Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Good morning Pak Dosen (Series 3)

Good morning Pak Dosen (Series 3)

Soffia

5.0
Komentar
8.5K
Penayangan
10
Bab

Cinta datang memang tak memandang siapapun. Termasuk memandang kadar otak seseorang. Bahkan, seseorang yang bisa di bilang memiliki kadar otak rendah pun, bisa memiliki cinta seseorang yang pintarnya kelewatan. Tapi, bukan kehidupan namanya, kalau tak ada penghalang. Begitupun yang di alami oleh Axel Leo Dinata dan juga Elvio Nadira. Apakah mereka berdua bisa dan sanggup menghadapi halangan dan rintangan pada hubungan mereka?

Bab 1 Satu

Malam Minggu, adalah malam yang sangat keren bagi Dira. Karena ia bisa bertemu dan kencan dengan Leo, yang saat ini berstatus sebagai kekasihnya.

Ya, mereka memang bisa di katakan bertemu setiap hari di kampus. Tapi, sikap Leo padanya akan berbeda 400 derajat jika berada di kampus. Luar binasa, bukan. Yang jelas, kalau hanya berdua dengan Dira, sikap manis Leo akan muncul. Tapi, kalau sudah ada orang ketiga, setan di dalam dirinyalah yang mendominasi.

"Sekarang kita kemana lagi?" tanya Leo saat keluar dari cafe setelah makan malam berdua dengan Dira.

"Shooping," jawab Dira langsung bersemangat.

Leo langsung menghentikan langkah kakinya saat mendengar kalimat itu.

"Kenapa?" tanya Dira. " Nggak mau nemenin?"

"Ada yang lain, nggak? Shooping itu membuang-buang waktu, membuang-buang uang ... mending kita ke toko buku aja. Baca buku, bisa nambah ilmu," jelasnya panjang memberi solusi.

Dira mendengus mendengar pernyataan Leo. Haruskah hidupnya juga ikut bergelut dengan buku seperti cowoknya ini?

"Leo," panggil Dira.

Jujur saja, Leo sedikit tersentak saat Dira menyebut namanya. Pasalnya, biasanya Dira pasti akan memanggilnya dengan embel-embel, Bapak, Pak, atau apalah itu.

"Saat ini, di waktu ini, status kamu itu adalah pacar aku. Jadi, jangan bersikap seperti seorang dosen. Ntar, di kampus nggak apalah bersikap kayak gitu."

"Tapi, Ra ..."

Dira langsung saja menarik tangan Leo untuk pergi dari sana. Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja seseorang menabraknya. Gilanya lagi, segelas minuman yang ada di tangan orang tersebut malah mengguyur kepalanya.

"Kyaaaa!!!" teriaknya histeris. Dikira ia belum mandi apa, pake diguyur segala.

"Maaf, Mbak. Saya nggak sengaja," ucap orang tersebut meminta maaf. "Tapi, Mbak juga, sih, yang salah ... jalan nggak lihat-lihat,'' tambahnya lagi dan berlalu pergi begitu saja.

Kutu kupret, ingin rasanya Dira berkata kasar saat itu juga. Awalnya dia minta maaf, tapi ujung-ujungnya malah nyalahin dirinya juga? Andai saja Leo tak ada di sampingnya, mungkin ia akan hajar tu orang habis-habisan. Sampai bayangannyapun nggak bakal balik ke badannya.

"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Leo memastikan.

"Nggak apa-apa gimana, kamu nggak liat orang udah basah kuyup gini?" tanya Dira terus mengoceh.

"Lihat," jawab Leo. "Makanya aku nanya keadaan kamu. Ada yang sakit atau gimana?" tanya Leo sambil mengelap wajah Dira yang sudah cemong terkena guyuran segelas capuccino.

Ya, Dira tahu kalau yang mendarat di kepalanya barusan adalah segelas capuccino ... ada yang menetes ke bibirnya dan itu rasa capuccino. Manis.

"Iya, hati aku sakit banget sama tu orang," geram Dira masih belum terima.

"Jadi gimana ... masih mau shooping?" tanya Leo sedikit menahan senyumnya.

"Ya enggaklah, Bapak. Nggak lihat, kekasihmu ini udah kayak gini," dengus Dira kesal. "Bentar, aku ke toilet dulu. Tunggu aja di mobil." Dira berjalan meninggalkan Leo menuju toilet cafe.

Oke, sepertinya ini memang hari sialnya. Karena apa? Si toilet ternyata lagi bermasalah. Jadilah, ia kembali ke mobil masih dengan tampang lepek, kucel dan berlepotan.

"Kok masih jelek aja?" tanya Leo saat Dira kembali dengan wajah dan ekspressi yang masih sama. "Eh, maksud aku bukan gitu ..." Ia segera meralat ucapannya. Sebenarnya ia tak ingin mengatakan itu, tapi tiba-tiba saja bibirnya malah mengucapkan itu. Jadi, apalah dayanya.

"Jangan meledek," dengus Dira langsung saja masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah di bukakan Leo.

Di dalam mobil, Dira terus saja mengumpat karena tak tahan dengan rambut dan wajahnya yang lengket.

"Kenapa nggak dibersihin di toilet tadi?" tanya Leo.

"Toiletnya lagi rusak, Bapak," jawab Dira sambil menekankan kata 'Bapak' pada ucapannya.

Beberapa saat kemudian, Leo menghentikan laju mobilnya di parkiran sebuah hotel. Tentu saja Dira bingung.

''Kenapa berhenti di sini?" tanya Dira dengan kening berkerut.

Leo tak menjawab pertanyaan Dira. Justru ia malah turun dan membukakan pintu mobil buat Dira.

"Ayok," ajaknya sambil mengamit tangan Dira untuk mengikutinya.

Leo menuju ke meja receptionist, sementara Dira cuman bengong sambil celingak-celinguk kiri kanan, serta agak takut-takut. Apalagi melihat pengunjung di hotel ini, yang bisa di bilang tak tahu malu. Masa iya mereka bebas ciuman di depan umum gitu. Ya ampun, ini hotel atau neraka, sih.

"Hei ... kenapa?" tanya Leo mengagetkan Dira yang sedang menjernihkan pandangannya yang barusan terkontaminasi.

"Kita ngapain, sih, kesini?" tanya Dira sedikit berdiri mendekat pada Leo.

"Bukannya mau bersihin badan kamu?"

"Tahu nggak. Ini hotel, bukan toilet."

"Aku tahu ini hotel. Di sekitaran sini nggak ada toilet umum. Jadi, mending ke sini aja, lebih aman. Mau mandi sekalian juga bisa kan," terang Leo.

"Tapi, ini hotel apaan, sih. Orang-orang di sini pada gila semua ya. Masa iya ci ..."

Belum sempat Dira menyelesaikan perkataannya, Leo langsung menariknya pergi menuju nomer kamar yang terletak di lantai dua.

Hingga sampai di kamar yang dituju pun, Dira sudah merasa panas dingin melihat penampakan-penampakan yang membuat otaknya sedikit bergeser.

"Yakin, nih, aman?" tanya Dira penuh curiga saat sudah berada di depan pintu kamar.

"Maksud kamu, aman dari apa. Dari aku? Aku ini cowok baik-baik. Jadi, jangan berpikiran buruk padaku. Ayo masuk," ajak Leo lagi menarik Dira.

Padahal Dira memikirkan keamanan hotel ini, tapi Leo malah berpikiran lain lagi. Sudahlah, mungkin pikiran orang-orang ber'otak jenius memang begitu kali, ya. Lain yang dikatakan, lain pula yang dibahas.

Mau tidak mau, akhirnya Dira masuk juga mengikuti Leo yang sudah masuk terlebih dahulu.

"Di dalam kamar mandi ada handuk dan lain-lain. Ini, kamu pake kaos ku dulu," terang Leo sambil menyodorkan kaos oblong miliknya yang sengaja ia bawa dari mobil. "Rok kamu nggak kotor kan?"

Dira menggeleng menjawab pertanyaan Leo.

"Ya udah, sana mandi. Aku tunggu disini."

"Tapi, jangan ditinggal, ya?"

"Iya," jawab Leo. "Sana," suruhnya

Dira masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan badannya. Sementara Leo duduk di sofa menunggunya sambil sibuk dengan ponsel.

Baru beberapa menit, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar. Tentu saja Leo bingung, siapa yang bertamu? Tapi, ia kembali berpikiran positif, mungkin saja pegawai hotel.

Ia berjalan hendak membuka pintu kamar.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Soffia

Selebihnya

Buku serupa

Om Kos

Om Kos

Romantis

5.0

Warning! Explicit mature content included Mergokin pacar tidur sama teman sekampus, diusir dari kos, kucing kesayangan dilempar keluar rumah, ditambah hujan deras yang sedang mengguyur kota Pahlawan. Sungguh perpaduan sempurna untuk melatih kesehatan mental! Padahal semua ini hanya karena telat bayar kos sehari aja, malah dia ditendang dari rumah yang sudah diamanahkan untuk ia rawat oleh mendiang pemilik rumah. Ujian berat inilah yang sedang melanda hidup Mariska. Seolah Ujian Akhir Semester tak cukup membuatnya berdebar-debar karena harus pandai mengatur jadwal kuliah di sela kesibukannya bekerja. Namun, kata orang badai selalu datang bersama pelangi. Di tengah sadisnya ujian hidup yang harus Mariska hadapi ternyata takdir malah membawanya menuju tempat kos baru yang lebih modern, bersih, dengan harga sewa murah. Belum lagi jantungnya ikut dibuat berdebar kencang saat tahu pemilik kos ternyata pria muda, lajang, dan rrrr- hottie. Plus satu lagi yang bikin lebih jantungan, saat si Om kos malah ngotot ngajakin Mariska nikah detik ini juga. Kok bisa?! Apa alasannya? Ingin menghindar, tapi tak punya pilihan. Belum lagi saat keduanya semakin dekat malah Mariska jadi lebih sering mendapatan mimpi yang terasa seperti Deja Vu. Tanpa sadar memori gadis ini dipaksa kembali ke masa lalu di mana sebuah tragedi mengerikan menimpa keluarganya. Sanggupkah Mariska bertahan menjadi salah satu penghuni kos yang diisi oleh sekumpulan manusia nyentrik dengan beragam profesi tak terduga? "Mungkin ini cara Tuhan untuk mengajariku agar tak mudah menyerah." Ares tak menyangka bahwa dia akan bertemu kembali dengan cinta pertamanya melalui jalan takdir paling manis meskipun terasa tragis bagi keduanya. Lalu bagaimana dengan Mariska? Kapan ia sadar bahwa Ares adalah cinta pertamanya saat masih bocah dulu? Kisah seru mereka hanya bisa dibaca di Om Kos!

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku