Istriku Sibuk, Hatiku Kosong

Istriku Sibuk, Hatiku Kosong

Moh Bisriustofa

5.0
Komentar
693
Penayangan
31
Bab

Istrinya, Nadine Larasati, jarang berada di rumah setelah mendapatkan promosi di kantornya. Jangankan menghabiskan waktu berdua, bahkan saat Damien meminta haknya sebagai suami, Nadine selalu menolak dengan alasan sibuk dan kelelahan. Terlebih lagi, gaji Damien yang lebih rendah membuatnya harus mengambil peran sebagai bapak rumah tangga, mengurus segala keperluan rumah sementara Nadine semakin tenggelam dalam pekerjaannya. Namun, keadaan itu berubah ketika suatu hari Nadine membawa seorang gadis muda ke rumah dan memperkenalkannya sebagai asisten rumah tangga. Ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang membuat dada Damien terasa sesak sejak gadis itu datang.

Bab 1 Suasana di rumah terasa hening

Pagi itu, Damien duduk di meja makan, memandang kosong cangkir kopi yang sudah dingin. Suasana di rumah terasa hening, bahkan sunyi. Pagi-pagi sekali, Nadine sudah pergi tanpa seulas senyum atau sepatah kata. Dia selalu begitu belakangan ini-sibuk, terfokus pada kariernya, meninggalkan Damien yang mulai merasa seperti hantu di rumah mereka sendiri.

Dia tahu, mungkin banyak yang mengatakan bahwa ini adalah langkah yang baik untuk karier istrinya. Promosi yang diterima Nadine seharusnya menjadi kebanggaan mereka berdua. Tapi di sisi lain, Damien merasa seperti terperangkap dalam peran yang tidak pernah dia pilih.

"Sama sekali tidak ada waktu untuk kita berdua," gumamnya pelan, hampir tidak terdengar oleh dirinya sendiri. Setiap malam, Nadine pulang larut, dan ketika Damien mencoba berbicara, jawabannya selalu sama: "Maaf, aku capek." Seolah-olah dirinya, yang kini terjebak mengurus rumah, tidak lelah.

Akhir-akhir ini, ada rasa sepi yang semakin menggerogoti hatinya. Mereka jarang berdua, jarang berbicara, bahkan jarang bertemu mata. Nadine seolah tidak lagi melihatnya sebagai suami, melainkan hanya sebagai pria yang ada di rumah.

Damien mengambil napas dalam-dalam. Pekerjaannya sebagai seorang pengajar di sekolah swasta tidak membantunya menjadi lebih kuat menghadapi perasaan ini. Gajinya yang lebih rendah dibandingkan dengan Nadine membuatnya merasa lebih terperosok. Sejak Nadine mendapatkan jabatan lebih tinggi, peran mereka dalam rumah tangga berubah.

Seharusnya itu tidak masalah, pikirnya. Setiap pasangan pasti mengalami fase-fase sulit. Tapi ketika peran itu seolah mengubah segalanya, bahkan menjadi jembatan yang semakin jauh antara mereka, Damien tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.

Hari itu, Nadine pulang lebih awal. Damien, yang sedang membersihkan rumah, mendengar suara mobilnya memasuki garasi. Dia tidak berharap banyak. Hanya berharap untuk bisa sedikit berbicara dengannya. Tetapi saat pintu rumah terbuka, sosok yang keluar dari mobil bukanlah Nadine sendiri, melainkan seorang gadis muda yang tampak sedikit canggung.

"Ini Lia, asisten rumah tangga yang baru," ujar Nadine dengan nada santai, seolah ini adalah hal biasa.

Damien menatap gadis itu dengan bingung. Lia? Asisten rumah tangga?

"Selamat datang, Lia," kata Damien, berusaha terlihat ramah meskipun kebingungannya lebih besar daripada rasa senangnya.

Nadine tersenyum tipis. "Dia akan tinggal di sini mulai hari ini. Aku pikir ini akan membantu mengurus rumah sementara aku lebih banyak bekerja."

Damien tidak tahu harus merasa lega atau justru lebih tertekan. Rumah ini, yang dulu mereka huni bersama dengan penuh kebahagiaan, kini terasa seperti ruang yang semakin sempit. Nadine lebih memilih untuk membawa orang lain ke dalam kehidupan mereka daripada meluangkan waktu untuknya.

Lia hanya tersenyum kikuk. Nadine melanjutkan, "Aku harus kembali ke kantor untuk beberapa pekerjaan tambahan. Aku akan makan malam di luar nanti."

Tanpa menunggu respons, Nadine pergi, meninggalkan Damien dan Lia di ruang tamu yang sunyi. Lia tampaknya tidak tahu harus bagaimana, tetapi Damien bisa merasakan ketegangan di udara. Dia menarik napas, mencoba menenangkan dirinya, meskipun jantungnya berdebar lebih cepat.

"Apa kamu ingin duduk?" tanya Damien, meskipun dia tahu ini bukan percakapan yang dia inginkan.

Lia mengangguk perlahan dan duduk di kursi yang ada di dekat meja makan. "Terima kasih," jawabnya, masih dengan senyum yang tidak mengurangi kesan canggung yang ada.

Damien merasa begitu asing. Mereka hanya berdua, tetapi hatinya terasa semakin jauh dari Nadine. Ini bukan hanya masalah pengganti pembantu. Ini tentang kenyataan yang baru saja terbentuk di hadapannya-kenyataan yang mungkin tidak bisa lagi dia ubah.

Kehidupan mereka berdua telah berubah begitu drastis, dan saat Nadine kembali ke rumah hanya untuk membawa orang asing sebagai "pembantu," Damien tahu dia harus memutuskan untuk bagaimana menghadapi perubahan ini.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Moh Bisriustofa

Selebihnya

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku