Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
My Teacher My Husband

My Teacher My Husband

Soffia

5.0
Komentar
88.8K
Penayangan
126
Bab

Dijodohkan. Satu kata yang menurut Kim benar-benar sebuah kata sial. Bagaimana tidak, tiba-tiba saja kedua orang tuanya memberikan pilihan tersulit. Menikah dengan laki laki yang sudah mereka pilihkan, atau justru melepaskan semua aset-aset pribadinya. Awalnya menolak, tapi ia pasrah ketika mamanya memohon. Tak mengenal, bahkan Kim tak tahu siapa laki-laki yang dijodohkan dengannya. Hingga akhirnya semua terungkap bahwa dia adalah Alvin, gurunya sendiri. Bayangkan. Bagaimana jadinya hubungan pernikahan di antara guru dan murid ini? Bukankah itu seperti perpaduan antara air dan api. Bukan hanya perbedaan usia, tapi juga pola pikir.

Bab 1 Info di pagi hari

Pagi ini masih sama seperti hari-hari biasanya, Sekolah Sekolah dan Sekolah. Hidup memang tak jauh-jauh dari yang namanya buku pelajaran. Itu jugalah yang dialami gadis bernama, Kimberly Hana Affandi, yang biasa dipanggil Kim atau Kimmy.

"Pagi Ma, Pa," sapa Kim pada mama dan papanya yang sudah berada di meja makan untuk menikmati sarapan.

"Pagi, Sayang," balas William dan Jessica.

"Loh, Mama pagi-pagi udah rapi aja, mau kemana, Ma?'' tanya Kim pada mamanya.

"Ini, Mama mau datang ke acara pembukaan butik teman Mama."

"Ooh," balas Kim, kemudian terus melanjutkan sarapannya.

Di saat sedang menikmati sarapannya, tiba-tiba papa dan mamanya malah sibuk berbisik-bisik. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Tapi ia merasa curiga kalau dirinyalah yang sedang menjadi pokok pembicaraan keduanya.

Kim berdehem, membuat kedua orang tuanya mengarahkan pandangan padanya. ''Papa sama Mama ngapain, sih, bisik-bisik?'' tanyanya penasaran.

Tampak William ragu-ragu untuk buka suara, tapi pada akhirnya bicara juga.

"Gini, Sayang. Papa sama Mama mau menjodohkan kamu dengan anak dari sahabat kami,'' terang William tiba-tiba.

Tentu saja itu membuat Kim kaget. Kupingnya saja langsung berasa panas mendengar ucapan papanya barusan.

"Dijodohin?'' tanyanya tak percaya. Bukan, ini lebih tepatnya ekspressi kaget.

"Iya, Sayang. Kamu mau, kan?'' tanya Jessica.

Dijodohkan? Siapa yang mau. Yakali dijodohin sama pacar sendiri, itu baru hal yang paling sempurna.

"Aduh ... Papa sama Mama apa-apaan, sih. Masa iya Aku dijodoh-jodohin segala. Aku juga masih Sekolah, Pa, Ma ... masih 18 tahun. Aku masih pingin kuliah, kerja, dan lain-lain lah pokoknya," jelasnya panjang lebar.

"Meskipun kamu menikah, kamu akan tetap Sekolah seperti biasanya, kok. Mau, ya?" tambah Jessica lagi seqkan berharap banyak jika Kim menerima.

"No!" pekiknya. "Apa Papa sama Mama pikir Aku nggak laku, sampe harus dijodoh-jodohin segala!?"

William menarik napasnya dalam, saat niatnya dan sang istri mendapat penolakan keras. Sebenarnya keduanya pun sudah menebak jika Kim akan memberikan reaksi seperti ini.

"Oke ... kalau gitu kamu tinggal pilih saja, terima perjodohan ini, atau ..." William menggantung ucapannya.

"Atau apa, Pa? Papa mau ngancem aku?"

"Atau ini semua Papa sita," ujar William sambil meletakkan kunci mobil, beberapa kredit card, ponsel dan tablet milik Kim di meja.

Kedua bola mata Kim langsung terbelalak melihat penampakan itu. Ia heran, bagaimana papanya bisa memegang semua aset-aset berharga miliknya?

"Kok semua milikku ada di Papa?"

"Asalnya dari Papa, tentu saja bisa."

"Papa," rengeknya.

"Jadi, gimana? Terima perjodohan yang kami putuskan, atau kehilangan semua ini?" tanya William seakan sengaja membuat putrinya terdesak untuk mengambil keputusan.

"Tapi, Pa ..."

"Kim, Sayang. Masa kamu nggak mau ngabulin permintaan kami ini. Cuma ini, Sayang ... Mama sama Papa nggak minta yang lain-lain. Sejak masih dalam perut, kamu Mama bawa-bawa. Pas udah lahir, Mama manja-manjain sampe saat ini. Kamu seorang yang kami punya, hanya ini permintaan kami, Nak," jelas Jessica mengeluarkan bakat terpendamnya yang tak tersalurkan.

Sudah jelas itu membuat Kim terharu. Karena hingga detik ini, ia tak pernah menolak apapun keinginan dan aturan orang tuanya. Melanggar aturan pun, ia pikir-pikir dulu, biar nggak terlalu mengecewakan kedua orang tuanya.

Dengan napas berat, ia akhirnya pasrah. "Ya udah, ya udah ... aku terima," setujunya dengan wajah ditekuk.

"Beneran, Sayang?" tanya Jessica antusias.

"Iya, Ma. Tapi ..."

"Tapi?'' tanya suami istri itu berbarengan.

"Kalau orangnya nggak ganteng, aku bunuh diri," ancam Kim.

"Oke," jawab keduanya pasti.

"Mama yakin, kamu nggak akan menolak laki-laki ini sebagai pasanganmu. Udah ganteng, berpendidikan, baik, dan kaya. Pokoknya semua yang terbaik ada pada dia," puji Jessica.

Entah kenapa, mendengar pujian-pujian yang diucapkan mamanya, malah membuat ia penasaran dengan sosok laki-laki itu. Tapi tetap saja, yang namanya perjodohan gimana mau enak. Kaya, tapi kasar. Bisa-bisa dirinya jadi korban KDRT di usia beliau. Lembut, tapi fisik minim. Duh, makin parah. Berharap sajalah agar semua hal buruk yang ada di dalam pikirannya tak sampai terjadi.

"Kalau gitu aku berangkat Sekolah dulu, Ma, Pa," ujarnya pada kedua orang tuanya.

Kim hendak menyambar semua barang-barang berharga miliknya yang tadinya mau di sita. Tapi, belum menyentuh, William malah menahan tangannya.

"Jangan bohong, loh," ingatkan William.

"Iya, Papa," balasnya sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian. Kemudian dengan secepat kilat memunguti semua benda-benda berharga miliknya yang tertata di meja. "Bye, Ma, Pa," tambahnya pamit.

"Belajar yang bener, jangan pacaran-pacaran, kan udah mau punya calon suami!" teriak Jessica pada Kim mengingatkan.

"Ahh, calon suami," gumam Kim sambil berlalu pergi.

---000---

Di tempat yang berbeda, seorang laki-laki berparas tampan juga sudah rapi dengan tuxedo yang menutupi tubuh atletisnya. Penampakan yang benar- benar sempurna, apalagi bagi mata kaum hawa.

Menuruni anak tangga, kemudian lanjut melangkah menuju meja makan. Menghampiri pasangan suami istri yang sudah menunggu di sana.

"Aku berangkat dulu," ucapnya pamit pada kedua orang tuanya yang saat itu berada di meja makan.

"Kamu mau kemana?'' tanya Doni pada putranya dengan suasana dingin.

"Aku mau ke Sekolah, nanti siang baru ke kantor," jawabnya tak kalah dingin.

"Duduk dulu, Papa sama Mama mau bicara hal yang penting sama kamu, Vin," ujar Doni yang segera dituruti oleh putranya.

"Ada apa?''

"Papa mau menjodohkan kamu dengan Putri dari teman Papa sama Mama. Namanya Kimberly. Dia juga salah satu siswi di Sekolahmu,'' jelas Doni langsung ke titik pembahasan.

Penjelasan Doni hanya ditanggapi Alvin dengan ekspressi dingin. Jujur, ia memang kaget, orang tuanya seolah memaksanya dengan perjodohan ini. Tapi, apa dayanya sebagai seorang anak. Ia hanya ingin orang tuanya bahagia. Meskipun hatinya tak menginginkan itu semua.

"Bagaimana, Vin?" tanya Doni menunggu balasan.

"Bukankah itu merupakan sebuah pernyataan, bukan pertanyaan. Jadi, aku tak perlu menjawabnya, kan," ungkap Alvin dingin.

Langsung bangkit dari posisi duduknya dan berlalu pergi begitu saja meninggalkan kedua orang tuanya yang bahkan belum memberikan penjelasan lainnya. Hanya saja, ia sudah memahami apa yang mereka inginkan.

Terlihat raut kesal di wajah Doni atas sikap Alvin. Ia belum selesai bicara dan dia sudah berlalu pergi begitu saja.

"Sabar. Alvin memang begitu, kan, sikapnya," ujar Karmila menenangkan sang suami.

Menarik napasnya panjang. "Terserah apa kata dia, yang jelas perjodohan ini tetap berlanjut."

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Soffia

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku