"Aku suka sama Mbak." Ucap Halil dengan senyum lebarnya. Innara mengerutkan dahi dan memandang pria yang usianya dua tahun lebih muda sekaligus bawahannya itu dengan tatapan tajam dan dingin. "Jangan suka sama saya. Saya ini lebih cocok jadi kakak kamu daripada jadi pacar kamu." Jawab Innara dengan ketus seraya berbalik pergi. "Siapa juga yang mau jadi pacar Mbak." Ucap Halil ketus yang membuat Innara kembali berbalik memandangnya dengan bingung. "Aku maunya Mba jadi istri aku aja." Lanjutnya kembali dengan senyum lebar yang membuat Innara kesal. "Lagipula Mbak jangan khawatir, postur tubuh aku bisa nyembunyiin usia Mbak yang lebih tua." Jawabnya yang membuat Innara merasa ditampar kenyataan. Inilah kisah putra Nadira-Erhan. Yang belum baca cerita mereka boleh mampir dulu ke "Bujang Kaya Jatuh Cinta."
"Saya terima, nikah dan kawinnya Azanie Layli binti Parsa Zakaria dengan mas kawin berupa satu set perhiasan emas dibayar tunai!"
Gaungan kata sah membahana di seantero gedung yang sudah didekorasi secara mewah itu. Doa dilantunkan dan kemudian tradisi-tradisi lainnya dilanjutkan.
Innara memandang layar di hadapannya dengan hati teriris pedih. Bagaimana tidak, seharusnya, dirinyalah yang muncul di dalam layar itu. Menjadi wanita paling berbahagia di hari pernikahannya. Namun sayangnya, takdir berkata tidak. Belum waktunya dia untuk bahagia.
Innara mematikan layar dengan remote di tangannya. Jika saja dia tidak bisa mengendalikan diri, mungkin saat ini yang akan dilakukannya adalah melempat remote yang ada di tangannya ke layar sehingga layar itu rusak. Tapi untuk apa?
Alih-alih menuruti emosi dan kemarahannya, Innara memajukan kursi rodanya dan meletakkan remote tepat di samping televisi layar lebar yang ada di ruang keluarganya.
Innara tidak bisa mengatakan kalau paket dikirim ke rumah secara tidak sengaja. Adiknya-atau lebih tepatnya, adik sambungnya-tahu bahwa Innara saat ini tidak berdaya dan hanya bisa berdiam diri saja di rumah sehingga pastinya Azanie memerintahkan pihak WO yang mengurusi pernikahannya untuk mengirimkannya dengan jasa kurir tepat di siang hari dimana tidak ada orang lain disana selain Innara dan asisten rumah tangganya.
Innara memutar kursi rodanya dan ia berhadapan langsung dengan asisten rumah tangga yang sudah mengurusnya sejak kecil.
"Non," lirih wanita paruh baya itu dengan tatapan sendu.
Innara mengangkat sudut mulutnya, menunjukkan senyum miris. Apalagi yang bisa dia lakukan? Apa dia harus memaki pembantunya hanya karena nasib sial yang menimpanya? Tentu tidak. Wanita itu tidak salah. Takdir Innara lah yang memang tidak beruntung.
"Aku baik, Bi. Bibi gak usah khawatir." Ucapnya seraya melajukan kursi roda ke kamarnya. Kamar yang terpaksa diubah semenjak kecelakaan yang dialaminya.
"Non butuh sesuatu? Mau makan sesuatu?" Tanya Bi Tuti lagi seraya berjalan mendekat.
"Gak usah, Bi. Nara mau tidur aja." Jawabnya dan memajukan kursi rodanya secepat yang tangannya mampu.
Sebisa mungkin Innara menutup pintu kamarnya dengan pelan. Lagi-lagi, dia harus mengendalikan emosinya meskipun yang diinginkannya saat ini adalah membanting pintu dengan keras.
Ia memajukan kursi roda menuju tempat tidur, memasang rem dan kemudian memindahkan tubuhnya dengan susah payah ke atas tempat tidur dan berbaring menatap langit-langit dengan nyalang.
Innara sudah lelah menangis. Dan ia pikir, ia sudah tidak lagi memiliki airmata. Tapi rupanya ia salah, airmata itu masih saja jatuh dengan begitu deras, sehingga yang bisa Innara lakukan adalah menutup wajahnya dengan menggunakan bantal. Menghalau suara isakan yang keluar tak tertahankan dari mulutnya.
Dadanya sesak. Rasanya teramat sangat sakit.
Pesta mewah yang ia siapkan untuk dirinya sendiri, yang ia buat seindah mungkin sehingga dia bisa menjadi seorang ratu akhirnya dimiliki oleh orang lain. Pernikahan yang ia bayangkan akan berjalan dengan indah, tidak lagi menjadi miliknya. Semua mimpi yang sudah ia buat akhirnya menjadi milik adik tirinya, Azanie Layli.
Bohong kalau Azanie tidak menginginkannya. Innara tertawa kecut. Sejak awal-entah kapan bermula dan karena apa-Azanie selalu menginginkan apa yang menjadi milik Innara. Entah apa alasannya, adik tiri yang dulu bersikap manis padanya berubah menjadi adik tiri yang sinis, seperti yang sering terjadi di drama-drama.
Innara memutar tubuhnya. Ia memandang jendela yang menghadap taman indah yang ditata rapi oleh ibunya. Ia tidak pernah membayangkan kalau semua hal indah akan berubah menjadi seperti ini. Tapi inilah takdirnya. Inilah yang harus Innara hadapi. Kenyataan, bahwa ia bukan hanya kehilangan calon suami dan kehidupan pernikahan yang berbahagia, tapi ia juga harus kehilangan adik tiri, menjaga jarak dengan ibu kandung dan ayah sambungnya dan yang tidak kalah buruknya, ia mengalami cacat fisik akibat kecelakaan yang ia alami.
Bab 1 Prolog
29/01/2024
Bab 2 Part 1
29/01/2024
Bab 3 Part 2
29/01/2024
Bab 4 Part 3
29/01/2024
Bab 5 Part 4.1
29/01/2024
Bab 6 Part 4.2
29/01/2024
Bab 7 Part 5
29/01/2024
Bab 8 Part 6.1
29/01/2024
Bab 9 Part 6.2
29/01/2024
Bab 10 Part 7
29/01/2024
Bab 11 Part 8
29/01/2024
Bab 12 Part 9
29/01/2024
Bab 13 Part 10.1
29/01/2024
Bab 14 Part 10.2
29/01/2024
Bab 15 Part 11
29/01/2024
Bab 16 Part 12.1
29/01/2024
Bab 17 Part 12.2
29/01/2024
Bab 18 Part 13
29/01/2024
Bab 19 Part 14.1
29/01/2024
Bab 20 Part 14.2
29/01/2024
Bab 21 Part 15
29/01/2024
Bab 22 Part 16.1
29/01/2024
Bab 23 Part 16.2
05/02/2024
Bab 24 Part 17
06/02/2024
Bab 25 Part 18
07/02/2024
Bab 26 Part 19
08/02/2024
Bab 27 Part 20.1
09/02/2024
Bab 28 Part 20.2
10/02/2024
Bab 29 Part 21
11/02/2024
Bab 30 Part 22.1
12/02/2024
Bab 31 Part 22.2
13/02/2024
Bab 32 Part 23
21/02/2024
Bab 33 Part 24
22/02/2024
Bab 34 Part 25
23/02/2024
Bab 35 Part 26
24/02/2024
Bab 36 Part 27
24/02/2024
Bab 37 Part 28
25/02/2024
Bab 38 Part 29
25/02/2024
Bab 39 Part 30
26/02/2024
Bab 40 Part 31
27/02/2024
Buku lain oleh AmmanyaL
Selebihnya