Mbak, I Love You
alanan batu di bawahnya. Kepalanya tertunduk memandang pita yang menjadi penghias sepatu berwarna merah mudanya. Dia buka
mereka. Ayah dan ibu, dan juga adik. Sementara dirinya, dia hanya bisa duduk sendiri
elabu sang nenek memandangnya dengan khawatir. "Ada yang salah? Nara
nggelengkan kepala. "Nara gak sakit, Nin." Ja
ai. Ia pandai menutupi perasaannya yang sebenarnya dan selalu berusaha men
ntuk corong tersebut. Neneknya hanya tersenyum. Saat rambut Innara jatuh menghalangi
gak bisa kesini sama Bun
emilih untuk menjilat eskrim di tangannya sebelum
. Kan Nara dulu bilang kalo Nara juga mau jadi dokter kayak Bunda
jalani masa residen. Saat masa akhir kuliahnya, ibunya bertemu dengan ayahnya yang kala itu sedang menengok saudaranya yang sedang proses m
m baku tembak saat sedang menjaga perbatasan. Ada seorang penyelundup yang mengambil ikan dari p
udah mendapatkan pertolongan pertama, namun karena keadaan darurat dan tembakan yang mendekati jantung membuat
mendiang ayahnya. Di mata semua orang, ayah Innara adalah pria yang hebat. Ayah yang sayang sekali terhadap putrinya da
angnya dari orang-orang di sekitarnya, Innara menjadi sangat mencintai pria itu.
mpahan kasih sayang dari kedua neneknya. Ia tidak punya kakek, karena kakek dari pihak ayahnya sudah berpulang jauh sebelum In
sehingga mereka tinggal berjauhan dan hanya bisa bertemu sekali dua kali kalau mereka datang ke Jakarta. Dan beberapa bulan yang lalu, ibu ayahnya itu pun di
teman sekolahnya datang ke sekolah atau pulang dengan dijemput oleh ayah mereka. Menceritakan akhir pekan mereka bersama ayah yang selalu terdengar men
, apa Bunda bakal sesibuk sekar
k. "Bunda masih akan sesibuk ini seandainya Ayah masih ada." Jawabnya jujur. "Karena inilah pekerjaannya. Nara tahu kan kalau pekerjaan dokter itu adalah membantu mereka yang kesakitan?" Innara me
a, apa Nara bakal punya adik?" tanyanya lagi ingin tahu.
tahu. Nara hanya tersenyum dan mengang
da temennya kalo Mama sama Papanya sibuk. Nara
nangisnya. Nara gak apa begitu?" tanya Nyonya Saidah lagi sebagai umpan. Nara kembali menganggukkan kepalanya dengan antusias. "Kalau begitu, mint
kalo Nara minta adik
nji apa Bunda bakal ngabulin apa yang Nara mau atau tidak." jawabnya bijak. "Tapi, segala ses
na beliau tidak memiliki jadwal jaga di rumah sakit. Dan seperti kegemarannya, jika sedang berad
Innara memilih untuk mendekati sang ibu, duduk di seberangnya, melipat k
a terlihat seperti mendiang suaminya jika sedang menginginka
l Innara dengan
." Jawab ibunya d
?" tanyanya dengan polosnya
ata wayangnya. Innara menganggukkan kepala cantiknya deng
a temen Nara, adik juga temen.
dengan pekerjaannya. "Ngasih adik
a masih dengan nada polosnya. Sita menganggukkan kepala mengiyakan ucapan putrinya. "Inna
pak tertunduk dengan bahu bergetar. Tentu saja putrinya tidak akan sepolos itu memiliki sebuah ide
semudah itu." ucap Sita lagi
adonan yang ada di dalam mangkuk, lalu kemudian ia masukan ke dalam mulutny
a, Bunda coba aja dulu nikah, trus coba kasih Nara adik. Ya?" ucap gadis keci
mendapati senyum cerah di wajah putrinya. Seketika Innara bersorak gembira dan berlari
an ya?" tanyanya yang dijawab anggukkan oleh neneknya. Nyonya Saidah menoleh ke belakang, me
argetnya sendiri untuk masuk ke sekolah favorit yang ada di kotanya. Karena itulah dia belajar dengan sangat giat supaya bisa masuk kesana karena
nalkan pada Innara dan juga sang nenek. Itu adalah sosok pria tinggi besar dengan wajah ramah yang jika tersenyum
memiliki seorang anak perempuan yang usianya dua tahun lebih muda dari Innara, namanya Azanie Layly. Dinamakan Azanie karena dalam b
k ada, sama seperti ayah Innara. Beliau meninggal du
anya Innara ingin tahu. Om
angguk antusias. Memikirkan dia akan punya teman dan sama-sama perempuan jelas membuatnya senang. Om Parsa kemudian mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan wajah seorang gadis
main. Kalian bisa ketemu dan main sam
mperhatikan di salah satu sudut rumah dan mendengarkan. Keduanya tampak terlihat lega melihat cara Par
h dijanjikan, keduany
kit bicara, Azanie yang ceria dan sangat terbuka membuat hubungan itu tidak
reka meminta pendapat pada putri mereka masing-masing tentang kemungkinan untuk tinggal bersama sebagai sebuah keluarga. Menjelaskan secara pelan-pelan pada keduanya bahwa pada akhirnya Parsa dan Sita akan m
nie kedua bocah itu kini mengenakan pakaian yang sama yang seng
anya bulatnya yang berbinar. Innara memandang adik tirinya dan tersenyum lantas menganggukkan kepala. Mereka