Benih Dari Kebencianmu

Benih Dari Kebencianmu

Moch. Fatch

5.0
Komentar
330
Penayangan
39
Bab

Setelah tragedi lima tahun lalu yang merenggut nyawa Anya, kini Lia-sepupu Anya-bertemu kembali dengan Rizky-kekasih Anya saat itu. Tentu saja pertemuan mereka memantik kebencian dan dendam yang selama ini Rizky redam. Lia, korban selamat dalam tragedi itu, menjadi sosok yang paling disalahkan atas terjadinya tragedi tersebut. Anya sudah tiada, dan Lia yang masih hidup hanya menjadi luka bagi orang-orang yang menyayangi Anya. Hingga malam nahas itu pun terjadi, Rizky berhasil melampiaskan dendamnya, merusak masa depan Lia. Lalu bagaimana kehidupan Lia selanjutnya?

Bab 1 pertemuan dengan seorang teman lama

Udara Jakarta di suatu sore bulan Maret selalu terasa berat, sarat dengan kelembaban yang memeluk dan polusi yang menyesakkan paru-paru. Bagi Lia, lima tahun terakhir, udara itu terasa lebih berat lagi. Setiap napas yang diambil adalah pengingat akan hari kelabu itu, hari di mana hidupnya terbagi menjadi "sebelum" dan "sesudah". Hari di mana Anya, sepupu sekaligus sahabat terbaiknya, direnggut paksa oleh takdir yang kejam.

Lia duduk di sebuah kafe kecil di kawasan Kemang, menyesap latte dingin yang mulai kehilangan esnya. Jendela kafe yang besar menampilkan hiruk pikuk jalanan Jakarta, namun pandangannya kosong, menembus keramaian itu, kembali pada memori lima tahun silam. Seharusnya ia tidak berada di sini. Seharusnya ia ada di rumah, membenamkan diri dalam buku-buku kuliahnya, melarikan diri dari dunia yang terus-menerus menghakiminya. Namun, janji pertemuan dengan seorang teman lama, yang tanpa sepengetahuannya membawa serta bayangan masa lalu, telah menyeretnya kembali ke pusaran luka.

Pintu kafe terbuka, denting bel kecil di atasnya mengumumkan kedatangan seseorang. Lia tidak menoleh. Ia terlalu sibuk dengan hantu-hantu di benaknya. Namun, getaran di udara, perubahan kecil dalam atmosfer ruangan, membuat hatinya mencelos. Aroma maskulin yang familier, yang dulu selalu ia kaitkan dengan kebahagiaan Anya, kini menusuknya seperti belati berkarat.

"Lia?"

Suara itu. Dingin, berjarak, namun memiliki resonansi yang familiar, sebuah gema dari tawa riang yang pernah ia kenal. Lia mendongak. Di ambang pintu, berdiri seorang pria tinggi dengan rahang tegas dan mata setajam elang. Rambut hitamnya sedikit berantakan, menambah kesan karismatik yang dulu begitu memikat banyak orang. Namun, kini, mata itu tidak memancarkan kehangatan yang dulu ia kenal. Mata itu dipenuhi kegelapan, sebuah jurang kebencian yang dalam.

Rizky.

Jantung Lia berpacu. Napasnya tercekat. Nama itu, dulu sering terucap dengan nada ceria dari bibir Anya, kini hanya membangkitkan rasa bersalah yang menggerogoti jiwanya. Lima tahun. Lima tahun ia berhasil menghindari pertemuan ini. Lima tahun ia hidup dalam bayangan, berharap tidak pernah lagi berhadapan dengan pria di hadapannya.

Rizky tidak tersenyum. Bibirnya membentuk garis tipis, ekspresi yang Lia kenal sebagai pertanda kemarahan yang tertahan. Ia melangkah mendekat, setiap langkahnya terasa seperti palu godam yang menghantam dada Lia. Teman Lia, seorang gadis bernama Maya yang memperkenalkan mereka, tampak canggung di antara aura tegang yang tiba-tiba menyelimuti meja mereka.

"Apa kabar, Lia?" Suara Rizky rendah, nyaris berbisik, namun setiap kata mengandung beban ribuan ton.

Lia mencoba menelan ludah, tenggorokannya kering kerontang. "Baik, Rizky. Kamu?"

"Baik?" Rizky mendengus, tawa sinis keluar dari bibirnya. "Tentu saja. Mengapa tidak? Hidup berjalan terus, bukan? Untuk sebagian orang." Tatapannya menajam, menembus hingga ke dasar jiwa Lia. "Terutama untuk mereka yang selamat."

Maya, menyadari suasana yang tidak nyaman, mencoba mencairkan ketegangan. "Uhm, aku ke toilet sebentar, ya. Kalian ngobrol saja dulu." Ia beranjak pergi, meninggalkan Lia sendirian di hadapan badai yang siap menerjang.

Keheningan kembali melingkupi mereka, hanya diisi oleh suara bising kafe yang tiba-tiba terasa jauh. Lia memilin-milin tepi serbetnya. Ia ingin lari, namun kakinya terasa terpaku di lantai.

"Bagaimana kuliahmu?" tanya Rizky, suaranya kini lebih keras, nyaris mengejek. "Senang bisa melanjutkan hidup, membangun masa depan, ya?"

Lia mengangkat kepalanya, mencoba mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya. "Aku... aku tidak pernah melupakan apa yang terjadi, Rizky."

"Melupakan?" Rizky tertawa, tawa yang tidak sampai ke matanya. "Tentu saja tidak. Mana bisa melupakan sesuatu yang kau sebabkan, bukan?"

Kata-kata itu menghantam Lia seperti pukulan keras. Ia tahu akan datang. Ia sudah bersiap. Namun, tetap saja, rasa sakitnya tidak berkurang sedikit pun. "Aku tidak... aku tidak menyebabkannya."

"Oh, ya?" Rizky mendekat, membungkuk sedikit di atas meja, membuat Lia harus mendongak untuk menatapnya. Matanya yang gelap memancarkan amarah yang membara. "Kalau begitu, jelaskan padaku, Lia. Jelaskan bagaimana kau bisa selamat dari mobil yang ringsek itu, sementara Anya..." Suaranya tercekat. Ia mengambil napas dalam-dalam, berusaha menguasai emosinya. "Sementara Anya tidak."

Lia menutup matanya sejenak, kenangan pahit itu kembali menyeruak.

Malam Nahas Lima Tahun Lalu

Malam itu, lima tahun yang lalu, adalah malam Jumat yang cerah. Langit Jakarta dipenuhi bintang, dan udara terasa lebih sejuk dari biasanya. Anya dan Lia baru saja pulang dari pesta ulang tahun teman mereka. Anya, yang baru mendapatkan SIM dan mobil baru, mengemudi dengan semangat. Lia duduk di kursi penumpang, sesekali memutar musik dan ikut bernyanyi. Suasana di dalam mobil ceria, penuh tawa dan obrolan remaja.

"Aduh, seru banget pestanya!" seru Anya, memukul setir dengan gembira. "Aku suka vibe-nya."

"Iya, tapi capek juga, Ny," balas Lia, menguap. "Besok kuliah pagi."

"Santai aja kali, besok kan Sabtu," Anya terkikik. "Kita mampir dulu deh ke Indomaret, mau beli snack."

"Ide bagus!" Lia setuju.

Mereka berdua memang tidak terpisahkan. Sepupu yang dibesarkan seperti saudara kandung, Anya dan Lia memiliki ikatan yang luar biasa kuat. Anya yang selalu ceria dan penuh semangat, seringkali menjadi pendorong Lia yang lebih pendiam dan hati-hati. Mereka berbagi mimpi, rahasia, dan setiap momen penting dalam hidup mereka.

Mobil melaju di jalanan yang agak lengang. Anya mengemudi dengan hati-hati, mengikuti batas kecepatan. Lia mengamati jalanan di luar, sesekali membalas pesan di ponselnya. Tiba-tiba, sebuah cahaya terang menyorot dari arah berlawanan. Lia mendongak, merasakan firasat buruk. Sebuah truk besar, melaju kencang, menyalip kendaraan lain di depannya dengan sembrono. Lampunya menyilaukan mata, dan klaksonnya berbunyi memekakkan telinga.

"Anya, awas!" seru Lia panik.

Anya membanting setir ke kanan, mencoba menghindari tabrakan. Rem berdecit nyaring, memekakkan telinga. Tubuh mereka terlempar ke depan saat mobil oleng. Lia menjerit, mencengkeram dasbor erat-erat. Dalam sepersekian detik yang terasa seperti keabadian, Lia melihat wajah Anya. Wajah sepupunya itu memucat pasi, matanya membelalak ketakutan.

BRAAKKKK!

Suara benturan logam yang mengerikan membelah keheningan malam. Mobil Anya berputar beberapa kali, menghantam pembatas jalan, lalu terlempar ke sisi lain. Kaca-kaca pecah berhamburan, dan bau bensin memenuhi udara. Gelap. Hening. Hanya suara dengungan di telinga Lia, dan rasa sakit yang menusuk di sekujur tubuhnya.

Lia membuka matanya perlahan. Pandangannya buram. Kepalanya pusing, dan darah mengalir di pelipisnya. Ia mencoba bergerak, namun tubuhnya terasa remuk. Yang pertama kali ia rasakan adalah hawa dingin yang menusuk dari sisi sebelahnya. Lia menoleh, dan dunianya runtuh.

Anya.

Tubuh Anya tergeletak tak berdaya, terjepit di antara reruntuhan mobil. Kepalanya terkulai dengan posisi yang tidak wajar. Matanya terpejam, dan wajahnya pucat pasi, tanpa sedikit pun warna. Tidak ada gerakan. Tidak ada napas. Hanya keheningan yang mematikan.

"Anya... Anya!" Lia meronta, mencoba meraih sepupunya. Namun, sabuk pengaman dan puing-puing mobil menahannya. Air mata membanjiri wajahnya, bercampur dengan darah. "Anya, bangun! Anya!"

Suara klakson mobil dan teriakan orang-orang mulai terdengar dari kejauhan. Warga berdatangan, panik. Beberapa orang mencoba membantu, sementara yang lain menelepon polisi dan ambulans. Lia terus berteriak memanggil nama Anya, suaranya serak dan putus asa.

Petugas medis tiba tak lama kemudian. Mereka bergerak cepat, mengeluarkan Lia dari mobil yang ringsek. Lia menolak untuk pergi, meronta, terus-menerus menunjuk ke arah Anya.

"Sepupuku! Dia di dalam! Tolong dia!" Lia menjerit, namun suaranya tenggelam dalam kebisingan.

Seorang petugas medis memeriksa Anya. Raut wajahnya berubah. Ia menggelengkan kepala perlahan, sorot matanya menyampaikan kabar terburuk yang bisa Lia bayangkan.

"Maaf, Nak," katanya pelan. "Kami sudah berusaha, tapi... dia sudah tiada."

Dunia Lia runtuh total. Kabar itu menghancurkan setiap sel dalam tubuhnya. Anya sudah tiada. Sepupunya. Sahabatnya. Sumber kebahagiaannya. Meninggalkannya sendiri di dunia yang tiba-tiba terasa begitu dingin dan kejam.

Kembali ke kafe, Lia membuka matanya. Air mata telah membentuk jejak di pipinya. "Aku... aku tidak ingat banyak, Rizky," ucapnya lirih. "Yang aku ingat hanyalah... Anya mencoba menghindar. Dan truk itu... truk itu datang begitu cepat."

Rizky mendengus lagi. "Tentu saja. Mengapa kau tidak ingat? Mungkin karena kau terlalu sibuk dengan ponselmu, bukan? Atau kau mengganggu konsentrasinya?"

Kata-kata Rizky menusuk telak. Tuduhan itu, yang selama ini bergaung di kepalanya sendiri, kini keluar dari bibir Rizky, menghancurkan sisa-sisa pertahanan Lia. Ia tahu, sejak hari itu, banyak yang berpikir demikian. Bahwa ia, Lia, yang seharusnya mati, bukan Anya. Bahwa ia adalah penyebabnya.

"Aku tidak... aku tidak mengganggu Anya," Lia membela diri, suaranya bergetar. "Aku sedang membalas pesan. Anya yang mengemudi."

"Dan kau tidak melihat truk itu lebih dulu?" Rizky mencondongkan tubuhnya ke depan, matanya menyala-nyala. "Kau di kursi penumpang, Lia! Kau seharusnya melihatnya! Kau seharusnya mengingatkannya lebih awal!"

"Aku sudah memperingatkan dia!" Lia meninggikan suaranya, emosinya memuncak. "Aku sudah bilang 'Anya, awas!' Tapi semuanya terjadi begitu cepat! Anya sudah mencoba menghindar!"

"Cukup cepat untuk menyelamatkanmu, tapi tidak cukup cepat untuk Anya?" Rizky menyeringai pahit. "Ironis sekali, bukan?"

Lia merasa mual. Kata-kata Rizky adalah cerminan dari suara hati banyak orang yang menyayangi Anya. Ibu Anya, ayah Anya, teman-teman Anya... mereka semua menatapnya dengan pandangan yang sama, pandangan penuh tuduhan, penyesalan, dan rasa kehilangan yang tak terukur. Ia menjadi pengingat yang menyakitkan akan apa yang telah mereka hilangkan.

"Aku juga terluka, Rizky!" Lia membalas, air mata membanjiri wajahnya lagi. "Aku juga kehilangan Anya! Kau pikir bagaimana perasaanku hidup dengan semua ini? Dengan tahu bahwa aku selamat dan dia tidak? Aku hidup setiap hari dengan rasa bersalah ini!"

"Rasa bersalah?" Rizky tertawa hampa. "Rasa bersalahmu tidak sebanding dengan rasa sakit kami. Kau masih bisa bernapas. Kau masih bisa tertawa. Kau masih bisa melanjutkan hidup." Matanya kembali dipenuhi kebencian yang mendalam. "Sementara Anya... Anya sudah tiada. Dan kau, Lia, kau adalah satu-satunya orang yang bersamanya saat itu. Kau adalah penyebabnya."

"Aku bukan penyebabnya!" Lia berteriak, menarik perhatian beberapa pelanggan kafe lainnya. "Itu kecelakaan! Kecelakaan yang disebabkan oleh pengemudi truk gila itu!"

"Pengemudi truk itu sudah dihukum, Lia," Rizky berkata, suaranya datar, tanpa emosi. "Tapi itu tidak mengembalikan Anya. Dan bagiku, kau adalah bagian dari tragedi itu. Kau ada di sana. Dan kau selamat."

Keheningan kembali menyelimuti mereka. Kali ini, Lia tidak berusaha memecahkannya. Ia merasa lelah, lelah dengan semua tuduhan, lelah dengan rasa bersalah yang tidak pernah hilang. Rizky menatapnya untuk beberapa saat, tatapannya membakar Lia hingga ke tulang sumsum.

Akhirnya, Rizky berdiri. "Aku datang kemari bukan untuk berdebat denganmu, Lia," katanya, suaranya kini dingin seperti es. "Aku hanya ingin kau tahu. Aku tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi. Dan aku tidak akan pernah memaafkanmu."

Ia berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Lia sendirian di meja kafe itu, dengan bayangan masa lalu yang menghantuinya. Air mata Lia tumpah ruah, membasahi pipinya. Kata-kata Rizky menancap di hatinya, mengkonfirmasi ketakutan terbesarnya: ia akan selalu menjadi Lia, sang "penyebab," sang "yang selamat," sang "luka" bagi orang-orang yang menyayangi Anya. Dan ia tahu, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Moch. Fatch

Selebihnya

Buku serupa

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

My Doctor genius Wife

My Doctor genius Wife

Amoorra
4.8

Setelah menghabiskan malam dengan orang asing, Bella hamil. Dia tidak tahu siapa ayah dari anak itu hingga akhirnya dia melahirkan bayi dalam keadaan meninggal Di bawah intrik ibu dan saudara perempuannya, Bella dikirim ke rumah sakit jiwa. Lima tahun kemudian, adik perempuannya akan menikah dengan Tuan Muda dari keluarga terkenal dikota itu. Rumor yang beredar Pada hari dia lahir, dokter mendiagnosisnya bahwa dia tidak akan hidup lebih dari dua puluh tahun. Ibunya tidak tahan melihat Adiknya menikah dengan orang seperti itu dan memikirkan Bella, yang masih dikurung di rumah sakit jiwa. Dalam semalam, Bella dibawa keluar dari rumah sakit untuk menggantikan Shella dalam pernikahannya. Saat itu, skema melawannya hanya berhasil karena kombinasi faktor yang aneh, menyebabkan dia menderita. Dia akan kembali pada mereka semua! Semua orang mengira bahwa tindakannya berasal dari mentalitas pecundang dan penyakit mental yang dia derita, tetapi sedikit yang mereka tahu bahwa pernikahan ini akan menjadi pijakan yang kuat untuknya seperti Mars yang menabrak Bumi! Memanfaatkan keterampilannya yang brilian dalam bidang seni pengobatan, Bella Setiap orang yang menghinanya memakan kata-kata mereka sendiri. Dalam sekejap mata, identitasnya mengejutkan dunia saat masing-masing dari mereka terungkap. Ternyata dia cukup berharga untuk menyaingi suatu negara! "Jangan Berharap aku akan menceraikanmu" Axelthon merobek surat perjanjian yang diberikan Bella malam itu. "Tenang Suamiku, Aku masih menyimpan Salinan nya" Diterbitkan di platform lain juga dengan judul berbeda.

Cinta yang Tersulut Kembali

Cinta yang Tersulut Kembali

Calli Laplume
4.9

Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku
Benih Dari Kebencianmu
1

Bab 1 pertemuan dengan seorang teman lama

22/07/2025

2

Bab 2 tuduhan yang tak henti-hentinya

22/07/2025

3

Bab 3 prestasi yang seharusnya membanggakan

22/07/2025

4

Bab 4 Pintu ruang rapat

22/07/2025

5

Bab 5 Lia memang harus mandiri

22/07/2025

6

Bab 6 Ketika mobil berhenti di basement gedung kantor

21/07/2025

7

Bab 7 selalu mengawasi

21/07/2025

8

Bab 8 Ia mencoba membaca buku

21/07/2025

9

Bab 9 Malam acara perusahaan

21/07/2025

10

Bab 10 sisa mabuk semalam

21/07/2025

11

Bab 11 menutupi kehancuran di dalam dirinya

21/07/2025

12

Bab 12 Hawa dingin di ruang kerja Rizky

22/07/2025

13

Bab 13 Malam kembali

22/07/2025

14

Bab 14 Bagaimana Daniel akan bereaksi terhadap terbongkarnya kejahatannya

22/07/2025

15

Bab 15 penyelidikan untuk menjatuhkan Daniel

22/07/2025

16

Bab 16 perlakuan Rizky padanya

22/07/2025

17

Bab 17 memikirkan dua garis samar di alat test pack

22/07/2025

18

Bab 18 Di rumah mewahnya yang terasa hampa

22/07/2025

19

Bab 19 Apa keputusan yang akan Lia ambil mengenai tawaran pernikahan Rizky

22/07/2025

20

Bab 20 Bagaimana proses persidangan Daniel akan berlangsung

22/07/2025

21

Bab 21 Bagaimana kehadiran bayi perempuan mereka

22/07/2025

22

Bab 22 Ruang perawatan pascamelahirkan

22/07/2025

23

Bab 23 hak asuh Adelia

22/07/2025

24

Bab 24 Apakah proses penyembuhan Lia akan berlanjut dengan lancar

22/07/2025

25

Bab 25 Bagaimana Lia akan menyelidiki niat sebenarnya Alexa

22/07/2025

26

Bab 26 bagaimana Lia akan menghadapi skandal

22/07/2025

27

Bab 27 menyembunyikan rahasia kelam

22/07/2025

28

Bab 28 Hati Lia terasa sedikit ganjil

22/07/2025

29

Bab 29 Lia tertidur pulas

22/07/2025

30

Bab 30 Suasana di kamar mandi

22/07/2025

31

Bab 31 Bagaimana Alexa akan menggunakan kehamilannya untuk memanipulasi

22/07/2025

32

Bab 32 Empat bulan berlalu

22/07/2025

33

Bab 33 Tangisan Alexa

22/07/2025

34

Bab 34 mencoba berdamai dengan keadaan

22/07/2025

35

Bab 35 Bagaimana rencana balas dendam Alexa

22/07/2025

36

Bab 36 Bagaimana Alexa akan merencanakan pelariannya dari rumah terpencil

22/07/2025

37

Bab 37 Keputusan Rizky untuk mengurung Alexa

22/07/2025

38

Bab 38 membuatnya tetap bernapas

22/07/2025

39

Bab 39 Bagaimana Alexa akan bereaksi terhadap rencana Davin

22/07/2025