Menikah dengan seorang CEO yang memiliki harta berlimpah ternyata tidak membuat Narra Putri Zahra serta merasa bahagia. Ia kesepian karena kesibukannya, Rio Al Hakim sering harus ke luar kota beberapa saat dan jarang berada di rumah. Nafkah batin? Jangan ditanya, Narra sangat membutuhkannya, tetapi jarang ia dapatkan. Hingga akhirnya Sebuah aplikasi berwarna biru mempertemukannya dengan seorang duda keren tanpa anak bernama Afriadi Pramana Putra. Hubungan keduanya yang sering berkomunikasi intens membuat benih-benih cinta itu muncul. Aldi -sapaan akrabnya- benar-benar jatuh cinta pada sosok Narra. Benarkah Narra juga mencintai Aldi ataukah hanya sekadar keisengan menghilang kesepiannya? Bagaimana juga nasib rumahtangga Narra, saat Rio mengetahui perselingkuhan itu? Jangan lupa follow, subscribe and rate ya
Malam itu, setelah dua bulan tak kembali ke rumahnya, Rio pun melepas rindu pada jagoan kecilnya yang ia beri nama Kevin dan juga belahan jiwanya, Narra yang haus kasih sayang dan belaian Rio.
"Mas ... kamu sudah pulang?" tanya Narra sambil memeluk suami yang sangat di rinduinya.
Narra yang memang telah haus belaian, ia mulai tak dapat mengontrol emosi jiwa yang selama ini terpendam.
"Mas, aku butuh ...."
Narra pun memeluk dan menciumi suaminya yang sepertinya sedang lelah dan enggan bercinta dengan sang istri.
Narra yang terlanjur memuncak, tak perduli bagaimana reaksi sang suami, bahkan ia pun melucuti pakaiannya agar kekasih hatinya itu terpesona dengan kemolekan tubuhnya dan mau bercinta dengannya.
Namun, belum usai mereka berciuman, ternyata pintu terbuka dan .... Ah, Shit! Asisten Rio yang bernama Desy membuka pintu tanpa mengetuk sebelumnya yang membuat Narra segera memakai pakaiannya.
"Eh, maaf, Bu, tadi Bapak suruh langsung masuk." Desy menunjukkan wajah yang tak nyaman dengan istri bosnya itu.
"Iya, Sayang, tadi aku minta dia masuk membawakan hadiah buat kamu dan kevin," jawab Rio berusaha meredam rasa kesal Narra.
"It's, Ok!"
"Des, kamu ke mobil saja. Terima kasih ya, sudah mau membawakan ini," ujar Rio yang menyuruh Desy segera menuju mobilnya.
"Beb, tolong kasih aku waktu sedikit lagi ya. Please, nanti seminggu setelah ini, aku janji akan pulang dan kita liburan ke mana pun kamu dan Kevin mau. I'm promise, please ...."
"Aku bosan dengan janji kamu, Rio!"
"Sekali lagi, aku minta maaf ya, Sayang. Aku harus segera kembali ke tempat proyek, take care ya honey." Rio pun segera pergi meninggalkan Narra yang masih kesal itu.
Entah untuk kesekian kalinya, Narra kembali kecewa. Ia sudah berusaha bersabar. Namun, sebagai wanita normal, ia juga punya kebutuhan yang lama tak terlampiaskan.
Oh, My God!
Narra pun dengan rasa kesal dan marah karena kembali lagi gagal bercinta bersama Rio akhirnya berlari menuju kamarnya dan menutup pintu dengan sangat keras. Ia pun langsung tertidur, demi menahan emosinya.
-----
Pagi itu, Narra kembali ceria. Setelah semalam ia harus menekan segalanya demi menjaga keutuhan rumah tangganya.
Seperti biasa, setelah sarapan dan mengantar anak semata wayangnya ke sekolah, ia pun menuju tokonya. Rutinitas yang dilakukannya sejak menikah.
Narra memulai bisnisnya sendiri sejak menikah dengan Rio. Ia memiliki butik yang menjual pakaian tas serta aksesoris branded. Mudah baginya mendapatkan modal membuat butik berkelas, karena Rio memang seorang bisnisman yang sukses di usia muda.
Rio memang tak menyukai jika istrinya bekerja, tetapi ia membebaskan Narra untuk berbisnis apapun untuk mengurangi kejenuhan dalam mengurusnya dan anak semata wayang mereka.
Sesampainya di butik, ternyata sudah ada beberapa pengunjung. Ya, butik ini memang dipercayakan kepada adik semata wayangnya, Tania yang kebetulan mempunyai background bisnis.
"Morning ...." sapa Narra pada sang adik.
"Mbak, tumben awal datang. Ada apa?" tanya Tania yang heran dengan kedatangan sang kakak yang tak biasa sepagi ini.
"Emm ... gini lo, Dek ...." Narra seperti gelisah, ingin mengungkapkan sesuatu tetapi lidahnya kelu.
"Ada apa, Kak?" Tania pun jadi penasaran dengan tingkah sang kakak.
"Dek, Kakak mau tanya, boleh? Kalau laki-laki itu tidak mau .... " Narra kebingungan mengungkapkannya dengan kata-kata, hanya memberi sebuah kode.
"Oh, maksudnya .... " Tania pun paham maksud sang kakak.
"Apa ya? Mungkin Mas Rio punya selingkuhan kali di kantornya." Tania hanya bisa menerka begitu, maklum ia masih asyik jomblo tak paham tentang permasalahan rumah tangga.
"Selingkuhan???"
"No, No, No! Tidak mungkin dia selingkuh, Tan." Narra masih meyakini, meski ada keraguan.
"Coba mbak cari tahu di kantornya, enggak ada salahnya kan?" sahut Tania.
"Ke kantor ya? Hm, baiklah, nanti mbak coba. Thanks adek kesayanganku." Narra pun mencubit pipi chubby sang adik.
Narra pun akhirnya berpamitan dengan adiknya karena harus bertemu beberapa klien dan menjemput Kevin baru ia akan kembali ke butik.
Dalam perjalanan menuju sebuah cafe yang terdapat di sebuah gedung apartemen di bilangan Jakarta Selatan, ia berhenti di tepi jalan.
Memandangi sebuah gedung pencakar langit, tempat di mana ia dan Andre dulu berkuliah dan memulai hubungan cinta di tempat ini.
"Apa kabarmu, Andre?"
Saat sedang mengenang masa lalunya, suara ponselnya menyadarkannya dari lamunan.
"Astaghfirullah!"
"Hallo, Iya Pak, lima belas menit lagi saya sampai, Pak." Narra pun menyadari kesalahannya karena terlambat datang.
Narra pun akhirnya mengebut setelah sang klien mematikan teleponnya. Kurang dari lima belas menit, Narra pun sudah sampai di cafe tempatnya janjian dan sang klien pun sudah datang.
"Mohon maaf sekali Pak, agak terlambat karena jalanan macet." Narra mencoba berkelit dan dimaklumi sang klien.
"It's Ok, Bu Narra. Baiklah, gimana kalau kita langsung membahas soal kerjasama kita?" ujar Pak Bram tanpa basa-basi.
"Baik, Pak," jawab Narra.
Setelah berbicara panjang lebar dan sedikit perdebatan, akhirnya mereka sepakat bekerja sama. Setelah beberapa kontrak ditandatangani, akhirnya Narra pun kembali menuju sekolah Kevin dan Pak Bram kembali ke kantornya.
Perjalanan yang panjang dan harus melewati panjangnya kemacetan siang itu, Narra pun sampai di depan sekolah Kevin.
Tak lama berselang, Kevin datang dengan membawa banyak barang, hadiah ulang tahunnya hari ini.
"Waow, banyak sekali hadiahmu, Sayang." Narra baru ingat belum mempersiapkan hadiah, ia pun langsung mengajak Kevin menuju sebuah mall mewah dibilangan senayan, untuk memilih hadiahnya sendiri.
Narra pun berniat mengajak Rio untuk merayakan hari ulang tahun putra semata wayangnya untuk sekadar makan siang bersama. Hal langka yang beberapa tahun terakhir sulit dilakukan Rio.
Narra pun menghubungi ponsel Rio. Beberapa kali memanggil, tak ada jawaban sama sekali. Hingga entah yang ke berapa kalinya, panggilannya terjawab.
Namun, Narra heran plus kesal, karena bukan Rio yang menjawab panggilannya, tetapi seorang wanita yang akhirnya diketahui itu adalah asisten suaminya.
"Kenapa kamu yang angkat? Ke mana suami saya?!" tanya Narra ketus.
"Maaf, Bu, Pak Rio sedang meeting. Ada pesan? Nanti saya sampaikan setelah Pak Rio keluar dari ruang meeting,"
Narra yang terlanjur kesal pun langsung mematikan teleponnya. Shit! Kenapa dia yang memegang ponsel Mas Rio. Ada hubungan apa di antara mereka sebenarnya?
Narra pun tak ingin merusak suasana sang anak yang terlanjur happy, ia pun mencoba tersenyum di depan Kevin. Ia tak ingin permasalahannya dengan Rio berimbas pada Kevin. Akhirnya, mereka pun sampai di mall yang dituju.
Setelah beberapa jam menemani buah hati makan, bermain dan memilih hadiahnya sendiri, Narra pun mengajak Kevin untuk segera pulang.
"Kevin, kita pulang sekarang ya, udah sore, nanti kita kena macet," ajak Narra menggandeng tangan sang buah hati.
"Mami, Daddy ke mana? Kenapa tidak.ikut sama kita?" tanya bocah polos berusia 6 tahun itu.
Narra pun mulai mencari alasan, agar anaknya tak kecewa.
"Iya, Sayang, Daddy lagi meeting tadi, enggak bisa ikut sama kita deh." Narra berusaha menutupi kekesalannya.
"Hm ... baiklah, kalau gitu aku mau sekarang kita ke kantor Daddy." Kevin kini memaksa dan bersikeras tak mau pulang ke rumah.
Narra pun tak punya alasan menolaknya, jika bersikeras pulang, Kevin akan semakin marah saat di rumah.
"Ok, kita ke kantor Daddy." Narra pun segera membawa mobil merahnya menuju kantor sang suami yang tak jauh dari mall.
Sesampainya di depan kantor sang suami, Kevin yang sedang bersemangat segera saja keluar mobil dan berlari menuju ruang sang Daddy.
"Kevin, tunggu Mami, Nak!"
"Come on, Mami,"
Saat berada tepat di depan ruangan Daddynya, Kevin pun berhenti. Ia menunggu Maminya yang masih berada di belakang. Namun, tak lama berselang, Narra pun sampai dan membuka pintu ruangan tanpa mengetuknya terlebih dahulu, seperti biasanya.
Tak disangka, yang dilihatnya sungguh membuatnya murka, kecewa, sakit hati. Terlihat Rio dan sang asisten yang bernama Desi sedang ... ah, entah apa yang telah mereka lakukan.
Teriakan Kevin membuat semuanya kaget. Desi terlihat tak nyaman dan Rio, berusaha menjelaskan hal yang terjadi.
"Narra, ini tidak .... "
"STOP! Kalian sungguh menjijikkan! I hate you, Rio!" Narra pun segera berlari membawa Kevin yang kebingungan tentang yang terjadi pada kedua orang tuanya.
"Narra ... Narra .... " Rio berkali memanggil nama istrinya, tetap tak digubrisnya.
Narra berlari secepat mungkin dan sesampainya diparkiran, ia langsung masuk dan membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Pak, maafkan saya, semuanya jadi .... "
"No, Desi! Biar ini jadi urusan saya. Batalkan semua janji, saya harus segera menyusul Narra." Rio pun segera menuju mobilnya dan menyusul mobil sang istri.
bersambung ....
Buku lain oleh Michiko Jauzaa
Selebihnya