/0/23719/coverbig.jpg?v=20250526182731&imageMogr2/format/webp)
Leonard Mahendra adalah seorang pria mapan berusia 38 tahun, yang hingga kini masih melajang. Ia tidak pernah benar-benar mencari pasangan, hingga takdir mempertemukannya dengan Evelyn, putri sahabatnya, yang terpaksa tinggal di rumahnya karena sang ayah bekerja di luar negeri. Evelyn adalah gadis ceria, polos, dan penuh semangat. Kehadirannya membawa warna baru dalam kehidupan Leonard yang selama ini tenang dan teratur. Namun, tanpa disadari, perhatian Leonard yang awalnya sebatas kepedulian perlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam-sesuatu yang tak seharusnya ia rasakan. Ketika Evelyn menyadari perasaannya sendiri, ia terjebak dalam dilema besar. Bagaimana mungkin ia jatuh cinta pada teman ayahnya sendiri? Dan apa yang akan terjadi saat sang ayah mengetahui rahasia yang mereka simpan?
Leonard Mahendra duduk di ruang tamu yang terletak di sudut rumahnya. Suasana tenang dan sunyi, hanya terdengar suara kipas angin yang berputar lembut di sudut ruangan. Pagi itu, seperti biasa, ia menyeduh secangkir kopi hitam yang sudah menjadi rutinitas setiap hari. Rumah yang besar dan megah ini terasa sepi, tanpa ada suara riuh anak-anak atau kehadiran seorang wanita. Sungguh, hidupnya berjalan sangat teratur, tanpa ada gangguan berarti.
Tapi segalanya mulai berubah ketika Evelyn, putri sahabat lamanya, datang untuk tinggal bersamanya. Sang ayah, yang bekerja di luar negeri untuk beberapa tahun ke depan, meminta Leonard untuk menjaga Evelyn, yang baru saja lulus dari universitas. "Jaga dia baik-baik, Leonard. Kamu tahu betapa pentingnya dia bagi kami," pesan sahabatnya yang selalu membuat Leonard merasa lebih seperti keluarga daripada sekadar teman.
Leonard tidak pernah menyangka bahwa kehidupan yang awalnya tenang dan teratur itu akan berubah begitu cepat. Ia mengingat hari pertama Evelyn datang, wajahnya yang cerah dan senyumnya yang selalu membuatnya terkesima. Namun, ia mencoba menahan perasaan itu, mengingat ia adalah seorang teman lama ayah Evelyn, dan tidak ada yang bisa lebih rumit dari menjalin hubungan dengan anak sahabat sendiri.
Pagi itu, Evelyn masuk ke ruang tamu, membawa seplastik roti bakar dan secangkir jus jeruk. "Pagi, Om Leonard. Ini buat sarapan," kata Evelyn dengan senyum cerianya, sambil meletakkan makanan di meja.
Leonard menatapnya, berusaha untuk tetap tenang, namun hatinya tak bisa menghindari detak yang lebih cepat setiap kali melihat Evelyn. "Terima kasih, Evelyn. Kamu baik sekali," jawabnya, mencoba mengalihkan perhatian dengan melanjutkan pekerjaan yang belum selesai di mejanya.
Namun, Evelyn tidak menghiraukan kata-katanya dan duduk di samping Leonard, memperhatikan layar laptopnya. "Om Leonard, aku harus ngerjain laporan ini. Bisa bantuin aku?" tanyanya, dengan mata yang memohon.
Leonard mengalihkan pandangannya ke Evelyn, ragu sejenak. "Tentu, aku bisa bantu, tapi aku rasa kamu bisa melakukannya sendiri. Kamu sudah lulus kuliah, kan? Pasti sudah cukup pintar untuk ini," jawabnya, meski di dalam hati ia ingin lebih dekat lagi dengannya.
Evelyn tertawa kecil. "Iya, tapi kadang aku butuh bantuan Om. Kamu lebih berpengalaman, kan?"
Leonard tersenyum tipis, merasa canggung. Evelyn sangat polos dan tak tahu betapa sulitnya baginya menjaga jarak dengan gadis yang sudah begitu dia anggap sebagai adik sendiri, meski hatinya menyimpan perasaan yang jauh lebih rumit. "Baiklah, kita lihat apa yang bisa aku bantu," jawabnya, menghindari tatapan langsung dari Evelyn.
Sementara itu, Evelyn yang sibuk dengan laporan di laptopnya sesekali mencuri pandang ke arah Leonard. Ada sesuatu yang berbeda hari ini. Ada ketegangan yang terasa di antara mereka, meski tidak diungkapkan secara langsung. Ia merasa ada yang berubah, meski tak tahu persis apa itu.
Setelah beberapa saat, Evelyn menutup laptopnya dan memandang Leonard dengan serius. "Om Leonard, aku ingin bertanya sesuatu," katanya, suaranya sedikit ragu.
Leonard menoleh, sedikit terkejut. "Tanya saja, Evelyn. Apa yang kamu pikirkan?"
Evelyn menghela napas, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku tahu ini mungkin aneh, tapi... aku merasa aku mulai melihatmu sebagai lebih dari sekadar teman ayahku." Ia menunduk, wajahnya memerah. "Maksudku, Om Leonard, kadang aku merasa lebih nyaman denganmu daripada dengan orang lain. Aku... aku merasa kita bisa saling memahami."
Leonard terdiam, perasaannya langsung campur aduk. Ia bisa merasakan kedekatan yang Evelyn rasakan, namun itu adalah perasaan yang tak bisa ia balas. Mengingat posisi mereka, hal itu tidak boleh terjadi. "Evelyn, kita harus hati-hati dengan perasaan seperti itu," kata Leonard akhirnya, suara berat, mencoba mengatur kata-katanya. "Aku tahu kamu merasa begitu, tapi kamu harus ingat kita hanya teman, dan aku sudah seperti keluarga buatmu."
Evelyn merasa cemas mendengar itu, hatinya mulai berkecamuk. "Tapi Om, aku nggak bisa membohongi perasaanku. Aku suka kamu, dan... aku merasa nyaman di dekatmu."
Leonard merasakan dadanya sesak. Ia tahu, perasaan Evelyn bukan hanya sekadar kekaguman biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam, dan itu membuatnya takut. Ia menatap Evelyn dengan penuh perhatian, mencoba menjaga ketenangannya. "Evelyn, aku tahu ini sangat sulit, tapi kita tidak bisa membiarkan perasaan itu berkembang. Aku lebih tua dari kamu, dan kita punya hubungan yang harus kita jaga."
Namun, meskipun kata-kata itu keluar begitu tegas, Leonard tahu bahwa dirinya pun tak mampu sepenuhnya mengabaikan perasaan yang tumbuh dalam dirinya. Dan saat itu, ia sadar bahwa mungkin ia sudah terperangkap dalam perasaan yang tak bisa ia hindari.
Tiba-tiba, pintu depan terbuka, dan Gustavo, ayah Evelyn, muncul di ambang pintu. Ia baru saja kembali dari perjalanan bisnis yang panjang.
"Evelyn, Leonard," sapa Gustavo, senyum lebar terukir di wajahnya. "Aku baru saja sampai. Ada apa ini? Kenapa kalian terlihat canggung seperti itu?"
Evelyn cepat-cepat menyembunyikan ekspresinya, mencoba menenangkan dirinya. "Nggak, Pa. Kami hanya ngobrol aja."
Leonard berpura-pura santai, meskipun ada ketegangan yang jelas terjaga antara dirinya dan Evelyn. Namun, satu hal yang pasti-kehadiran Gustavo kali ini mungkin lebih penting daripada yang mereka duga. Karena tak lama setelah itu, semuanya akan berubah.
Bab 1 hanya terdengar
04/04/2025
Bab 2 keduanya berusaha menjaga
04/04/2025
Bab 3 belum mereda
04/04/2025
Bab 4 menciptakan irama
04/04/2025
Bab 5 Gustavo
04/04/2025
Bab 6 Kejadian malam
04/04/2025
Bab 7 Menanggung Konsekuensi
04/04/2025
Bab 8 bisa kembali
04/04/2025
Bab 9 mengubah arah
04/04/2025
Bab 10 Pagi yang cerah tiba
04/04/2025
Bab 11 seakan waktu bergerak
04/04/2025
Bab 12 malam penuh pemikiran
04/04/2025
Bab 13 apa yang akan datang
04/04/2025
Bab 14 semakin mendalam
04/04/2025
Bab 15 sulit untuk diterobos
04/04/2025
Bab 16 tampak lebih tua
04/04/2025
Bab 17 Tidak hanya tentang ayahnya
04/04/2025
Bab 18 halaman belakang rumah
04/04/2025
Bab 19 begitu berat
04/04/2025
Bab 20 kecemasan
04/04/2025
Bab 21 menghindari kenyataan
04/04/2025
Bab 22 ruang kerja
04/04/2025
Bab 23 menghantuinya
04/04/2025
Bab 24 tentang hubungan
04/04/2025
Bab 25 dibayangi oleh ancaman
04/04/2025
Bab 26 Gugatan yang datang begitu tiba-tiba
04/04/2025
Bab 27 Keputusan yang harus mereka buat sekarang
04/04/2025
Bab 28 jebakan-jebakan
04/04/2025
Bab 29 pertempuran
04/04/2025
Bab 30 berusaha merangkai
04/04/2025
Buku lain oleh Moh Bisriustofa
Selebihnya