/0/23722/coverbig.jpg?v=99d347a720b226ce13c8e6b617d987ca&imageMogr2/format/webp)
Istrinya, Nadine Larasati, jarang berada di rumah setelah mendapatkan promosi di kantornya. Jangankan menghabiskan waktu berdua, bahkan saat Damien meminta haknya sebagai suami, Nadine selalu menolak dengan alasan sibuk dan kelelahan. Terlebih lagi, gaji Damien yang lebih rendah membuatnya harus mengambil peran sebagai bapak rumah tangga, mengurus segala keperluan rumah sementara Nadine semakin tenggelam dalam pekerjaannya. Namun, keadaan itu berubah ketika suatu hari Nadine membawa seorang gadis muda ke rumah dan memperkenalkannya sebagai asisten rumah tangga. Ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang membuat dada Damien terasa sesak sejak gadis itu datang.
Pagi itu, Damien duduk di meja makan, memandang kosong cangkir kopi yang sudah dingin. Suasana di rumah terasa hening, bahkan sunyi. Pagi-pagi sekali, Nadine sudah pergi tanpa seulas senyum atau sepatah kata. Dia selalu begitu belakangan ini-sibuk, terfokus pada kariernya, meninggalkan Damien yang mulai merasa seperti hantu di rumah mereka sendiri.
Dia tahu, mungkin banyak yang mengatakan bahwa ini adalah langkah yang baik untuk karier istrinya. Promosi yang diterima Nadine seharusnya menjadi kebanggaan mereka berdua. Tapi di sisi lain, Damien merasa seperti terperangkap dalam peran yang tidak pernah dia pilih.
"Sama sekali tidak ada waktu untuk kita berdua," gumamnya pelan, hampir tidak terdengar oleh dirinya sendiri. Setiap malam, Nadine pulang larut, dan ketika Damien mencoba berbicara, jawabannya selalu sama: "Maaf, aku capek." Seolah-olah dirinya, yang kini terjebak mengurus rumah, tidak lelah.
Akhir-akhir ini, ada rasa sepi yang semakin menggerogoti hatinya. Mereka jarang berdua, jarang berbicara, bahkan jarang bertemu mata. Nadine seolah tidak lagi melihatnya sebagai suami, melainkan hanya sebagai pria yang ada di rumah.
Damien mengambil napas dalam-dalam. Pekerjaannya sebagai seorang pengajar di sekolah swasta tidak membantunya menjadi lebih kuat menghadapi perasaan ini. Gajinya yang lebih rendah dibandingkan dengan Nadine membuatnya merasa lebih terperosok. Sejak Nadine mendapatkan jabatan lebih tinggi, peran mereka dalam rumah tangga berubah.
Seharusnya itu tidak masalah, pikirnya. Setiap pasangan pasti mengalami fase-fase sulit. Tapi ketika peran itu seolah mengubah segalanya, bahkan menjadi jembatan yang semakin jauh antara mereka, Damien tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.
Hari itu, Nadine pulang lebih awal. Damien, yang sedang membersihkan rumah, mendengar suara mobilnya memasuki garasi. Dia tidak berharap banyak. Hanya berharap untuk bisa sedikit berbicara dengannya. Tetapi saat pintu rumah terbuka, sosok yang keluar dari mobil bukanlah Nadine sendiri, melainkan seorang gadis muda yang tampak sedikit canggung.
"Ini Lia, asisten rumah tangga yang baru," ujar Nadine dengan nada santai, seolah ini adalah hal biasa.
Damien menatap gadis itu dengan bingung. Lia? Asisten rumah tangga?
"Selamat datang, Lia," kata Damien, berusaha terlihat ramah meskipun kebingungannya lebih besar daripada rasa senangnya.
Nadine tersenyum tipis. "Dia akan tinggal di sini mulai hari ini. Aku pikir ini akan membantu mengurus rumah sementara aku lebih banyak bekerja."
Damien tidak tahu harus merasa lega atau justru lebih tertekan. Rumah ini, yang dulu mereka huni bersama dengan penuh kebahagiaan, kini terasa seperti ruang yang semakin sempit. Nadine lebih memilih untuk membawa orang lain ke dalam kehidupan mereka daripada meluangkan waktu untuknya.
Lia hanya tersenyum kikuk. Nadine melanjutkan, "Aku harus kembali ke kantor untuk beberapa pekerjaan tambahan. Aku akan makan malam di luar nanti."
Tanpa menunggu respons, Nadine pergi, meninggalkan Damien dan Lia di ruang tamu yang sunyi. Lia tampaknya tidak tahu harus bagaimana, tetapi Damien bisa merasakan ketegangan di udara. Dia menarik napas, mencoba menenangkan dirinya, meskipun jantungnya berdebar lebih cepat.
"Apa kamu ingin duduk?" tanya Damien, meskipun dia tahu ini bukan percakapan yang dia inginkan.
Lia mengangguk perlahan dan duduk di kursi yang ada di dekat meja makan. "Terima kasih," jawabnya, masih dengan senyum yang tidak mengurangi kesan canggung yang ada.
Damien merasa begitu asing. Mereka hanya berdua, tetapi hatinya terasa semakin jauh dari Nadine. Ini bukan hanya masalah pengganti pembantu. Ini tentang kenyataan yang baru saja terbentuk di hadapannya-kenyataan yang mungkin tidak bisa lagi dia ubah.
Kehidupan mereka berdua telah berubah begitu drastis, dan saat Nadine kembali ke rumah hanya untuk membawa orang asing sebagai "pembantu," Damien tahu dia harus memutuskan untuk bagaimana menghadapi perubahan ini.
Bab 1 Suasana di rumah terasa hening
04/04/2025
Bab 2 disediakan
04/04/2025
Bab 3 rutinitas yang sama
04/04/2025
Bab 4 seolah menjadi mantra
04/04/2025
Bab 5 Mengungkap Misteri
04/04/2025
Bab 6 Jangan coba menutupi lagi
04/04/2025
Bab 7 menentukan takdirnya
04/04/2025
Bab 8 sesibuk
04/04/2025
Bab 9 menggenggam hatinya
04/04/2025
Bab 10 terkatup rapat
04/04/2025
Bab 11 perasaan yang saling bertentangan
04/04/2025
Bab 12 perasaan sesak
04/04/2025
Bab 13 Tanpa mereka sadari
04/04/2025
Bab 14 mendekatkan mereka
04/04/2025
Bab 15 tidak bisa menyangkal
04/04/2025
Bab 16 mengoyak ketenangan
04/04/2025
Bab 17 Setelah Andra pergi
04/04/2025
Bab 18 menahan perasaan cemas
04/04/2025
Bab 19 siapa yang menggerakkan mereka
04/04/2025
Bab 20 bertindak cepat
04/04/2025
Bab 21 membuat segala sesuatunya
04/04/2025
Bab 22 menambah gelap
04/04/2025
Bab 23 tak kunjung reda
04/04/2025
Bab 24 berdiskusi telah habis
04/04/2025
Bab 25 kenyataan pahit
04/04/2025
Bab 26 memproyeksikan
04/04/2025
Bab 27 Tidak ada kepanikan
04/04/2025
Bab 28 menenangkan diri
04/04/2025
Bab 29 kenyataan yang dihadapinya
04/04/2025
Bab 30 mencari petunjuk
04/04/2025
Bab 31 kenangan indah
04/04/2025
Buku lain oleh Moh Bisriustofa
Selebihnya