarannya. Wartawan itu menggelengkan kepala, berusaha membuat dirinya tak tersihir.
Piala elegan tersebut diangkat sembari digenggam jemari kurus Oliv yang dihiasi cincin branded yang mensponsorinya.
"Sudah pasti bangga. Ini yang pertama kali buat Saya, dikancah internasional. Bagi Saya, semua piala maupun penghargaan yang Saya dapatkan memberikan semangat baru untuk lebih baik ke depannya. Terima kasih juga untuk Hany, yang sudah men-support Saya hingga sekarang." Tidak lupa Oliv menjulurkan piala ke arah para penggemarnya alias Hany, yang berdiri di pagar pembatas. Hany tak lain adalah honey, karena nama Oliv ada Ann di depannya maka terciptalah sebutan Hany ini.
Wartawan itu ingin menanyakan beberapa pertanyaan lagi, akan tetapi sudah tidak mampu berkata-kata melihat kecantikan Oliv berlalu di hadapannya. Terpana tanpa direncanakannya.
Spanduk bertuliskan Hanny lengkap foto Oliv bertanktop hitam bergoyang-goyang heboh seiring sorakan-sorakan Hany, yang menyambut kedatangannya. Foto itu adalah karakter yang ia mainkan dalam film terbarunya.
Debut pertamanya dikancah international sebagai pemeran utama wanita setelah sebelumnya hanya sebagai pemeran pendukung. Walaupun peran kecil, namun film yang ia bintangi selalu box office. Sehingga wajahnya begitu mengena di hati penonton.
Dan, pencapaian terbaru, Oliv diundang untuk menghadiri penghargaan paling bergengsi di Asia sekaligus memenangkan salah satu kategorinya.
Acara penghargaan tersebut juga dihadiri oleh selebriti-selebriti Hollywood. Bahkan mereka rela jauh-jauh berangkat ke Seoul.
Selesai wawancara, Oliv menyempatkan diri men-service para fansnya. Hal-hal klise seperti foto bareng ataupun meminta tanda tangannya. Beberapa wajah dikenalinya karena sering hadir di tiap acara yang didatangi Oliv. Sedikit candaan dia suguhkan pada mereka.
Sang manajer dan asisten, yang sedari tadi hanya memerhatikan kini merasa cukup sudah basa-basi ini. Dengan sigap dan dibantu pria-pria bersetelan jas hitam tadi, mereka menggiring Oliv menuju mobil yang sudah menunggu sedari tadi.
Blitz kamera masih menghujaninya. Tak ingin melewatkan satu gerakan pun. Karena setiap gerakan Ann Olivia Putri selalu cantik di kamera.
Ada yang membuka slidingdoor dari dalam. Ternyata itu adalah asisten Oliv yang satu lagi. Asisten yang menjaga apartemen menjelang kepulangannya dari Seoul.
Menjelang slidingdoor tertutup, Oliv menyempatkan melambai pada wartawan dan fans, yang mengikutinya. Senyuman terbaik masih disugukan olehnya.
'Fans.'
Olivia memang kurang mengerti kenapa wajah-wajah, yang selalu menyambanginya itu masih saja hadir dalam rangka menyambut kedatangannya. Berfoto bareng lagi. Meminta tanda tangan lagi. Untuk apa? Dipamerkan di media social, membuat iri para fans lain yang tidak bisa bertemu dengannya? Atau, untuk disimpan sebagai kenangan pernah bertemu orang se-famous dirinya.
Apapun itu, Oliv tidak peduli sebenarnya. Yang ia peduli, mereka selalu ada. Tidak seperti orang-orang yang ia kira akan setia menjemputnya di bandara, tapi malah tidak kelihatan batang hidungnya.
"Na mana?" tanya Oliv mengganggu sang manajer bermain gadget. Paling bikin tweet atau update story terbaru kalau sudah sampai di Jakarta lagi.
Sang manajer melirik dari geraian rambut, yang tidak dicepol lagi. "Kuliah," jawabnya singkat.
"Are you sure?" tanya Oliv kurang yakin.
"Yakinlah, Liv. Emang dia punya kegiatan apa lagi selain kuliah?" sergah sang manajer agak kesal karena tidak dipercayai.
'Okay. Nara pasti nggak macem-macem, deh. Apalagi ada Nadia yang selalu menjaganya.'
Oliv kangen pada Nara, yang selalu dipanggilnya Na. Dia tersenyum sendiri kalau mengingat wajah sebal Na, tiap kali diplesetkan menjadi 'Nah!'.
Nara itu satu-satunya adiknya. Makanya, Oliv sayang banget.
"Mama sama Papa?" tanya Oliv lagi. "Katanya mau jemput juga, tapi kok nggak kelihatan?"
"Nyokap lu arisan sama Ibu Walikota. Bokap lu? Ngga tahu gue. Belum bales chat gue, ditelpon juga nggak diangkat," tutur sang manajer agak lebih lembut dari jawaban yang pertama, namun matanya masih fokus ke layar smartphone.
Oliv meletakkan piala di pangkuannya, lalu meminta smartphone-nya pada asisten yang ceking. Terkesan seperti orang penyakitan. Sekilas juga mirip, lho sama wartawan tadi.
Dengan sabar, Oliv membuka social medianya dengan sekali sentuhan tangan. Lantas mencari nama pengguna keluarganya. Pertama sekali, ia mencari media sosial @nanara.
Oliv adalah fans keluarga Sudibyo, keluarganya sendiri. Gerakan apapun yang dilakukan kedua orang tua dan adiknya, Oliv mencintainya. Setiap foto yang ia nikmati adalah untuk mengurangi candu kerinduannya-rindu untuk memeluk mereka.
Olivia berhenti melakukan gerakan menggeser pada layar smartphone-nya. Dia berhenti pada Matanya mulai berkaca-kaca. Jepretan itu menunjukkan saat terakhir mereka bersama, sekaligus foto terakhir kali mereka berkumpul. Dan itu lima bulan yang lalu, di hari Natal.
Dua orang gadis berdiri di belakang sepasang orang tua. Gadis yang lebih tua begitu percaya diri dengan rambut icyblue-nya yang dicepol seadanya.
Gadis lebih muda tetap memercayai rambut hitamnya sebagai mahkota terindah. Berbeda dengan wanita cukup umur di depannya, yang menyembunyikan uban putih di balik rambut merah maroonnya. Sedangkan lelaki di sisinya cukup percaya diri tampil apa adanya hanya mengandalkan senyuman kharismatiknya.
Rasa sakit kembali menusuk dada. Rasa rindu yang begitu menyesakkan dadanya. Rindu akan kekompakan mereka seperti di foto. Seragam merah putih hijau khas natal.
Akankah mereka merasakan kerinduan yang sama?
Bersambung ...