Balas Dendam Dalam Cinta

Balas Dendam Dalam Cinta

Ryoum_ei

5.0
Komentar
830
Penayangan
39
Bab

Menggunakan hubungan untuk menjadi jembatan balas dendamnya, Alexander justru memiliki perasaan cinta mendalam untuk istrinya, Kimbeerly Libason. Perasaan cinta yang seharusnya dikubur dalam-dalam agar fokus pada tujuan, justru membuat Alexander berpikir dua kali antara melanjutkan atau menyudahi rencana balas dendamnya. Dengan terpaksa, Alexander menyudahi rencananya dan memilih pergi dari keluarga Libason demi menyembuhkan lukanya sendiri padahal saat itu Kimbeerly sedang mengandung darah dagingnya. Kimbeerly begitu mencintai Alexander. Ia tersiksa dengan keputusan Alexander yang memilih menghilang dari kehidupannya. Beberapa tahun kemudian, Kimbeerly bertemu kembali dengan Alexander. Kimbeerly menduga Alexander telah memiliki keluarga karena melihat pria itu sedang bersama seorang wanita dan seorang anak kecil. Di sisi lain, anak Kimbeerly pun terus menanyakan keberadaan sang ayah dan membuat Kimbeerly kebingungan untuk menjawab. Bagaimana akhir kisah mereka berdua? Apakah Alexander dan Kimbeerly akan kembali bersatu atau justru memilih jalan kehidupan mereka masing-masing agar tidak lagi saling menyakiti?

Bab 1 Hari Bersejarah

Alexander memerhatikan Kimbeerly yang terus menampakkan senyum manisnya dengan sorakan semua orang yang hadir. Ya ... mereka melangsungkan pernikahan hari ini. Semua orang turut bahagia dan sekarang waktunya membuktikan bahwa mereka saling mencintai lewat sebuah ciuman. Alexander menarik pelan tengkuk Kimbeerly dan melayangkan ciumannya yang lantas dibalas oleh Kimbeerly.

Suara teriakan dan sorakan penuh kebahagian memenuhi aula pernikahan dengan Alexander yang lantas melepaskan diri. Mereka saling bertatapan sebelum akhirnya menyunggingkan senyuman. Alexander menggenggam jemari Kimbeerly dengan erat dan gadis itu yang terus menampakkan senyum menawan.

"Aku akan selalu mencintaimu."

Alexander menoleh melihat Kimbeerly yang kembali tersenyum setelah mengatakan perasaannya kepada Alexander. Alexander hanya tersenyum tipis menanggapi hal itu. Ia segera membawa Kimbeerly berjalan ke depan untuk menjamu para tamu mereka yang sudah datang.

Alexander menyorot pada dua orang yang tampak terharu di depan sana. Itu kedua orang tua Kimbeerly yang kini menampakkan senyum bahagia karena putri dan menantu mereka datang menemui setelah perubahan status yang baru saja terjadi. Alexander menampakkan senyum tipisnya setelah berada di hadapan kedua orang tua Kimbeerly.

"Selamat atas pernikahan kalian, Kimbeerly dan Alexander. Aku bahagia sekali melihat kalian telah resmi menjadi sepasang suami istri." Victoria bicara sembari memeluk putrinya dengan penuh kasih dengan sorot mata yang juga menatap Alexander di samping putrinya.

Jeremy tidak bicara. Ia terus memerhatikan putrinya yang terus menampakkan senyum lebar hari ini. Ia tidak menyangka bahwa putri satu-satunya dalam keluarga mereka telah memiliki pasangan sekarang. Apalagi dengan sosok Alexander yang mengenal mereka dengan singkat. Jeremy bukannya tidak menyukai perubahan status anaknya, hanya saja ia merasa ini terlalu cepat. Jeremy masih ingin melihat Kimbeerly bersamanya dan menjadi anaknya yang tidak pernah jauh dari mereka. Sayangnya, ini sudah jalannya.

"Ayah."

Jeremy menampakkan senyumnya dengan anggukan sederhana. Ia menyambut putrinya dalam dekap hangat sembari merasakan hatinya yang sedikit tidak rela melepaskan Kimbeerly untuk diserahkan kepada Alexander. "Selamat atas pernikahanmu, Putriku yang cantik."

Kimbeerly mengangguk menanggapi ucapan selamat dari ayahnya. Ia melepaskan diri dan menatap ayahnya yang baru saja mengusap air mata yang hampir keluar. "Kau jangan menangis, Ayah. Selamanya aku akan menjadi putrimu dan tak akan kemana-mana."

Jeremy menggeleng. Ia kembali memeluk Kimbeerly. "Ayah hanya sedikit tidak rela putri satu-satunya dalam keluarga Libason sudah memiliki pasangan sekarang apalagi akan meninggalkan rumah."

Alexander tersenyum miring mendengar penuturan Jeremy. Wajahnya begitu tenang tetapi tidak dengan sorot mata elang itu. Tidak ada orang yang akan memperhatikan bagaimana dirinya sebenarnya. Alexander pandai memasang wajah dan menempatkan diri.

"Ehem!"

Deheman Alexander lantas membuat pelukan Jeremy dan Kimbeerly terlepas. Kedua orang itu menatap Alexander sebentar sebelum akhirnya tertawa kecil. Menyadari bahwa orang baru tengah tersinggung dengan percakapan mereka.

"Jangan katakan kau cemburu dengan ayah dan putrinya itu, Alexander." Victoria mengomentari ekspresi dan cara bertingkah Alexander dengan tertawa.

Alexander tersenyum tipis. "Seharusnya memang tidak, tetapi siapa yang tahu tentang perasaan manusia? Aku bahkan tidak bisa mengendalikannya untuk tidak cemburu meskipun aku tahu mereka adalah seorang ayah dan anak."

Ketiga orang itu tertawa menananggapi ucapan Alexander. Pria itu benar-benar tahu caranya membuat suasana hangat. Jeremy juga selalu memandang Alexander sebagai orang yang cerdas. Pria itu tidak pernah terlihat berpikir tetapi ucapannya selalu sesuai dengan hal apa yang terjadi. Wajar saja jika putrinya terpikat dengan pria seperti ini. Alexander pandai melakukan apapun.

"Baiklah, baiklah. Maafkan ayah mertuamu ini yang tidak mengerti dengan perasaanmu. Aku akan menyerahkan putriku untukmu," ucap Jeremy seraya menjauhkan diri dari Kimbeerly dan mendorong pelan putrinya untuk mendekat kepada Alexander.

"Itu bukan salahmu, Tuan Libason. Itu salahku karena tidak memahami bahwa kalian sedarah yang malah membuatku terlihat konyol dengan ungkapanku yang tadi. Maafkan aku membuatmu tersinggung." Alexander berujar sembari membungkukkan sedikit tubuhnya.

"Orang tuamu tidak datang, Alexander? Aku tak melihat mereka sejak acara dimulai."

Alexander menaikkan satu alisnya dengan wajah lesu. Merasa bersalah lalu berujar, "Mereka meminta maaf padaku sebelumnya karena harus menunggu nenek yang sedang sakit parah di rumah sakit. Sebelumnya aku datang bersama Ayah tetapi dia dengan sangat menyesal tidak bisa menghadiri pernikahan putranya sendiri karena harus pergi ke luar kota. Aku akan meneleponnya nanti dan mereka juga menitipkan salam kepada kalian."

Victoria dan Jeremy saling pandang. Merasa aneh dengan ungkapan Alexander. Hampir tidak ada orang tua yang ingin mengabaikan hari bersejarah anak mereka, apalagi untuk anak semata wayang dan ungkapan Alexander membuat mereka tidak yakin dengan kebenaran yang ada.

"Alexander berkata yang sebenarnya, Ayah and Ibu. Mereka mengatakan permintaan maafnya padaku tepat sebelum kita menikah dan memperlihatkan keadaan nenek Alexander yang begitu kritis. Ayahnya juga sedang dalam perjalanan bisnis penting hingga tidak bisa ikut serta dalam acara pernikahan kita. Meskipun ada rasa kecewa tetapi aku memaklumi keadaan mereka." Kimbeerly berujar karena melihat raut tidak percaya dari kedua orang tuanya.

Alexander. Pria itu mengangguk menyetujui ucapan Kimbeerly sembari menampakkan wajah bersalahnya. Sorot mata itu terus meneliti raut wajah Jeremy juga Victoria. Jelas sekali mereka masih merasa belum percaya dengan apa yang Kimbeerly katakan, tetapi mencoba menutupinya dengan senyuman tipis. Alexander tersenyum sinis lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Sedangkan Kimbeerly yang melihat Alexander mengalihkan pandangan, merasa bahwa pria itu sedang menutupi rasa sedihnya. Ia mengelus lengan Alexander, bermaksud menenangkan lelaki itu dari rasa tidak nyaman dan suasana canggung saat ini. Alexander kembali menoleh dan menampakkan senyuman tipis kepada Kimbeerly.

"Baiklah, Ibu ... Ayah ... aku harus menyambut beberapa teman dan tamu yang hadir. Sebelumnya terimakasih telah memberiku selamat dan merestui hubungan kami. Kalian begitu berarti bagiku sampai kapanpun dan dimanapun. Ku pikir aku memang harus hidup dengan kedua orang tuaku yang hebat ini, tetapi justru aku malah beralih kepada Alexander untuk menuju masa depan. Putri kalian ini memang kurang ajar."

Jeremy dan Victoria saling menatap sebelum akhirnya tertawa. Mereka mengangguk menyetujui Kimbeerly dan setelahnya, Kimbeerly membawa Alexander pada salah satu meja, dimana teman-temannya berkumpul dan menikmati hidangan yang tersedia.

"Selamat atas pernikahanmu, Kimbeerly. Aku tidak percaya kau akhirnya menyusul jejakku."

Kimbeerly menanggapi dengan senyuman atas ucapan salah satu temannya.

"Apalagi lelakimu sangat tampan dan terlihat ... berwibawa," sahut yang lain.

"Kimbeerly yang polos tidak akan lagi ada setelah malam pertama mereka."

Semua orang yang ada disekitar tertawa mendengar celotehan salah satu orang. Sebaliknya, Kimbeerly mengalihkan pandangan dengan wajah memerahnya juga Alexander yang tampak biasa saja. Seolah tidak peduli dengan apa yang teman-teman Kimbeerly katakan dan sibuk dengan pikirannya sendiri.

Getar ponsel membuat Alexander tersadar. Ia melihat sebentar ponselnya lalu membisikkan sesuatu pada Kimbeerly. Gadis itu terlihat murung sebentar sebelum akhirnya mengangguk menyetujui.

"Aku tidak akan lama, Baby." Alexander berujar kembali dalam sebuah bisikan untuk menenangkan Kimbeerly.

Alexander segera beranjak pergi. Meninggalkan Kimbeerly bersama dengan teman-temannya yang juga terlihat penasaran dengan apa yang akan dilakukan pria itu hingga membiarkan istrinya sendirian. Kimbeerly hanya mampu melihat kepergian Alexander dan mencoba mengalihkan rasa sedihnya dengan bercanda bersama teman-temannya.

"Ku rasa suamimu bukan pria yang memiliki waktu panjang."

Kimbeerly merasa tersinggung dengan ungkapan salah satu temannya namun ia membalas dengan gelengan pelan. "Dia memiliki banyak waktu, hanya saja mungkin itu lebih penting."

Teman-teman Kimbeerly saling menatap dengan rasa penasaran yang tidak mampu mereka lontarkan. Biarkan itu menjadi rahasia bagi mereka sendiri lalu hilang begitu saja.

"Kau sedang dimana, bodoh? Aku menunggumu sejak satu jam tadi."

Alexander sedikit menjauhkan ponselnya begitu suara teriakan nan melengking menerpa pendengarannya. Ia berdehem sebentar lalu mulai bicara. "Kenapa malah menungguku? Aku tidak berjanji menjemputmu jika kau lupa. Dasar!"

"Apa?! Kau melupakan perkataanmu sendiri? Dasar pria suka mengingkari janji. Katakan saja jika kau enggan menemuiku dan lebih memilih pekerjaan barumu itu."

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Gavin
5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku