Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
I love you Mas duda

I love you Mas duda

@mamak12345

5.0
Komentar
835
Penayangan
41
Bab

Meysa berusaha menerima perjodohan demi membalas budi pada orangtuanya. Menikah dengan duda beranak dua. Akan tetapi anak tiri tak menyukainya dan mantan istri selalu mengusik hidup mereka. Seiring berjalannya waktu, rasa suka dan sayang tumbuh di antara mereka berdua. Dan berencana dalam waktu dekat ini akan melangsungkan pernikahan. Segala cara di upaya sang mantan untuk menggagalkan pernikahan mereka. Mulai dari menghasut kedua anaknya agar membenci calon ibu sambung mereka. Lalu memfitnah Meysa saat bekerja di kantor suaminya dengan sebutan pelakor. Hingga menyuruh orang untuk mencelakakan penghulu, agar pernikahan mereka gagal. Akankan semua usaha sang mantan membuahkan hasil? Ikuti terus kisah cinta Meysa dan Harry hingga selesai. Untuk pembaca setia, jangan lupa tinggalkan like, komen serta ratenya ya. Terima kasih

Bab 1 Permintaan Papa

Bab 1.

Meysa berusaha menerima perjodohan ini. Sebagai baktinya kepada orangtua yang telah membesarkan dan mendidiknya. Akan tetapi bisakah dia membuka hati untuk mencintai jodoh pilihan orangtua yang seorang duda beranak dua. Bisakah anak tiri menerima kehadirannya. Serta mantan istri yang sering mengusik hidup mereka.

*******

"Selamat Pagi, Pa, Ma!" sapaku. Pagi ini aku sarapan sambil terburu-buru.

"Hmm, pasti kesiangan lagi, belakangan ini Meysa sering tidur larut malam karena menyelesaikan tulisan skripsinya," jelas Mama ke Papa.

Papa menyudahi sarapannya. Diam sambil tertegun memikirkan sesuatu. Belakangan ini terlihat perubahan di dirinya. Tubuhnya yang ringkih termakan usia dan kulit mulai keriput, serta rambut pun sudah banyak di tumbuhi uban, pertanda usia telah memasuki senja.

"Boleh Papa berbicara sesuatu," ucap Papa.

"Ada apa kelihatannya serius amat?" tanya Mama.

"Papa berniat menjodohkan kamu dengan anak temanku, namanya Harry. Ia menjabat sebagai manajer di perusahaan keluarganya.

"Apa kamu bersedia menerima tawaran Papa?" tanya Mama padaku.

"Kita tidak ada pilihan lagi, bila anak kita mau di jodohkan maka biaya kuliahnya akan terselamatkan. Hutang ku ke orangtua Harry akan lunas," jelas Papa sambil menerawang menatap langit dapur.

Aku tak menjawab pertanyaan Papa. Cepat kusudahi sarapan ini lalu berpamitan sambil mencium punggung tangan mereka.

Sepanjang jalan aku kepikiran terus dengan ucapan Papa tadi. Setahun belakangan ini, usaha yang dikelola Papa mulai mengalami sepi serta hampir bangkrut. Biaya hidup semakin banyak dan meningkat. .

Satu mobil sudah terjual, sertifikat rumah sudah tergadai. Tinggallah satu sepeda motor yang aku pakai untuk transport kuliah. Adikku menggunakan angkot karena sekolahnya tidak begitu jauh dari rumah mereka.

*****

Saat ini aku tengah persiapkan kelulusan. Tekadnya untuk jadi Sarjana Manajemen harus segera terwujud. Untuk mendapat penghasilan aku nyambi berbisnis online. Menjual baju, sepatu, tas, kosmetik apasaja yang diinginkan temen kuliah atau pelanggan di medsos, pasti bisa aku orderkan.

Hampir setiap hari aku disibukkan dengan buku-buku tebal, dan mesin printer. Soal lelah, sudah pastilah demi membahagiakan kedua orangtua dan membantu biaya kuliah dan sekolah adikku,

Sembari menunggu dosen di samping kantor, aku mengingat semua perjuangan untuk sampai di tahap ini. Kampus ini banyak menyimpan kisah cintaku.

Kekasih yang pergi menghilang tanpa kabar. Belakangan di ketahui sudah balikan dengan mantannya. Untuk apa mempertahankan lelaki yang tak serius mencintainya. Tapi ya sudahlah, jodoh sudah di atur Tuhan. Aku lebih memikirkan kondisi Papa.

Belakangan ini kulihat Papa sering sakit, jarang membuka usahanya. Padahal toko busana itu lah satu-satunya penghasilan keluarga ini.

Mama hanya seorang ibu rumahtangga.

Tak terasa lamunanku di kaget kan oleh suara orang yang belakangan ini sering ku kejar dimana pun berada.

Bu Devi sedang mengomel dan melotot hampir lompat tuh biji mata, melihat ke arahku.

"Hey ... dari tadi di panggil kok tidak menyahut?" seru Bu Dosen sambil berkacak pinggang di depanku.

"Habisnya dari tadi di tungguin, Ibu tidak keliatan. Saya tanya kebagian admin kantor, di suruh tunggu saja. Orang penting memang susah di ajak ketemu, kalah Ibu Pejabat," ledekku.

"Mana tugas skripsi kamu, biar saya koreksi. Waktu saya tidak banyak!"

Sombong amattt, batinku dalam hati.

Sembari menyodorkan makalah ke meja Bu Dosen. Kelihatan Bu Dosen membolak-balik kan kertas sambil mengernyitkan dahinya, lalu mencoret beberapa tulisan di makalahku.

"Saya beri waktu tiga hari untuk meralat tulisan itu ya, kabari saya kalau sudah selesai!" perintahnya sambil meletakkan begitu saja berkas di atas meja,

Ia pun berlalu meninggalkan aroma parfum yang kadang harum, kadang anyep tercium di hidungku yang bangir ini.

Aku melihat coretan di makalah tadi. Duh, Tuhan, padahal susah payah aku melakukan riset ke kantor itu, kenapa harus balik lagi kesana, mana karyawannya pada jutek lagi.

Aku memijat dahi untuk menghilangkan pusing di kepala ini. Sambil berjalan menyusuri parkiran, mata ini jelalatan kesana kemari mencari sepeda motor milikku.

Loh, kok tidak ada, biasa ku parkirkan di bawah pohon dekat pos sekuriti. Keringat mulai bercucuran, cuaca panas terik lagi.

"Mey, nyari apa sih, kok mukamu pucat begitu, berkeringat lagi?" tanya farah si sohib baik hati.

"Duh, bantuin yuk nyari sepeda motorku!" pintaku semakin panik.

"Sebentar ya." Farah berlalu meninggalkan pikiranku yang makin kacau.

Ku rogoh tas, lalu mencari kunci kontak di dalamnya. Buku dan berkas semua ku keluarkan. Tetapi kunci yang dicari tidak ketemu juga.

Aku menengadahkan wajah ke langit. Matahari serasa di atas kepala, menyilaukan mata yang mulai berair. Aku terduduk di bawah pohon rindang di sela parkiran ini.

Bagaimana kalau sepeda motor itu hilang. Apa yang akan ku katakan kepada Papa? Hanya itu satu-satunya kendaraan yang kami punya. Aku menyeka airmata yang mengalir di pipi, pikiranku kalut.

Dari jauh kelihatan Farah berjalan bersama sekuriti kampus. Aku beranjak dari duduk dan menyeka airmata sekali lagi.

"Sudah, jangan menangis," ucap Farah sambil memelukku. Ku lihat dia senyum sambil melirik Sekuriti di sebelahnya.

"Lain kali jangan ceroboh lagi ya Non.

Kunci kontaknya di cabut jangan di gantung begitu saja. Bahaya lo!" ucap sekuriti sambil menyerahkan kunci kontak ke tanganku.

Ternyata ketika waktu aku terburu-buru tadi mengejar Bu Dosen, kunci kontak lupa dicabut. Seperti biasa setelah mahasiswa masuk semuanya. Sekuriti wajib keliling melakukan patroli di pelataran parkiran.

Kelihatan ada kunci kontak sepeda motor yang masih tergantung. Tidak tahu punya siapa, lalu sekuriti mendorongnya ke pos penjagaan.

Aku mengucapkan terima kasih berkali-kali ke sekuriti, sambil memeluk sahabatku.

"Loh, seharusnya saya dong yang dipeluk, Non. Kan saya yang nemuin sepeda motornya!" protes Sekuriti itu sambil cengengesan mengedipkan mata ke arah Kami.

"Oh, peluknya dalam hati saja ya Pak," ejekku sambil menstater sepeda motor.

Sekuriti tersebut menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil berlalu.

"Selesai ini kamu hendak kemana Mey?" tanya Farah.

"Aku harus pulang Far, hendak memeriksa berkas ini. Makalahku banyak yang salah. Bu dosen hanya memberi waktu singkat untuk memperbaikinya," jelas ku.

"Oke lah, sampai ketemu besok ya," ucap kami hampir berbarengan.

******

Alhamdulillah, sampai juga di rumah, gumamku sambil membunyikan klakson.

"Assalamu'alaikum Ma!" ucapku. Kok sepi rumah ini, pada kemana ya.

"Maaa, Maaa!" panggilku. Tidak ada juga sahutan dari dalam rumah.

"Mbak Mey, ini kunci rumahnya! Tadi di titip ke saya. Papa Mbak Mey tiba-tiba pingsan, jadi dibawalah oleh Mama ke rumah sakit menggunakan taksi," jelas Bu Lili tetangga sebelah rumah.

"Oh, terima kasih ya Bu," ucapku.

"Iya, sama-sama Mbak Mey," ucap Bu Lili sambil berlalu.

Aku mengambil ponsel lalu menelepon Mama.Panggilanku tersambung, setelah mendapatkan alamat rumah sakitnya. Aku langsung tancap gas kesana.

******

Setengah jam kemudian.

"Assalamu'alaikum Ma!"

"Wa'alaikumsalam!" Mama membuka pintu.

Langsung ku peluk wanita paruh baya ini, keliatan matanya sembab habis menangis.

"Apa yang terjadi, bagaimana keadaan Papa, Ma?" tanyaku panik.

Sambil menghela nafas, Mama menjelaskan bahwa kondisi Papa drop, hingga pingsan, karena banyak pikiran. Aku terdiam membisu mendengarkan ucapan Mama.

Ma ... Maaa, terdengar suara Papa memanggil" Ia mulai siuman, sambil membuka mata melihat sekelilingnya. Mungkin mendengar suara berisikku ini kesadaran beliau langsung kembali.

"Papaa, apa yang dirasakan sekarang?" tanyaku sambil memeluk dan merebahkan kepala di sampingnya.

Sepertinya Papa hendak membicarakan sesuatu, tapi kelihatan ragu untuk berbicara. Lalu Mama menjelaskan sekali lagi maksud mereka untuk menjodohkan aku dengan anak koleganya.

Aku diam terpaku, sambil duduk bersandar di dinding kamar. Apa mungkin aku menikah dengan orang yang belum kukenal apalagi mencintainya. Tapi bagaimana dengan biaya kuliah ini. Tabunganku telah terpakai untuk modal jualan online. Seribu pertanyaan berkecamuk di dalam kepala ini.

Bersambung ....

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh @mamak12345

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku