Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Rahasia Istri yang Terlantar
Gairah Liar Pembantu Lugu
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Kembalinya Mantan Istriku yang Luar Biasa
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kala malam dingin mencekam. Hujan deras jatuh menghantam atap rumah besar, mewah, dan bertingkat dua. Di kamar paling belakang, yang terletak di dekat dapur, seorang wanita tidak bisa tidur. Ia terus memandang ponsel, yang baru seminggu lalu dihadiahkan untuknya. .
Gadis bermata sedang, yang memiliki bulu mata yang lentik. Tubuhnya ramping dengan perut datar tanpa lemak. Lekukan pinggul yang terlihat sangat mencolok. Ya, ia memang rajin merawat tubuhnya, meskipun ia hanya seorang pembantu di rumah besar itu.
Namanya Inayah Cahya Putri. Dia terpaksa menjadi pembantu setelah putus sekolah. Karena, ayahnya meninggal ketika dia masih duduk di kelas dua SMA. Inayah akhirnya memutuskan untuk merantau ke kota metropolitan. Kota di mana kehidupan begitu keras.
Alasannya hanya satu, Inayah sudah bosan hidup di kampung dengan segala tekanan dari sang ibu. Namun, setelah hidup di kota Inayah tetap tidak melupakan ibu dan juga adik-adiknya. Gaji Inayah selalu dia kirimkan ke kampung, termasuk bonus-bonus yang sering dicurahkan oleh majikannya–Edric.
Setelah sang ayah tiada, ibunya Inayah selalu menjadikan Inayah pelampiasan amarahnya. Inayah adalah anak sulung dari lima orang bersaudara. Hanya Inayah yang sudah menginjak usia remaja. Selebihnya masih masih SD, ada yang TK, dan juga balita.
Akhirnya, lewat akun media sosialnya, Inayah berhasil mendapat kerja di rumah keluarga Dawson. Keluarga yang berasal dari keturunan Inggris, tetapi sudah menetap di Indonesia.
Selain modal akun media sosial, Inayah juga meninggalkan kampung halamannya dengan modal nekat. Bagaimana tidak? Dia belum pernah sama sekali berkunjung ke kota Jakarta. Kemudian, tiba-tiba memutuskan untuk mengadu nasib ke sana. Sungguh hal yang tak patut dicontoh.
Mata indah Inayah tak kunjung bisa dipejamkan. Tangan sedikit bergetar, dia coba untuk meraih benda pipih pemberian tuan Edric Dawson. Kemudian, mengetikkan beberapa kalimat dengan bibir yang kian bergetar. Rasa was-was itu kian merajai hati Inayah.
Inayah :" Tuan, saya belum juga haid."
Secepat mungkin Inayah mengirimkan pesan itu. Dia pandangi ceklis dua yang belum juga berubah warna. Ketakutan semakin besar bersarang dalam dadanya. Bagaimana jika dia hamil? Itulah yang terus mengganggu pikiran Inayah, sebulan belakangan.
Inayah kembali menjatuhkan dirinya di kasur, yang lumayan empuk. Dia tatap kasur itu dengan tatapan sendu. Di kasur itulah, dia kehilangan keperawanannya untuk pertama kali. Hubungan terlarang itu berawal dari sebuah ancaman dan paksaan. Namun, seiring berjalannya waktu, Inayah mulai terbuai oleh kelembutan sikap majikan laki-lakinya.
"Kamu cantik, Nay. Saya suka semua yang ada di tubuhmu." Begitulah pujian yang sering diucapkan oleh Tuan Edric padanya.
Inayah mulai menangis, ketika pesannya tak kunjung dibalas oleh majikannya. "Apakah aku harus datang ke kamar Tuan Edric?" tanya Inayah membatin.
Inayah melangkah ke pintu, tetapi niat itu akhirnya dia urungkan. Dia takut, jika nyonya besar rumah itu sedang bermalam di rumah, dan memergoki aksinya. Bisa-bisa dia dipecat dan dibunuh.
Nyonya Anne memang wanita cantik yang super sibuk, sehingga kadang-kadang Inayah tidak tahu, kapan majikan perempuanya menginap di rumah. Hal itu sudah lumrah terjadi. Anne dan Edric punya kunci rahasia untuk membuka setiap pintu ruangan. Oleh sebab itu, dia bisa saja masuk kapanpun dia mau. Meskipun Anne berada di negara yang berbeda. Termasuk bisa membuka kamar tidur Inayah.
Inayah berbalik, kembali ke kasur. Mencoba untuk berbaring, dan memejamkan mata. Esok pagi dia sudah harus bangun, untuk mengurus rumah besar itu.
***
Di meja makan, Tuan Edric makan dengan lahap. Masakan Inayah selalu pas di lidahnya. Bahkan, dia rela untuk meninggalkan kebiasaan makan di luar, agar bisa tetap menyantap makanan buatan Inayah. Semenjak Inayah menjadi pembantu di rumah besar itu. Ada banyak perubahan pada Tuan Edric.
"Benar kamu tidak haid bulan ini, Sayang?" Suara bariton Edric membuat kepala Inayah terangkat. Sejak tadi dia hanya diam sambil menunduk dalam-dalam. Dia sangat kecewa, karena centang pesan itu masih belum berubah warna.
"Ba … bagaimana Tuan tahu? Sedangkan pesan itu belum Tuan baca." Inayah memberanikan diri untuk bersuara. Walaupun, Edric menganggapnya sebagai kekasih, tetapi bagi Inayah dia hanyalah budak pemuas nafsu tuannya. Hal itu juga yang membuatnya selalu bertutur formal pada Edric.
"Hehehe, pesan itu sudah aku baca. Baiklah, hari ini aku libur. Kita akan pergi cek ke dokter. Kamu setuju, Sayang?" Mata indah milik Edric menatap Inayah yang masih betah berdiri di sisi meja.