Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Sebuah mobil sport Porsche warna putih melaju sangat kencang di jalan tol yang lenggang di sore hari. Pengemudinya menikmati perjalanan dengan mendengarkan lagu melalui airpods nya bersama dengan jingga langit yang hampir menggelap hitam. Serta lampu-lampu jalanan yang berbaris rapih sinarnya menyala redup kalah dengan sang jingga.
Kicauan burung pipit melintas di atas atap mobil. Mengalahkan lantunan lagu Britney Spears every time yang memerdukan telinga Dinara si pecinta musik sendu. Dinara yang anggun mengenakan gaun seksinya yang berwarna hitam satin serta kacamata hitam bertengger manis di hidungnya.
Dengan rambut cepol belakang bak wanita seksi Korea. Memang Dinara masih ada keturunan Korea dari sang ayah, Kim Julian. Anak rambutnya tergerai indah di sela telinga dan sekitar dahinya yang sedikit berantakan menambah kesan natural.
Wanita itu baru saja pergi dari kota ke kota untuk menemui rekan kerjanya di sebuah acara besar. Karena perusahaan Dinara yang masih tergolong kecil jadi ia harus bergerak aktif mencari kenalan yang lebih hebat darinya dan melakukan kerjasama agar perusahaannya mengalami keuntungan yang lebih banyak.
Lagu dari Britney Spears pun berganti ke sebuah panggilan telfon dengan dering yang sangat keras. Wanita berusia 29 tahun itu lupa pengaturan suara deringnya belum ia kecilkan. Dan itu memekikan telinganya. Ternyata panggilan tersebut dari mamahnya sendiri, Sania Naura wanita paling seksi sekomplek Teratai. Tak perlu lama Dinara segera menjawab panggilan dari mamahnya. Si janda geulis itu.
"Hallo mah," Dinara lebih dulu menyapa.
"Hallo sayang," sapa Sania dengan bersemangat, suara Sania yang cempreng membuat Dinara memejamkan mata. Menurutnya suara yang terberisik di dunia ini adalah suara sang mamah. Apalagi jika ia sedang dalam mode mengomel. Wahhh mood Dinara hancur seketika gara-gara suara itu.
"Tumben nelfon, tau kan Dinara lagi kerja mamahku sayang," Dinara cepat memungkas.
"Tau dong sayang, tapi rasanya kamu udah di perjalanan pulang, kedengaran tuh suara mobil lewat,"
Nguinggg wushhhh!
Sialan! Mobil mengklakson dengan sangat keras ketika tanpa sadar Dinara mengendarai mobilnya ke tengah.
Dinara menghela nafasnya berusaha tenang mengendalikan mobilnya agar normal kembali. Telinga Sania lebih tajam dari hewan apapun. Sesungguhnya Dinara ingin sekali menghentikan telfonnya dan mendengarkan lagu kesukaannya yang belum selesai dimana ia dapat kedamaian saat mendengarkannya. Daripada mendengarkan suara mamahnya yang ujung-ujungnya mengomel tidak jelas. Sehingga suara sirine nya itu membuat telinganya berdengung.
"Ada apa sih mah?" tanya Dinara malas. Dari balik telefon ia memutar bola matanya.
"Kamu beneran pulang ke rumah kan? Gak mampir ke clubing lagi kan?" Seketika pertanyaan sang mamah yang ngawur membuatnya melotot dan mendengus kesal.
"Mamah nih ngaco, aku tuh udah cape ngapain juga pergi ke clubing, aku kan perginya kalau senggang aja itu juga kalau diajak besti, lagian ini juga masih sore ngapain ke clubing sore-sore,"
"Ya udah mamah tunggu ya, mamah mau ngasih tau sesuatu,"
"Uhhh sesuatu apa lagi? jangan aneh-aneh deh mah," desah Dinara sebal.
Panggilan pun berakhir, tanpa ada kata bye ataupun semacamnya. Sania memutuskan panggilannya lebih dulu. Bagi Dinara itu sudah menjadi hal yang biasa. Sebab ia dan Sania seperti sepasang kawan dan lawan. Namun hal yang dikatakan mamahnya, membuat ia memikirkan sesuatu. Apalagi yang mau mamahnya lakukan? Ia sudah cukup lelah dengan sang mamah yang sebulan 4 kali membawa pria asing ke rumah. Bahkan wajahnya berbeda-beda. Berpayah-payah mendeskripsikan kelebihannya, kepribadiannya dan apapun itu yang bahkan Dinara sendiri tak mau dengar.
Setelah sampai, pintu gerbang besar yang terbuat dari kayu jati tua dibuka oleh dua orang satpam berbadan besar berseragam hitam dari sebelah kiri dan kanan. Gerbang tersebut sangat sulit dibuka dan harus membutuhkan tenaga ekstra, maka dari itu Dinara memperkerjakan kedua satpamnya yang berperawakan seperti atlit MMA itu.
Rumah Dinara begitu besar. Ia punya banyak penjaga di rumahnya. Ini rumah jerih payah Dinara selama berbisnis. Namun di kota ini, semua orang tau kalau Dinara dan keluarganya adalah orang kaya dan terpandang. Apalagi papah Dinara yang sangat disegani oleh masyarakat karena Julian papah Dinara adalah mantan pejabat kota. Hingga akhirnya Julian mengalami kelumpuhan dan meninggal dunia akibat stroke.
Seperti yang biasa Dinara lakukan. Ia akan mengecek satu persatu koleksi mobilnya di garasi. Bukan garasi tapi tempat itu seperti galeri mobil. Di usia Dinara yang menginjak 29 tahun itu. Sudah mengoleksi 20 mobil antik sekaligus mobil sport kesukaan Dinara. Tentu saja mobil-mobil itu dibeli dari harta ayahnya dan hasil kerja kerasnya juga.
"Ih ni anak kebiasaan," tiba-tiba Sania nongol dari pintu masuk garasi lalu berjalan ke dalam garasi yang bisa dikatakan seperti galeri mobil. Suaranya yang cempreng mengagetkan Dinara. Wanita berusia 50 tahun itu menghampiri sang anak. Sepertinya sang mamah baru saja melakukan treatment kecantikan home service. Terlihat dari alis dan bulu matanya yang cetar membahana. Umur memang sudah setengah abad tapi kecantikan Sania tak bisa diragukan. Ia masih awet muda dan bentuk tubuhnya pun masih terjaga. Karena ia pernah menjadi atlit senam aerobik. Dinara pun mewarisi tubuh indah dan wajah cantik Sania. Bahkan Dinara punya tubuh yang lebih tinggi dan lekukan tubuh yang kontras.
"Apaan sih mah? Kok tiba-tiba ke sini sih? Keluar dulu mah, Dinara mau ngecek ada yang kegores-gores engga," ucapnya sembari fokus melihat satu persatu mobil-mobil kesayangannya itu dengan detail. Tangannya mengelap-elap. Memastikan debu-debu halus tidak bertengger di mobilnya.
"Ihhh mobil kamu dari tadi diem aja, gk ada yang kegores-gores,"
"Barangkali ada orang iseng masuk ke sini, terus bikin mobil Dinara lecet gimana, kan aku gak tau seharian ini siapa aja yang masuk ke galeri,"
"Kamu nih gak cape ya, tiap hari ke sini keliling galeri, gak ada kerjaan,"
"Ya emang ini pekerjaan Dinara," pungkas Dinara sembari sedikit menjulurkan lidahnya.
"Kamu ya! lebih mikirin mobil daripada umur kamu yang udah tua tapi gak nikah-nikah, lebih baik kamu cepetan cari jodoh, nikah, punya anak, kasih mamah cucu yang banyak, biar mewarisi semua harta kita, biar gak jatuh ke tangan yang salah, mamah juga udah tua, gak mungkin nemenin kamu terus, kasihan kamu hidup sebatangkara," omel Sania.
Dinara sudah sangat sabar dengan ucapan mamahnya ini. Omelan sang mamah sudah menjadi makanan sehari-harinya, apalagi soal pernikahan. Ia paling ngotot. Semenjak Sania bercerai dengan suaminya yang terakhir. Sania makin cerewet dan membuat Dinara sakit kepala setiap kali mendengarnya. Jadi Dinara tak menanggapi perkataan mamahnya sama sekali. Sania memiliki riwayat pernikahan yang cukup dramatis dan penuh lika-liku. Pertama ia menikah dengan ayah Dinara yakni Kim Julian. Pria campuran Korea dan Amerika. Kemudian setelah Kim Julian meninggal ia menikah lagi dengan pria kaya pengusaha batubara bernama Yosua Hadi Salim dan hanya bertahan selama 4 tahun lalu bercerai. Menikahlah ia yang ketiga kalinya dengan Dorigo Frans bule asal Perancis yang ia temui waktu liburan di Bali. Dan sama-sama menyandang duda janda. Tapi ternyata balas dendam Dorigo kepada mantan istrinya malah dilimpahkan kepada Sania. Pernikahan hanya bertahan selama 2 tahun. Selama itu Sania mendapat trauma yang membuat sepanjang malam menangis. Selama satu bulan kesedihan sang mamah, Dinara lah yang selalu menemaninya healing berkeliling kota bahkan berkeliling negara.