Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
Tokyo.
25 Desember. Pukul 21:25 malam.
Bibir penuhnya yang lembut dan mengundang menyapu bibir si pria berambut pirang berpotongan cepak lalu berbisik, “Selamat Natal, Sayang.”
“Selamat Natal juga, Hana.”
Sambil tersenyum manja gadis berwajah hati itu mengalungkan lengan ke leher kekasihnya dan mengecup pria itu sekali lagi. Kali ini dengan lebih bersemangat. “Yusuke, Sayang.”
“Ya?”
“Apa kau tidak mau menciumku?”
“Bukankah aku sudah menciummu, Hana? Barusan sekali aku menciummu,” sahut Yusuke Isada Sakazaki.
“Maksudku, benar-benar berciuman, Yusuke,” sahut Hanako Rin Sudo dengan nada suara yang merayu. “Aku tahu ini malam Natal, tapi, tidak ada larangan untuk berciuman saat Natal, bukan?”
“Tano muyo, demi Tuhan, Hana.” Dengan gugup pria berusia dua puluh delapan tahun yang berpakaian rapi itu melirik ke arah jendela yang kerainya di buka di samping sebelah kanan. Di dalam sedang berlangsung sebuah pesta perayaan Natal yang sangat meriah. Seluruh keluarga, kerabat, dan teman-temannya berkumpul untukbersenang-senang. “Bagaimana jika ada orang yang melihat kita berciuman? Apa yang akan dikatakan ibu dan kakak perempuanku nanti. Kita berdua pasti terkena malu yang luar biasa.”
Hana seketika melepaskan rangkulan tangannya dan mengembuskan napas dengan rasa kesal yang tidak dia tutup-tutupi. “Yang benar saja, Yusuke. Sejak kapan kau jadi peduli dengan apa yang dikatakan orang lain? Kau bahkan pernah menciumku dengan mesra di bandara, di hadapan semua orang saat aku kembali dari Hokaido tiga hari yang lalu. Sepertinya kepalamu sedang tidak beres sekarang. Lagipula siapa yang akan mengintip kita di luar? Tak akan ada yang melihat kita. Mereka sedang bersenang-senang di dalam. Seandainya pun ada yang melihat, aku yakin orang itu juga tidak akan peduli,” sahut Hanako tajam.
“Tapi ibu dan kakak perempuanku peduli, Hana. Kau tahu itu dengan baik,” Yusuke membela diri dengan sia-sia.
“Tidak, aku tidak tahu apa pun. Karena aku tidak mau diatur mereka. Kita hidup di zaman yang berbeda, Yusuke. Mereka tidak bisa memperlakukan kita seperti nenek buyutmu memperlakukan mereka sewaktu mereka muda dahulu,” sergah Hanako.