/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
Alia menghela nafas panjang. Kapan dia bisa berlibur dan pulang ke desa? Dia rindu pada ibu dan bapaknya. Tapi pekerjaannya sebagai seorang pembantu rumah tangga di rumah ndara Joyo hampir tidak memungkinkannya untuk mengambil liburan setiap saat. Dan hal itu membuat dada Alia seakan membengkak oleh rasa rindu.
"Ora sah nangis, Ya! Sabar! (Tidak usah nangis, Ya! Sabar!)" Bisik Sari.
Hari sudah malam, Alia dan Sari berbisik-bisik di dalam kamar mereka di samping dapur.
"Iyo, Ri! Aku wis ndonga ben aku kuat, tapi kadang aku ora bisa, (Iya, Ri! Aku sudah berdoa agar aku kuat, tapi kadang aku tidak bisa,)" jawab Alia pelan. Dia menyusut air matanya.
Sari merasa iba. Dia sudah lebih lama berada di sini. Awalnya dia juga merasa sedih seperti Alia, tapi lama-lama dia menjadi terbiasa dan akhirnya sedikit demi sedikit melupakan rasa rindunya pada orang tuanya.
"Wis njajal matur ndoro putri, Ya? (Sudah pernah mencoba bilang ndoro putri, Ya?)" Tanya Sari.
Alia mengangguk.
"Sudah. Tapi kata ndoro putri aku disuruh menunggu tiga bulan lagi. Sesuai dengan kontrak yang dibuat oleh agen yang menyalurkanku," kata Alia.
Sari mengangguk.
"Dulu aku juga gitu, Ya. Tapi nggak salah juga kalau cuma nanya," kata Sari, "Besok kutemenin tanya, ya?" Kata Sari lagi.
Alia mengangguk, walaupun agak ragu juga. Jantungnya berdebar kencang, membayangkan seperti apa reaksi ndoro putri besok.
****
Namanya Sulistiyaningrum. Seorang anak bangsawan jawa turun temurun. Dia menjadi istri kesekian seorang saudagar tua yang kaya raya. Dan Ningrum mewajibkan kesempurnaan di semua sudut rumahnya.
Dia terkenal perfeksionis dan nyinyir kalau sudah menyangkut kesempurnaan dan keapikan rumahnya. Ningrum tidak mau tahu. Dia harus memiliki rumah terbaik, terindah dan terbersih bila dibandingkan dengan rumah-rumah istri ndoro Joyo yang lain. Sehingga tidak heran, setiap enam bulan sekali Ningrum memecat pembantunya dan menggantinya dengan pembantu yang baru, yang lebih mumpuni, lebih piawai, lebih terpercaya dan kalau bisa lebih cantik atau lebih tampan.
Seperti asisten rumah tangganya yang baru. Alia. Dia cantik, lulusan SMP, karena kabarnya Alia keluar dari sekolah ketia dia kelas satu SMA. Jadi masalah baca tulis dan hitung tidak masalah. Ningrum memercayakan Alia membersihkan lantai dua rumahnya, sambil melihat perkembangan kerja Alia, karena sebenarnya Ningrum berencana membawa Alia ke toko dan akan dijadikan pencatat administrasi, tapi awalnya dia harus melihat komitmen Alia dalam bekerja dulu.
Dan pagi ini Ningrum sudah dibuat muntab tanpa sebab ketika melihat wajah Alia yang sembab oleh air mata. Ningrum gemas sendiri. Dia benci kepada orang yang tidak tabah dan tegar ketika harus bekerja dan tinggal jauh dari orang tuanya.
Dan Ningrum tidak berbelas kasihan lagi pada Alia. Dia memandang tajam Alia dan Sari yang duduk bersimpuh di depannya.
"Njaluk mulih terus! Aku kan wis ngomong, yen wis nyambut gawe nem sasi nembe oleh mulih! Yen wis ora tahan, saiki wae kowe mulih! Ora sah mulih kene maneh! (Minta pulang terus! Aku, kan sudah bilang, kalau sudah kerja enam bulan baru boleh pulang! Kalau memang tidak tahan, kamu pulang sekarang saja! Dan tidak usah kembali ke sini lagi!)" Teriak Ningrum menggelegar.
Membuat kedua pembantunya itu menunduk dalam-dalam. Mereka diam tak berani bergerak ataupun menjawab. Ningrum juga merasa sebal, dia bisa saja membuat mereka berdua duduk bersimpuh sampai besok, tapi karena dia akan pergi akhirnya Ningrum menyuruh dua pembantunya itu pergi begitu saja.
"Ora sah takon mulih-mulih maneh! Yen sepisan maneh aku krungu masalah mulih, kowe wong loro bakal tak pateni! (Tidak usah tanya tentang pulang-pulang lagi! Kalau sekali lagi aku mendengar tentang masalah pulang, kalian berdua akan kubunuh!)" Seru Ningrum dan beranjak pergi. Membiarkan kedua pembantunya pergi begitu saja.
Biasanya Ningrum tidak akan sebaik ini. Biasanya dia kejam dan semena-mena, dia tidak akan memberi ampun kepada pembantunya yang kurang ajar bertanya padanya tentang masalah pulang. Hati Ningrum mendidih, tapi dia ingat pesan ndoro Joyo ketika Alia masuk ke rumah ini pertama kali.
"Sing iki aja dikon lunga, sik, ya! Tak cobane sethithik wae. Oleh, to? (Yang ini jangan disuruh pergi dulu, ya! Aku ingin mencobanya sedikit saja, boleh, kan?)" Tanya ndoro Joyo ketika melihat Alia dari kejauhan.
Ningrum memerhatikan Alia. Gadis desa Kedung Waru, lulusan SMP, memakai celana panjang warna hitam, atasan batik lengan panjang dan jilba kaos warna kuning gading, membawa tas ransel kumuh yang sepertinya berisi baju. Ningrum menghela nafas panjang. Wajah Alia cantik, tapi dia masih begitu polos dan lugu, butuh begitu banyak dipermak. Ningrum tersenyum geli.
"Badhe ngersaake digarwa nopo, Ndoro? (Ingin diperistri, Ndoro?)" Tanya Ningrum.
Ndoro Joyo tertawa terbahak-bahak.
"Kowe cemburu, ya? Ojo cemburu, Rum! Aku ora pengen mbojo maneh! Aku ming pengen ngicipi, tok! Sethithik ae! Oleh ora, Rum? (Kamu cemburu, ya? Jangan cemburu, Rum! Aku tidak ingin menikah lagi! Aku hanya ingin mencicipi, tok! Sedikit saja! Boleh nggak, Rum?)"
Ningrum paham maksud ndoro Joyo. Dia mengangguk. Mereka berpandangan dan tertawa bersama.
"Kulo siapaken tigang wulan malih, njih, Ndoro? (Saya siapkan tiga bulan, ya, Ndoro?)" Tanya Ningrum.
"Ya! Kowe wis mudheng saiki! Matur nuwun, ya, Rum! (Ya! Kamu sudah paham sekarang! Terima kasih, ya, Rum!)" Kata ndoro Joyo.
Ningrum mengangguk. Dia melihat ndoro Joyo yang sudah renta itu berjalan perlahan ke kamarnya.
Hati Ningrum masih merasakan didih kemarahan yang sama.
****
Alia terpaksa harus menahan diri untuk tidak menangis dan harus kuat. Dia menggigit bibir kuat-kuat agar tidak teringat akan pulang terus. Dia tetap melaksanakan tugasnya dengan baik, membersihkan lantai dua rumah ndoro Joyo dan ndoro putri. Dia tidak pernah mengeluh, tidak pernah menanyakan lagi tentang kepulangan pada siapapun. Alia menyimpan duka laranya sendiri. Dia menelan semua kesedihannya sendiri.
Dan pada hari itu, seperti biasa Alia memulai aktivitasnya pada pagi hari.
"Aja diresiki, Ndhuk! Engko sore wae! (Jangan dibersihkan, Ndhuk! Nanti sore saja!)" Kata ndoro putri dengan suara yang lembut. Alia mengangguk. Dia bersimpuh di depan ndoro putrinya dengan takzim.
"Kulo badhe diutus nopo, Ndoro? (Saya disuruh apa, Ndoro?)" Tanya Alia, dia agak bingung karena tidak diperbolehkan bekerja.
Ningrum diam sejenak. Dia nampak berpikir.
"Kowe bariki melu aku wae, ya! Dina iki kowe ora sah nyambut gawe! (Kamu setelah ini ikut aku, ya! Hari ini kamu tidak usah bekerja!)" Kata Ningrum, membuat Alia mendongak terkejut. Tapi buru-buru menundukkan pandangannya lagi. Waktu mendongak beberapa detik tadi, dia sempat melihat wajah ndoro putrinya yang cantiknya tak terkira. Cantik tiada tara. Cantik seperti wanita-wanita yang ada di majalah ibu kota.
Ningrum tertawa.
"Hari ini kita berteman, ya?" Kata Ningrum. Dengan kasar dia mengangkat dagu Alia. Membuat Alia terhenyak dan hampir terjengkang karena terkejut.
"Setelah hari ini selesai, kamu boleh pulang kalau kamu mau!" Kata Ningrum dan dilanjutkan dengan tawanya yang menggelegar. Membuat Alia merinding dan ketakutan.
"Mau pulang, kan?" Tanya Ningrum.
Alia merasa ada sesuatu yang salah. Tidak seharusnya Ningrum menawarinya untuk pulang dengan cara seperti ini. Seharusnya Ningrum galak dan marah-marah padanya, tapi sekarang yang terjadi adalah kebalikannya. Ningrum melarangnya bekerja dan memintanya untuk ikut Ningrum entah ke mana.
"Kenapa tiba-tiba saya diperbolehkan pulang, Ndoro?" Tanya Alia berani.
Ningrum membeliak tak percaya mendengar pertanyaan Alia. Dia mendelik.
"Gelem opo ora? Yen ora gelem ya ora popo! Kowe ora sah mulih wae sak lawase! (Mau tidak? Kalau tidak mau ya tidak apa-apa! Kamu tidak usah pulang saja selamanya!)" Teriak Ningrum murka. Wajahnya merah padam.
Alia sangat ketakutan ketika melihat wanita cantik itu murka. Wajah Ningrum yang marah nampak merah dan sangat cantik, sangat cantik jelita. Alia berusaha menundukkan kepala. Tapi Ningrum tetap memegangi dagunya dan tanpa disangka kemudian dia menampar Alia kuat-kuat hingga tubuh Alia jatuh tersungkur.
Ningrum bangkit dan menginjak punggung Alia.
"Yen kowe ora manut, berarti keluargamu mati kabeh! (Kalau kamu tidak menurut, berarti keluargamu mati semua!)"
****
Untuk kesekian kalinya pria itu mendatangi rumah Arya di Kedung Waru. Pria itu nampak terlihat begitu 'mriyayeni' atau begitu terlihat jelas memiliki strata sosial yang tinggi alias bangsawan. Pria itu selalu nampak sopan dan berwibawa. Menyapa Arya dan kemudian meminta tolong kepada Arya.
"Mas Arya, kulo saestu badhe nyuwun tulung, njih? (Mas Arya, saya benar-benar hendak minta tolong, ya?)" Kata pria bernama pak Dewabrata itu.
Arya tersenyum.
"Pangapunten, wangsulanipun taksih sami, Pak. Kawulo mboten saged! (Maaf, jawabannya masih sama, Pak. Saya tidak bisa!)" Jawab Arya dengan kesopanan yang sama.
/0/15126/coverorgin.jpg?v=3a995cbe5ea1f22ba4cc08577ec6dd32&imageMogr2/format/webp)
/0/19827/coverorgin.jpg?v=42e4246edc332ad131b87f0fec77c2f4&imageMogr2/format/webp)
/0/18874/coverorgin.jpg?v=ee9d422b526d303c7530741041a3c165&imageMogr2/format/webp)
/0/29128/coverorgin.jpg?v=678a54cfd5d890246a6ff81bb3bc8de9&imageMogr2/format/webp)
/0/15746/coverorgin.jpg?v=dd951388bf1506d99ea44810f630efd4&imageMogr2/format/webp)
/0/9295/coverorgin.jpg?v=a0f7c3bac77f643079e98db620e8b81a&imageMogr2/format/webp)
/0/29173/coverorgin.jpg?v=1dcb4e2f61ac8c9239f0cd7c6807ea17&imageMogr2/format/webp)
/0/17365/coverorgin.jpg?v=6db8622c3069ac6f74d1e2e5fb155f63&imageMogr2/format/webp)
/0/17095/coverorgin.jpg?v=715776ef2540a158c0179afa5f34f3a7&imageMogr2/format/webp)
/0/16463/coverorgin.jpg?v=83f6dd3af71ea3068b6d2868bc1debf9&imageMogr2/format/webp)
/0/17882/coverorgin.jpg?v=9079b312ff97b8638c0c92c6cce5b2b1&imageMogr2/format/webp)
/0/18915/coverorgin.jpg?v=42c00b78c9227407354760d92aebd1c6&imageMogr2/format/webp)
/0/19038/coverorgin.jpg?v=bc8737a1657af9debfad6717df8020f0&imageMogr2/format/webp)
/0/19437/coverorgin.jpg?v=10f7a26f993d2fbbc8598e531f76a716&imageMogr2/format/webp)
/0/19583/coverorgin.jpg?v=dbcc1ce290daebd393b9182962021d9a&imageMogr2/format/webp)
/0/20158/coverorgin.jpg?v=e31fedc9b2e92637058c64cfe6927527&imageMogr2/format/webp)
/0/21521/coverorgin.jpg?v=949f724aa518bedbacb3226a7a839c89&imageMogr2/format/webp)
/0/2562/coverorgin.jpg?v=1c0bc876cf31e2917d8e16ad7eb33bc5&imageMogr2/format/webp)
/0/2668/coverorgin.jpg?v=c1701687d0f3dbf427f89dd7bb50d76f&imageMogr2/format/webp)