Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Foreman I Love You

Foreman I Love You

Erotis Baper

5.0
Komentar
469
Penayangan
49
Bab

Ghina harus menerima penghianatan terhebat sepanjang hidupnya selama bekerja di pabrik, tempat dimana ia bekerja. Hanya saja, penghianatan itu berbuah manis hingga dia dipertemukan dengan Arie sebagai foreman di pabrik itu. Setelah menerima semua penghinaan maupun penghianatan itu, Ghina rela menikahi Arie sebagai wujud balas dendamnya terhadap sang mantan. Bagaimana selanjutnya saat sang mantan tahu kalau Ghina menikahi Foreman itu? Akankah mereka berdua bertahan dengan pernikahan rahasianya sesuai dengan aturan perusahaan? Ataukah Ghina rela pindah demi suaminya yang bekerja di pabrik itu?

Bab 1 Realita vs Keinginan

M.Arie Rifaldi yang kujumpai hari ini, masih banyak senyum seperti biasanya. Senyumnya selalu mengembang membuat para wanita klepek-klepek. Aku jadi heran. Bagaimana Arie sebagai formen sektor 11 belum memiliki pendamping di sisinya? Sedangkan dirinya itu tidak memiliki kekurangan satu pun selain banyak orang yang menyukainya. Jatuh cinta? Tentu saja. Namun aku bisa apa? Kehidupanku hanyalah orang yang tidak memiliki apa-apa. Ketahuilah bahwa aku memiliki banyak hutang, tidak memiliki rumah, kuliah belum lulus, dan ibu yang harus aku biayai sendiri.

Terlambat untuk mencintainya saking diriku begitu malu bila dihadapkan oleh kenyataan yang begitu berat ini.

Kemarin lusa, ketika aku dimintai olehnya menjadi cutting di salah satu pabrik XX. Aku sangatlah senang sekaligus menangisi diriku yang masih belum bisa sempurna menjadi bagian dari cutting. Bersamaan dengan ketidaksempurnaanku ini, aku banyak diomelin oleh para senior karena diriku masih belum sempurna menjaga cutting. Keinginan besarku agar bisa menguasai talenta semua itu harus dihadapkan oleh banyak ujian dengan ke-irian teman-temanku. Sebelum alarm kue itu berbunyi, aku menyortir kue yang tadinnya tidak bisa menjadi bisa. Hanya saja, ketika alarm kue itu berbunyi dan kuenya mengalami kemautan yang tidak tertolonglah, membuat diriku ketar-ketir. Haruskah aku berlari? Aku takut kalau diriku terkena Surat Peringatan dari pabrik akibat diriku yang tidak bisa cutting kue dengan sempurna sebagaimana para senior itu. Tidak, aku bukan tidak suka belajar hal yang baru, tapi aku takut mendapatkan surat peringatan itu dibandingkan hanya diomelin saja. Aku takut hal itu akan terjadi padaku.

"Udah dari tadi aku ngeliat kamu jagain cutting sampai terlihat was-was seperti lihat pemilik pabrik saja. Kenapa tidak dibuat nyaman saja?" Aku terlonjak kaget. Suara itu benar-benar membuat jantungku berdebar-debar.

"Ya pak. Namanya juga kalau dilihatin," kataku lalu cepat menyortir kuenya kembali.

"Langsung jujur, deh. Kamu keberatan kalau dimintai cutting?" Aku menghela napas. Sudah ketahuan. "Kalau aku bilang aku keberatan, bapak bakal marah?" Alih-alih rentetan omelan, yang kudapatkan malah senyum manisnya dia. Pria yang lebih muda di hadapanku ini mulai mengikis jarak. Tangan hangatnya mengelus suraiku penuh tanda tanya. Apakah dia melakukannya karena cinta? Ataukah sebatas atasan maupun bawahan?

Kemudian dia berkata, "Tidak perlu khawatir. Namanya juga belajar." Kata-kata itu yang kutunggu selama ini terucap dengan fasih melalui bibir ranumnya itu. Kata-kata yang menjadikanku sebagai pengisi semangatku ketika moodku turun drastis melihat mantan yang sudah menikahi teman paling kupercayai itu.

Namun, sayangnya aku sangat bodoh. Dari dulu aku tidak pernah mendapatkan cinta yang berbalas bila aku menyukainya terlebih dahulu. Berbeda bila pria yang menyukaiku, akan aku terima dengan standarku. Aku tak pernah memedulikan semua tentangnya. Aku terlalu gengsi mengakui kalau cintaku kepada Arie ialah kasih sayang ataukah hanya sekedar pelampiasan demi melupakan mantan. Dan kuakui, aku keterlaluan.

"Baik pak. Terima kasih atas ucapannya." Itu ucapku sebelum akhirnya aku menyudahi diriku menjadi cutting dan kembali bekerja sebagai helper packaging lagi.

Iya. Aku selalu menahan perasaanku setelah melihat seseorang yang aku cintai karena diriku seorang wanita. Namun yang kulakukan di hari-hari berikutnya ialah tidak menarik perhatian darinya, tapi dia selalu memperhatikan aku yang membuat teman-temanku iri kalau Foreman bernama Arie selalu mendekatiku dan menyuruhku. Bagaimana, aku terlalu kaku bukan?

Di hari berikutnya, aku sempat termenung sebelum berangkat kerja ke pabrik. Bagaimana tidak? Aku kepikiran bila Foremanku tengah dihasut oleh teman-temanku. Aku senang, kalau Foremanku selalu bersikap lembut kepadaku, tapi ada saat kekhawatiran tak mendasar itu muncul dari pikiranku. Ketika jadwal kerjaku dipindahkan ke sektor lain, apakah benar-benar karena off? Ataukah Foremanku terkena hasutan teman-temanku? Ataukah agar diriku bisa belajar menjadi multitalent?

Ketika ibuku menghampiriku yang sedang banyak pikiran hari ini, senyumku memudar.

"Ngapain mikirin lelaki yang belum tentu berjodoh, bukan? Kalau dia sudah menjadi jodohmu tidak perlu ada yang dikhawatirkan, sekalipun Foremanmu mendapatkan banyak hasutan. Atau kalau sudah waktunya, pasti akan dipertemukan dalam pelaminan. Tidak ada tempat yang lebih indah selain bergantung kepada Allah yang telah menciptakan semua manusia berpasang-pasangan!"

Belum sempat ibuku mendengarkan keluh kesahku, tapi ibu sudah mengetahui isi hatiku yang benar-benar menohok sekali. Setelah itu, perjalanan ke tempat kerjaku penuh dengan ketenangan, tapi di dalam hatiku yang paling dalam, aku bersedih. Tak apa jika kalian menganggapku wanita yang lemah bagaikan gelas-gelas kaca.

Mencapai setengah perjalanan, langkahku tiba-tiba berhenti. Saat itu aku merasa insecure. Apakah aku bisa bertemu jodohku di usiaku yang ke dua puluh empat ini? Akankah Foreman Arie menyukaiku yang tidak memiliki apa-apa ini? Ataukah aku haru menjadi wanita nakal yang menggoda pria agar segala urusan duniaku selesai?

Aku ingin melunasi hutangku, aku ingin memiliki rumah dan dilamar oleh pria yang menyayangiku setulus hati. Namun, diriku terlalu rapuh untuk berharap banyak begitu. Tidak juga, sih. Karena ketika aku melangkahkan kakiku lagi ke pabrik, aku berharap semoga langkahku ini menghapus dosaku yang bagaikan butiran pasir tak terhitung ini. Dan akhirnya kuputuskan untuk berharap kepada Allah yang menciptakan aku untuk menyelesaikan segala masalahku.

Tujuan pertamaku tentu saja melunasi hutangku. Itu sedikit dengan kebohongan. Aku berbohong kepada ibuku kalau uang gajiku dipotong oleh pabrik, padahal aku pakai demi membayar hutang. Sesuai dugaanku, awalnya ibuku tak mempercayainya, tapi aku menggunakan alasan yang masuk akal hingga ibuku mempercayai diriku. Niatnya diriku, ingin menggunakan uang gaji Novel bukan uang dari pabrik, tapi apalah daya uang gajiku di Novel ditahan dengan alasan yang tak masuk diakal, membuat diriku harus berbohong. Tentu saja, hatiku selalu gelisah kalau memikirkan kebohongan itu, aku merasa makin tak pantas menemukan jodoh, apalagi menyukai Foremanku di Pabrik XX itu. Namun, aku bisa apa kalau tidak menggunakan gaji dari hasil kerjaku? Soalnya, tak ada seorang pun yang mau membantuku.

Setelah siang datang, Foremanku mulai memintaku agar menjadi cutting lagi demi mengganti Karina yang sedang sakit. Sejujurnya aku sangat suka kalau dimintai cutting oleh Foremanku, tapi kemampuanku masih belum cukup karena seniornya membatasi hal-hal yang membuat diriku belum bisa sepenuhnya. Tapi rasa insecureku mengalahkan segalanya. Sejujurnya aku lelah bila melihat wajah teman-temanku yang tak suka kepadaku bila diriku berada di posisi cutting, tapi ada kesempatan itu tidak mungkin aku tolak, bukan?

Maka dari itu ketika aku telah selesai menjadi Cutting, aku langsung mencuci tanganku yang banyak bekas kuenya, padahal sudah menggunakan sapu tangan plastik. Rasanya ada kebahagiaan tersendiri saat aku berada di posisi cutting, karena aku tidak mengantuk, maupun debaran jantungku yang terus-menerus berdebar tak karuan. Aku benar-benar merasakan namanya hidup belajar dari kata 'penasaran.'

Namun kuakui, rasa bahagiaku mulai luntur lagi, saat aku dialihkan ke sektor lain. Jadi kehidupanku benar-benar diuji saat aku berada di posisi atas hingga posisiku berada paling bawah. Kalian tahu? Aku ikut sedih, senang bagaikan gado-gado yang mengaduk-aduk perasaanku menjadi satu. Satu-satunya yang membuat diriku bertahan ialah didukung oleh Ibuku sendiri dan semangat dari Foremanku.

Caranya Foremanku yang berbicara, sungguh menenangkan dan menyenangkan hati. Siapa yang tak merasa hangat melihat Foreman Arieku kalau begitu?

Sudah petang. Aku kembali berjalan kaki menuju kosanku. Tak aku sadari kalau Foremanku sudah menungguku. Tentu saja, hal itu membuatku senang akibat Foremanku mengajak diriku jalan. Aku mencubit pipiku, takutnya hanyalah mimpi. Tenyata, saat diriku merasakan sakit di bagian wajahku, aku merasa ini ialah nyata. Apakah Allah mengabulkan doaku?

Iya, kadang kuperhatikan dia memang tampan. Entahlah, aku pikir Foremanku memiliki maksud lain denganku, aku tidak boleh berharap terlalu banyak. Takutnya, diriku akan kecewa akan kenyataan sebagaimana mantanku yang membuat namauku buruk di hadapan semua orang dan menikahi temanku yang sudah menghianati diriku.

Lalu aku berjalan berdua dengannya bersama menggunakan motor. Banyak mata yang menatap tajam kepadaku. Tentu saja, Foreman Arie ialah incaran para gadis di Pabrik XX itu, tapi nyatanya dia malah berdekatan denganku. Kulihat dirinya ingin berkata tentang diriku, tapi dia belum memulai pembicaraan. Haruskah aku bersikap agresif? Ataukah bersikap menjadi gadis acuh?

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Erotis Baper

Selebihnya

Buku serupa

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Romantis

4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku