Laura Melba, terbangun di samping pria tak di kenal setelah menghadiri pesta besar bersama sahabatnya. Kesadaran yang berusaha Laura ingat, justru terkuak fakta bila dia terlibat hubungan satu malam bersama pria yang ditakuti penjuru dunia. Alther Castellano, Mafia kejam pelopor dunia hitam perdagangan bebas. Akibat obat terlarang yang tak sengaja mereka minum, mengakibatkan malam panjang penuh gairah di dalam sebuah room. Seperti jebakan dari musuh, pria itu melampiaskan kemarahan pada Laura dan menyeretnya masuk ke dalam istana mewah miliknya. Satu hari bagai satu tahun di Mansion pria itu, banyak luka, kekerasan, serta penderitaan yang Laura rasakan. Sampai dimana, dua garis merah menjadikan sang Mafia sadar bahwa Laura tengah mengandung darah dagingnya. Lalu, apakah Mr. Castellano percaya dan mengumumkan pernikahan? Atau justru melenyapkan anak dan ibunya?
"Astaga, mataku berkunang dan tubuhku terasa panas. Dimana pria tadi? Aku ingat betul kalau dia masuk ke dalam sini."
"Tidak. Kenapa aku berubah gila ingin bercumbu dengannya?" Laura merutuki pikirannya, dia bersandar pada dinding menahan panas dingin.
Seperti terbang tinggi ke angkasa awan, Laura terkikik geli sambil membayangkan dirinya berada di bawah kukungan pria tampan. Otaknya bekerja cepat berhalusinasi pada permainan gila yang penuh damba. Oh tidak, kesadarannya terpengaruhi minuman keras, dia terlalu banyak minum dan lupa diri bahwa sedang berada di tempat asing jauh dari pesta yang berlangsung.
"Ah, aku menemukanmu," ujarnya tersipu malu.
Gelagat tak biasa secara tidak langsung menuntunnya berlajan mendekati sesosok pria tampan di depan sana. Matanya membola, menggelengkan kepala berulangkali untuk menyingkirkan rasa aneh yang bersarang dalam dirinya. Sensasi luar biasa dapat dia rasakan melalui embusan AC di ruangan yang masuk ke celah-celah gaunnya.
"Kamu tampan sekali. Dari mana tempatmu berasal, apa negeri dongeng?" oceh Laura sambil membelai buah dada, wajahnya yang sayu menggelap berusaha memancing hasrat pria asing di hadapannya.
Alther Castellano, bajingan kelas kakap di takuti penjuru kota. Aneh rasanya, pria itu merasakan hal sama seperti Laura. Alter seperti terbakar api menyala setelah menghabiskan satu sloki minuman dalam gelas kecil di atas meja.
"Siapa kau, gadis kecil? Kenapa masuk ke ruangan terlarang? Aku tidak memesan tubuhmu." Alther duduk tidak tenang, menepis segala pikiran aneh dengan hasrat perlahan naik mencekiknya di udara.
Laura mengerucutkan bibir, mengedipkan satu mata dan berkata, "Nyalakan pendingin ruangannya. Aku kepanasan, Tuan."
"Diam disana, Bunny. Nakal sekali gadis kecil sepertimu, berani menggodaku dengan tubuh kurusmu itu," ejeknya menyindir.
"Apa kamu bilang? Kalau aku sudah telanjang, air liurmu menetes tanpa henti. Apalagi bagian bawahmu pasti bereaksi seperti ulat bulu, menggelikan," balas wanita itu sengaja memainkan lidah di atas bibir. Terlihat sexy dipandangan Alther.
Alther sendiri bukannya tidak tergoda, justru dia menahan mati-matian dirinya yang perlahan mulai gila akan pesona Laura. Nafasnya tersengal disertai pikiran yang kacau. Saat satu persatu pakaian lolos dari tubuh wanita itu, hasratnya menggelegak mematahkan segala ejekannya.
"Oh, shit!" umpat Alther terhenyak.
Memicingkan bibir dengan senyuman penuh kemenangan, Laura melipat tangan di depan dada. "Kenapa, Tuan? Apa tubuhmu sedang kebakaran?"
"Tutup mulutmu, Bunny. Cepat kemari dan naik ke atas ranjang!" perintah pria itu bersuara serak kian meredup penglihatannya.
"Ya, itu tujuanku."
Melakukan sedikit tarian, Laura meliukkan tubuhnya secara dramatis. Dia mendekati tiang panjang di pojok ruangan, dalam satu gerakan lincah, tubuhnya berputar dan mengayun secara indah. Laura memainkan pole dance untuk membuka permainan sebelum beraksi menghabiskan malam panjang bersama pria tak di kenalinya.
"Pembukaan menarik, aku suka," gumam Alther duduk di tepi ranjang sambil melepaskan kancing kemeja.
Setiap gerakkan yang dilakukan Laura mampu menciptakan fantasi berbeda. Sudah banyak wanita menjadi teman tidurnya, banyak gaya dan pembukaan, tapi tak satupun semenarik Laura.
"Kemari, jeritkan namaku sepanjang malam."
"Apa kita bercumbu?" tanya Laura semakin hilang kesadaran.
"Ya, kubuat banyak kenangan malam ini. Tunjukkan pesonamu, Bunny," bisik Alther penuh sensual dan menarik tubuh Laura ke dalam gendongannya.
"Kalau ini hanya sekedar mimpi, cumbu aku sampai matahari bersorak pagi," balasnya mengecup bibir Alther lebih dulu.
"Jangan menyesal karena kau sendiri yang melemparkan tubuhmu cuma-cuma padaku!"
"Mmhh ..."
Desahan pertama lolos, hubungan satu malam dimulai dari panas lidah Alther mendorong masuk ke dalam mulut Laura. Tangannya bekerja cerdik membelai pangkal paha naik ke atas dan berhenti di perut datar wanita itu. Sapuan hangat menggelitik tubuh dan kian bermain di antara bukit kembar sebelum akhirnya, sentakan kasar membuat pembungkus bra teronggok di lantai yang dingin.
Alther tertegun, dia berhenti melumat dan fokus pada puncak buah dada Laura, indah dan berukuran pas di tangannya.
"Kau percaya padaku?" tanyanya menatap manik mata Laura.
Wanita itu mengangguk, sayup-sayup merasakan nafas Alther begitu hangat, kemudian mendengar suara serak bercampur ciuman panas. Pengaruh obat terlarang membutakan mereka hingga saling menghabiskan malam panjang bersama dua insan yang tak saling mengenal sebelumnya.
"Ahh ...."
"Alther! Itu namaku," beritahunya.
"Shh ... Alther ... panas."
"Tenanglah, aku belum masuk ke inti permainan. Rilekskan tubuhmu, Bunny."
Laura melenguh, hasratnya naik turun hanya dengan lidah Alther bermain di atas puncak dadanya. Nikmat, itu yang dia rasakan saat ini.
"Bersiaplah," ujar pria itu hendak memposisikan diri.
"Tunggu," tahan Laura.
"Ada apa?"
"Ini pertama kali untukku, tolong pelan-pelan," imbuhnya. Sial, itu terlihat menggemaskan.
Terbuai seolah tidak peduli, anggukan kepala hanya sebagai pemanis untuk menjawab permintaan Laura. "Nikmati."
"Ahhh, Alther ..."
Hanya desahan tidak ada suara lain, satu hujaman berhasil masuk membobol milik Laura. Teriakan panjang didedikasikan wanita itu dalam setiap gerakkan keluar masuk di bawah sana. Laura mencengkram seprei, sensasi luar biasa untuk pertama kalinya dia rasakan setelah melajang selama 23 tahun di dunia.
Alther tidak mampu mengendalikan diri dalam permainan yang didominasinya. Dia mengerang, menyalurkan kenikmatan meski harus berulangkali mendobrak dinding kewanitaan Laura dan berakhir sukses.
Kegilaan pria itu berubah liar, panas dan kasar. Alther merubah gaya dengan mengangkat dua kaki Laura, meletakkannya di atas bahu, kemudian menghentakkan dorongan cepat. Peluh keringat menyatu dalam hasrat berkepanjangan dan tak berkesudahan.
"Sempit sekali milikmu, Bunny," erang Alther berekspresi sexy.
"Ini luar biasa, aku seperti terbang," lenguh Laura.
"Terbang setinggi mungkin, aku akan menaikkan pacu kudanya."
"Ouhh ..."
"Yeah ..."
Mata mereka beradu dalam gairah, Alther tak pernah mengalihkan pandangan dari seksinya ekspresi Laura. Tubuh wanita itu terhentak-hentak mengikuti ritme permainan.
Satu tangan menyangga tubuh, satu tangan lagi meremas buah dada. Ringisan rasa sakit tatkala bergerak kasar, akhirnya Alther menjeda sejenak sambil memastikan Laura masih dalam keadaan aman.
"Menungging, Bunny!" perintah Alther.
Terkulai lemas tidak berdaya, Laura dibantu membalikkan tubuh, sampai dimana Alther sadar kalau miliknya bercampur dengan bercak darah. Dia tersenyum, mendaratkan ciuman di punggung Laura, lalu membersihkan sisa darah yang ada di liang surga wanita itu menggunakan lidah.
Alther menjilat keseluruhan tanpa jijik, setelah dirasa bersih, barulah dia kembali memposisikan diri. Malam semakin larut menyisakan dua insan saling berlomba mencapai kepuasan, Alther membuat Laura tidak berhenti menjerit dengan berbagai gaya yang dia lakukan. Mereka bercinta berkali-kali, mentaklukkan hasrat yang meledak-ledak sampai lupa diri dan tak tahu diri.
Untuk seukuran manusia tidak saling mengenal, akan terdengar aneh bila pertemuan pertama langsung saling berhubungan badan. Alther Castellano, tergila-gila pada tubuh wanita di bawahnya.
Malam ini, di ruangan bernuansa merah terang, mereka lupa diri dan menyerah terhadap hasrat berkepanjangan. Bila matahari sudah bersorak pagi, tersadar dari apa yang mereka lakukan, tak ada yang menjamin, Alther berteriak marah.