Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
I Love You Chef

I Love You Chef

LucioLucas

5.0
Komentar
1.9K
Penayangan
28
Bab

Renata Deanita akhirnya kembali jatuh cinta, setelah cukup lama menyandang status single. Dan yang lebih parahnya, ia harus jatuh cinta dengan atasannya yang terkenal galak, dingin, angkuh serta memiliki tatapan setajam elang. Arjuna Tunggajaya Nuraga, pria yang disukai oleh Renata secara diam-diam. Namun, siapa sangka ternyata Arjuna juga memiliki rasa yang sama terhadap Renata. Hanya saja dia terlalu takut untuk mengungkapkannya. Bukan apa-apa, tapi karena Arjuna tak ingin mengulang kisah asmarahnya yang kelam—ditinggalkan oleh istrinya ketika pernikahan mereka baru menginjak usia enam bulan. Hingga sebuah ciuman spontan yang diberikan Arjuna kepada Renata mengubah segalanya, ciuman yang kemudian berlanjut menjadi malam-malam panas yang bergelora dan penuh hasrat di Kota Bandung. Hubungan mereka berjalan begitu lancar, sehingga keduanya tak ingin menunda-nunda lagi untuk membawa status mereka ke jenjang yang lebih serius—pernikahan. Tapi, apakah benar, tidak ada yang mengintai dan mengancam hubungan Renata dan Arjuna? Bagaimana kalau ancaman itu justru datang dari orang yang tidak pernah mereka duga?

Bab 1 ILU Chef - 1

"Jantungku selalu berdetak lebih cepat ketika melihat sosokmu." - Renata Deanita -

Pagi ini, Renata bangun dengan rasa bahagia dan semangat yang menggebu-gebu. Bagaimana tidak? Hari ini adalah hari pertamanya bekerja sebagai Sous Chef, posisi yang membuatnya otomatis berada satu tingkat di bawah Executive Chef yang bertanggung jawab pada semua resep di salah satu hotel terkenal di Indonesia. Yaitu SHANGRI’LA HOTEL & RESORT.

Karena ini adalah hari pertamanya bekerja, jadi Renata tidak ingin terlambat datang satu detik pun. Dia bergegas untuk mandi saat jam dinding sudah menunjukan pukul enam. Renata tinggal sendiri sejak setahun yang lalu, semenjak kedua orangtuanya meninggal dunia. Dimulai dari ibunya yang meninggal karena mengidap kanker rahim. Selanjutnya, beberapa bulan kemudian sang ayah meninggal karena mengidap kanker paru-paru. Saat itu, Renata dan adiknya - Renita - sangat terpukul. Bukannya satu orangtua, mereka harus kehilangan dua-duanya. Meskipun begitu, baik Renata maupun Renita bisa hidup secara mandiri.

Sang adik, Renita sudah hidup bahagia dengan suaminya dan kini tinggal di Palembang. Renata tidak masalah, jika sang adik mendahului dirinya untuk menikah. Karena mereka berdua telah sepakat bahwa siapa yang mendapat jodoh terlebih dahulu, maka dia harus segera menikah. Ditambah lagi, keluarga mereka tidak pernah percaya pada mitos-mitos yang beredar - bahwa seorang adik tidak boleh melangkahi kakaknya dan menikah duluan.

Bukan berarti Renata tidak pernah berhubungan dengan pria. Dia pernah merasakannya, sekali dalam hidupnya, sebelum akhirnya disakiti. Dia harus rela menerima kenyataan bahwa sang kekasih ternyata sudah memiliki istri. Itulah yang menyebabkan Renata tidak ingin lagi menjalin hubungan apapun dengan seorang pria. Cukup sekali ia melakukannya dan cukup sekali ia merasakan sakit hati akibat cinta. Sekarang, ia hanya akan fokus pada karirnya. Menjadi wanita karir jauh lebih baik daripada berhubungan dengan yang namanya pria.

Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit bagi Renata untuk membersihkan tubuhnya. Kemudian dia berjalan menuju lemari pakaian dan mencari chef jacket berwarna putih. Setelah mengenakan chef jacket kebanggaannya, berikut jaket denim, Renata pun mengambil toolbag yang berada di atas lemari. Lalu memulai dengan memasukkan dua buah kain lap, satu buah apron hitam, cook hat beserta dua buah pisau berukuran sedang yang mungkin saja akan dibutuhkannya. Tak lupa juga, ia memasukkan buku catatan kecil dan pulpen - untuk menuliskan beberapa resep baru, yang pasti akan ia dapatkan di hotel nanti.

☆☆☆☆☆

"Sudah siap bekerja hari ini?"

Ini adalah kedua kalinya Renata bertemu dengan Arjuna Tunggajaya Nuraga - Executive Chef sekaligus atasan langsungnya. Kesan pertama yang terlintas di kepala Renata saat ia diwawancara Arjuna pria itu masih muda, juga tampan, boleh dibilang seksi abis, dengan rahang kuat dan sorot mata yang tajam. Tidak itu saja, tubuhnya juga atletis walaupun ditutupi oleh chef jacket yang lumayan besar. Saat itu, Renata tidak sadar bahwa dia mengigit bibir bawanya seraya memandangi Arjuna dari atas ke bawah.

Hari ini, ketika dia dibawa oleh asisten human resources untuk menemui Arjuna, pria itu masih setampan kali pertama dia melihatnya. Bahkan mungkin lebih tampan. Dan kesan angkuh serta sikap dinginnya masih sama seperti kali pertama.

Renata mengangguk dan menjawab tegas pertanyaan pria itu, "Sudah, Pak."

Arjuna menatap Renata sejenak, memeriksa tampilan wanita itunsebelum berujar tegas, “Bagus. Selamat datang kalau begitu."

Yang Renata tidak tahu, Arjuna juga menyimpan kesan sendiri. Pertama kali dia melihat Renata, dia berpikir wanita itu memang cantik tapi terlihat lugu dan terkesan tolol. Tapi riwayat hidup dan pengalaman kerjanya cukup mengesankan. Dan hari ini ketika Renata mengenakan seragam chef, wanita itu terlihat cukup profesional. Selanjutnya, Arjuna hanya perlu mengetes kemampuan wanita itu.

Renata masih bergeming sehingga Arjuna membentak pelan.

"Apa kamu di sini hanya untuk memandangi saya seperti itu?" tanya Arjuna. yang membuat Renata tersentak.

"Eh?" ucap Renata spontan.

Arjuna menghela napas gusar, baru saja dia berpikir wanita itu tidak tampak tolol. "Ikut saya!" Tanpa menunggu apakah wanita itu mengikutinya ataukah tidak, Arjuna membuka pintu kantor dan berderap menuju medan tempurnya - dapur hotel yang berukuran besar. Setelah perkenalan basa-basi, seluruh staf di ruangan tersebut menyebar ke mana-mana, masing-masing siap meneruskan pekerjaannya kembali, sehingga tinggallah Renata dan Arjuna yang masih saling berdiri berhadapan. Arjuna mendengus sejenak dan berbalik memungungi Renata, hanya untuk mendapati bahwa wanita itu masih mengikutinya.

"Mau mengikuti saya sampai mati?" Arjuna membalikkan tubuhnya dan menatap Renata yang kelihatan kebingungan.

"Ya? Eh, maaf ya, Pak." Renata sedikit membungkukkan tubuh, dengan maksud meminta maaf.

"KERJA!!!" teriak Arjuna, nmemekakkan kedua telinga Renata dan membuat seisi dapur tak berani nmenatap mereka berdua.

"Ba-baik, Pak." balas Renata dengan bibir bergetar karena rasamterkejutnya yang belum juga hilang.

Wanita itu melihat Arjuna yang melangkah menjauhinya. Prianitu kembali pada pekerjaannya yaitu memasak. Renata dapat melihat betapa lincahnya kedua tangan Arjuna dalam mengolah bahan dan bumbu masakan. Hingga Renata merasakan senggolan pelan pada bahunya.

"Yang sabar, ya," ucap orang yang baru saja menyenggol bahunya.

"Gue Imelda, lo?"

"Ke-Renata," jawab Renata pelan, kemudian bergerak untuk berdiri di samping Imelda yang sedang memotong beberapa sayuran.

"Kayaknya cuma kita cewek yang ada di dapur ini. Syukurlah, akhirnya gue dapat teman kerja cewek juga di sini. Kalau gak,nbisa resign lama-lama. Pada gak waras semua."

Renata merasa bahwa Imelda adalah tipe orang yang mudah bergaul, sehingga dia mulai tak sungkan dengan teman barunya tersebut. Sambil ikut memotong beberapa sayuran, Renata pun mulai bertanya kembali. "Emangnya, orang-orang di sini pada nggak wa--"

"RENATA!" Teriakan itu berhasil membuat tubuh Renata menegang seketika. "Coba kamu buatkan saya Cream Soup!" perintah Arjuna, yang entah kapan sudah berada di belakangnya.

"Cepat!" bentaknya. "Kalau kerja di sini, jangan lelet. Dan satu lagi, kamu tidak perlu saya suruh-suruh untuk membuat ini, itu atau apapun. Kamu harus bisa bekerja sendiri, punya inisiatif sendiri, cek daftar makanan apa saja yang kosong dan kamu bisa membuatnya."

Renata mengangguk pelan dengan tubuh yang masih bergetar kecil. Kemudian, dia membalikkan tubuh dan mulai mengambil bahan-bahan untuk membuat Cream Soup. Cream soup bukan masalah besar, dia bisa membuatnya dengan cepat dan benar. Dan tentu saja enak, terbukti saat Imelda mencicipi buatannya tersebut.

"Cream Soup terbaik yang pernah gue rasain di sini, ya punya lo," puji Imelda yang membuat kedua pipi Renata memerah karena tersipu.

"Makasih, Kak Imelda."

"Sudah, panggil aja Imelda, Imel, Elda, atau apapun, terserah lo. Jangan panggil gue pake embel-embel Kak, karena gue nggak suka. Dan lo jangan pernah merasa canggung sama gue. Kita bisa berteman dengan baik, oke?"

Setidaknya ada Imelda yang dapat membuatnya tenang dan betah berada di dapur. Ada Imelda yang menjadi penghiburnya ketika atasannya itu berteriak dan membentak dirinya. Tapi Renata suka. Dia suka karena bisa bekerja di dapur ini. Bukan karena suka kepada Arjuna Tunggajaya Nuraga.

Renata sedang sibuk membuka apron dan melipatnya dengan rapi, ketika Imel mendekatinya. "Renata, lo mau makan siang sekarang?"

Renata mengangguk cepat, karena memang dia sudah lapar. Jadi, mereka berdua pun mulai meninggalkan dapur untuk mengunjungi kantin khusus karyawan di hotel ini.

"Eh, kenapa sih lo mau kerja sini?" tanya Imelda sembari mengambil nasi, tempe mendoan, dan tumis tauge tahu.

"Ya, karena gue suka sama dapur," balas Renata ketika mereka sudah menempatkan diri pada kursi yang tersedia.

Imelda menghela napas saat mendengar jawaban Renata yang terdengar bodoh. Bukan jawaban itu yang Imelda harapkan dari seorang Renata Deanita. Melainkan alasan mengapa Renata mau melamar di hotel ini.

"Gue baru kenal lo hari ini. Dan gue mencium bau-bau kalau lo cukup bego kalau diajak bicara," tawa Imelda berderai disela-sela memasukkan suap demi suap nasinya.

"Eh, emang gue salah ya?"

"Jelas-lah Re. Maksud gue tuh, kenapa lo mau melamar di hotel ini." Imelda mendengus kesal, bagaimana mungkin seseorang yang ahli bekerja di dapur memiliki tanggapan selambat ini.

"Oh... Ya, pertama gue lihat tuh latar belakang hotel ini, kedua gue belum punya kerjaan sejak berhenti dari hotel lama dan yang ketiga, ini impian gue bisa bekerja di hotel bintang lima. Sous chef lagi."

"Tapi ya," Imelda memotong-motong tempe mendoannya hingga menjadi beberapa keping. "Lo harus kuat hati, kuat mental. Jangan cengeng kalau lu emang mau kerja di sini."

"Maksud lo?" tanya Renata tak mengerti. Ekspresi polos yang ditampilkannya membuat Imelda menghela napas. Betapamlemotnya otak si Renata ini.

"Coba gue tebak, kesan lo pas pertama lihat Pak Arjuna tuh pasti galak, dingin dan angkuh. Terus, tadi lo nggak dengar apa, Pak Arjuna bentak-bentak dan teriakin lo? Beuh...itu mah belum apa-apa," jelas Imelda sembari memakan tumisan tauge tahu yang tersedia.

"Dan lo harus kuat hati jika nanti Pak Arjuna kasih lu omongan yang pedas melebihi cabe. Ya, walaupun gue akui, Pak Arjuna itu ganteng dan seksi abis. Bahkan gue suka horny kalau dekat-dekat sama dia." Kalimat itu nyaris membuat Renata tersedak, dia cepatnmenelan makanannya.

"Dan satu lagi, Pak Arjuna itu seorang duda."

Penjelasan itu membuat Renata membulatkan kedua matanya.

"Duda? Kok bisa, sih?"

"Iya dia duda, padahal pernikahannya baru jalan enam bulan. Mereka juga baru cerai satu bulan yang lalu," jelas Imelda kepada Renata.

"Lo tau alasan Pak Arjuna cerai?"

"Seperti yang gue dengar ya..." Imelda mendekatkan wajahnya pada telinga kanan Renata dan berbisik rendah. "Istrinya selalu nggak puas, kalau main sama dia."

"Masa sih, Del? Ah, lo bohong kali, secara gitu ya, Pak Arjuna itu ganteng, tajir sih udah tentu, dan duh... seksi abis. Masa sih dia duda," ujar Renata menolak tak percaya.

"Udah ah, nggak baik ngomongin atasan. Nanti kualat." Dan piring wanita itu juga ikut tandas begitu dia menutup pembicaraan tentang kehidupan pribadi atasannya.

"Intinya, lo harus kuat-kuat ya. Dan selamat datang di dapur kami. Semoga lo betah ya, Re."

Renata tersenyum sembari memikirkan kenapa seorang Arjuna yang tampan dan seksi bisa menjadi seorang duda? Dan satu lagi... Renata selalu merasakan jantungnya berdebar hebat setiap kali dia melihat sosok Arjuna.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh LucioLucas

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku