/0/23058/coverorgin.jpg?v=4c0ec1f46fbfddc72bcf6894813f78e9&imageMogr2/format/webp)
Berjalan gontai sesekali mata menyipit karena silau terkena teriknya matahari. Badanku lelah, baju tak terbentuk, rambut dicepol asal pun ikat rambutnya mulai melorot namun si empunya acuh gak acuh. Haus. Haruskah aku mampir sebentar sekedar membeli minuman dingin. Ia rasa enggak perlu. Seluruh badanku ingin cepat-cepat rebahan di atas kasur dan segera tidur.
Sejenak memperhatikan rumah orang tuaku yang terbilang amat sederhana itu. Menghembuskan nafas, aku mulai melangkahkan kaki menuju teras depan. Menarik handle pintu tak kelupaan mengucap salam. Hanya ada sahutan dari Hamid--Ayah kandungku. Beliau sedang memasak di dapur. Entah apa yang dimasak, aku memilih masuk kamar aja.
Tanpa mencuci muka, aku terjun atas kasur sambil memeluk guling. Ayah bilang, gak baik tidur di sore hari. Namun gimana lagi, rasa lelah sudah mendominasi dan ingin menjelajahi alam mimpi.
Dua menit berlalu, suara ketukan pada pintu kamar mengganggu tidur nyenyakku. Dalam hati menggeram sudah mengganggu waktu istirahat.
"Rahel!! Buka pintunya hei! Anak gadis kok ya pemalas banget. Bangun cepet, cuci piring sekarang juga." Teriak Emma--Ibu kandungku. Padahal sudah tau, anak terakhir selalu pulang kerja di sore. Cobalah beri aku waktu untuk tidur sebentar aja.
Tidak mau teriakan Ibu terdengar sampai ke tetangga, kedua kaki mulai menapaki lantai, membukakan pintu, "Aku baru pulang. Tolong biarin istirahat sebentar." Ucapku sebelum beliau bicara.
Tampak Ibu mendecakkan lidahnya, "Gak ada waktu santai-santai. Ayah kamu udah masak, masa anak gadisnya leha-leha di kamarnya." Wajahku dibiarkan datar, "bangun tidur juga bakalan aku cuci piringnya, Bu." Nada bicara tetap biasa namun rasanya pengen mencak, mengeluarkan nada tinggi.
Istri Ayah Hamid memperlihatkan senyum sinisnya, "Contohlah Kakak kamu, Evelyn. Dia rajin solat, masak, bersih-bersih di kost-an nya." Lagian dia jauh. Siapa tau Kakaknya hanya formalitas mengirim video sedang mengepel lantai namun kenyataannya dia amatlah pemalas.
"Kuliah semester akhir kok kelamaan lulusnya," usai menyindir, aku menutup pintu kamar, melewati tubuh Ibu. Mau cuci piring. Biar mulut perempuan paruh baya itu diam, tidak mengoceh panjang lebar.
"Dari pada kamu. Lulus SMA kerjanya hanya di warteg." Langkah kakiku otomatis berhenti, "siapa yang suruh aku kerja di sana?" Membalikan fakta, berhasil membungkam bibir Ibu.
"Aku juga ingin ngerasain kuliah kayak Kakak. Tapi apa yang kudapat?" Aku menatap lurus netra Ibu, "anak bungsu seharusnya gak kuliah. Biar Evelyn aja. Anak pertama harus terlihat membanggakan." Imbuhku sama persis apa yang di ucapkannya lima tahun lalu.
"Emang benar 'kan?? Anak bungsu gak usah berpendidikan tinggi. Harus kerja bantu perekonomian keluarga." Timpalnya sukses membuat hatiku berdenyut sakit. Akhirnya luka lama telah terbuka kembali. Impianku menjadi sarjana tidak terlaksana karena keadaan.
"Kenapa diem. Gak bisa jawab lagi!" Tersenyum smirik sembari bersedekap dada, "lagian besok pagi kamu nikah. Buat apa kuliah mengejar impianmu itu. Buang-buang waktu juga uang."
Aku berbalik badan menemui Ayah yang masih di dapur, "Ayah?" Hebat. Aku enggak cengeng.
"Iya, Adek. Mau bantuin Ayah masak?" Mendekati beliau, rupanya masakannya hampir matang semua.
"Ayah masakin makanan kesukaan, Adek?" ujarku melihat makanan di atas wajan juga Ayah secara bergantian, "iya, masakan paling spesial untuk kesayangannya Ayah."
Bila Evelyn kesayangan Ibu, maka aku adalah anak kesayangannya Ayah.
/0/23465/coverorgin.jpg?v=620e7e5e48a104d4b5805f8e6b201091&imageMogr2/format/webp)
/0/15173/coverorgin.jpg?v=a9a20710abd302d07eff1d765f370709&imageMogr2/format/webp)
/0/24380/coverorgin.jpg?v=60f3166e98b7269eb91cc6903473c92c&imageMogr2/format/webp)
/0/3642/coverorgin.jpg?v=cc050d64012014a6e78df5ec921939c7&imageMogr2/format/webp)
/0/19244/coverorgin.jpg?v=d120edfc595220e29f599bab7a546f88&imageMogr2/format/webp)
/0/21618/coverorgin.jpg?v=20250115180812&imageMogr2/format/webp)
/0/26554/coverorgin.jpg?v=0692dd6d9b982272e6b4c6b01ce23c66&imageMogr2/format/webp)
/0/30877/coverorgin.jpg?v=1535f1c97480421768dfc5f1c7e9fd86&imageMogr2/format/webp)
/0/17481/coverorgin.jpg?v=8c3027a31b4f8a53203fcfb6b4783cc5&imageMogr2/format/webp)
/0/16578/coverorgin.jpg?v=5c6bf690f03fb1b0cd47f5aebbd1aab1&imageMogr2/format/webp)
/0/19300/coverorgin.jpg?v=5b64df787a9f35410ad77322b8fc82cb&imageMogr2/format/webp)
/0/4259/coverorgin.jpg?v=cb1dcacc96fc7ddceb6c328c1d504baa&imageMogr2/format/webp)
/0/7208/coverorgin.jpg?v=bf11b7cb5f27d34aa8eab7f20c7735ac&imageMogr2/format/webp)
/0/23401/coverorgin.jpg?v=4d80576acf8f0703d0660545e45c3910&imageMogr2/format/webp)
/0/26711/coverorgin.jpg?v=20251106164410&imageMogr2/format/webp)
/0/17229/coverorgin.jpg?v=513b725cac4054a999e490e3aec89f07&imageMogr2/format/webp)
/0/19239/coverorgin.jpg?v=be300e83521b6b4a326118cd359263a8&imageMogr2/format/webp)
/0/4762/coverorgin.jpg?v=90a37d2a1943403822f106421e397f2b&imageMogr2/format/webp)
/0/3531/coverorgin.jpg?v=72d3cabea25da2ff51c0cb0a8bec0cae&imageMogr2/format/webp)