Alunan musik begitu syahdu, membuat hati siapa saja tergugah untuk mendengar lebih banyak. Akeera dengan kepiyawaiannya dalam bermusik mampu memanjakan setiap telinga yang entah sengaja atau tidak sengaja mendengar lagu yang dibawakannya. Seolah semua jiwa hadir menghangatkan hati yang tengah pilu. Iringan setiap gesekan bow yang mengenai senar biola membuat semua mata hanya tertuju padanya. Bahkan mata indah beriris biru itu terus terpaku akan penampilan Akeera yang begitu memukau. Kesungguhan hatinya tidak ada yang tahu. Namun, dalam diam dia hanya berharap. Kebahagiaan akan selalu untukmu. Aku akan pastikan itu!
Pilu Dalam Alunan Lagu
Seperti malam sebelumnya, lampu temaram membuat dirinya mampu mengambil suasana. Pesta megah dan juga mewah, mampu gadis itu kuasai dengan suara gesekan dari biolanya. Semua menjadi semakin terasa klasik dan juga berkelas.
Jari lentik seorang gadis berparas cantik itu terus menari-nari dengan indah di atas dawai biolanya. Sorot lampu yang hanya tertuju padanya, membuat dirinya kembali mengingat kisah yang selalu ingin dia hapus. Namun, sayang beribu sayang. Akeera tidak pernah diajarkan untuk melupakan apa pun. Hingga membuat sebuah rutukan dalam isakan pun mulai menggelora.
Mulut Akeera yang terdiam membuat semuanya terasa biasa, bahkan baik-baik saja. Namun, hati gadis itu tetap jujur dalam sebuah cerita yang mengalun melalui irama biolanya, hingga membuat beberapa tamu undangan di pesta itu berkaca-kaca. Bahkan ada di antaranya yang sampai menitikan air mata.
Perlahan, Akeera melihat sekitar. Mata birunya menyapu seisi ruangan meski tidak terlihat jelas. Sorot matanya memperlihatkan bagaimana rasa sakit itu mendera hatinya. Dia pun mulai memejamkan matanya dan memainkan lagu itu semakin menyayat hati bagi yang mendengarnya.
Gemuruh tepuk tangan memenuhi seisi ruang pesta. Iris biru itu kembali terbuka. Bahkan kini bibir indahnya mulai melukis senyuman yang tak kalah memukau dari penampilannya malam ini. Akeera sedikit membungkukkan tubuhnya untuk memberikan salam hormat terakhirnya, sebelum dirinya turun dari panggung itu.
"Kau selalu luar biasa, Akeera," Samuel memeluk tubuh Akeera dengan bangga.
"Terima kasih. Kau sangat tampan malam ini, Sam," Akeera mulai melerai pelukan mereka.
"Terima kasih. Kakakmu ini memang selalu tampan, bukan?" Samuel malah menggoda Akeera yang masih saja tersenyum memandangi wajah kakak laki-lakinya.
"Ya, hanya saja kau selalu sendiri, membuat ketampananmu ini seolah sia-sia," ucapan Akeera sukses membuat Samuel menatap dirinya tajam.
"Tidak ada yang namanya sia-sia jika itu menyangkut diriku. Asal kau tahu..." Samuel mulai mengoceh saat dirinya kalah dalam hal menggoda. Akeera selalu menang dalam hal apa pun.
Akeera sengaja menggoda Samuel yang terus menjaganya, padahal pria itu juga merupakan tamu undangan pesta itu. Namun, kakak laki-lakinya ini hanya fokus pada adik yang dia anggap masih kecil. Padahal usia Akeera akan genap dua puluh lima tahun beberapa bulan lagi.
Samuel hanya berfokus pada pekerjaan dan juga adik perempuannya. Seolah dalam hidup pria itu tidak ada lagi hal yang penting selain dua hal itu. Bahkan Akeera pernah sampai gemas sendiri karena perlakuan kakak laki-lakinya yang menurut Akeera sendiri terlalu berlebihan. Namun, Akeera sadar jika kakak laki-lakinya itu hanya terlalu sayang. Dia tahu Samuel ketakutan saat dirinya jauh dari jangkauan pria itu.
Semua itu sudah berlalu, bahkan sudah delapan tahun lamanya kisah itu tertinggal di masa lalu. Akeera ingin melihat kakak laki-lakinya itu berkencan dengan seorang gadis, bukan hanya menjadi pengawal pribadinya saja. Akeera sangat tahu betul, usia kakaknya itu sudah mapan untuk memiliki pendamping. Namun, Samuel tetaplah Samuel. Meski berakhir dengan ocehan, pria itu akan tetap di sisi Akeera dan menjaga gadis itu lagi seolah sindiran yang terlontar tidak ada artinya.
"Permisi! Maaf mengganggu waktunya. Apa saya boleh berkenalan dengan anda?"
Akeera mengalihkan pandangan pada sosok wanita yang begitu cantik dalam balutan gaun malam berwarna merah. Senyumnya begitu menawan, membuat Akeera pun ikut tersenyum.
"Tentu..." ucapan Akeera langsung dipotong oleh Samuel yang kini tengah memeluk pinggangnya dengan posesif.
"Apa anda tidak melihat jika saya sedang bersama seorang gadis?" nada bicara Samuel terdengar sarkas yang membuat Akeera berdecak pelan.
"Ah, maaf. Saya pikir dia adik anda," senyuman wanita itu tetap merekah.
Akeera melepaskan pelukan Samuel begitu saja. "Kau benar. Dia Kakakku."
"Syukurlah..." wanita itu merasa lega mendengar ucapan Akeera.
Akeera membereskan barangnya sebelum dia menenteng tas biola. "Sepertinya kalian membutuhkan waktu untuk sekedar mengobrol. Kalau begitu aku tinggal dulu."
"Ayo kita pulang!" Samuel menggandeng tangan Akeera yang bebas.
"Tidak. Aku akan pulang sendiri. Kau nikmatilah waktunya. Aku senang jika memiliki kakak ipar," ucap Akeera yang langsung beralih pada wanita yang tidak jauh dari jangkauannya. "Senang bertemu denganmu."
"Aku juga," wanita itu memberikan isyarat tanda terima kasih pada Akeera karena dia mengizinkan Samuel bersamanya.
Akeera tidak mengidahkan teriakan Samuel. Dia hanya terus berjalan dengan senyumnya yang masih merekah. Terkadang dia harus melakukan hal yang Samuel tidak sukai.
Maafkan aku! Aku hanya ingin kau merasakan kebahagiaan juga seperti teman sebayamu yang kini sudah memiliki kekasih. Bahkan mereka sudah memiliki anak yang lucu-lucu. Batin Akeera.
Tangannya menarik sedikit mantel yang membungkus tubuhnya. Udara malam ini sangat dingin untuk makhluk hidup yang masih beraktivitas di luar ruangan. Bahkan mulut Akeera pun sampai berasap, hanya sekedar mengembuskan karbon dioksida.
Salju mulai menipis di minggu terakhir bulan Februari, meski suhu masih di bawah lima derajat selsius. Setidaknya tidak selebat di bulan awal tahun. Namun, semua ini terasa luar biasa, apalagi sekarang Akeera tengah berjalan seorang diri menuju tempat di mana taksi lebih mudah didapat.
Akeera melihat sekelilingnya yang tidak terlalu banyak kendaraan berlalu lalang. Sesekali dia menggosok lengannya yang terasa dingin meski tertutup mantel. Gaun tanpa lengannya hanya membantu saat pentas saja, tapi tidak di luar ruangan seperti ini. Sepi dan seorang diri. Matanya tidak kunjung menangkap apa yang dia butuhkan, malah menatap sesosok pria tampan dengan mantel yang kini berdiri tidak jauh darinya.
"Apa kau Akeera Gergye?" sapa pria itu dengan ramah.
Bab 1 Pilu Dalam Alunan Lagu
13/03/2022