Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
Dua sejoli yang saling mencinta memasangkan cincin pertunangan mereka bergantian, diikuti tepukan riuh dari para undangan yang hadir pada malam itu. Meisya dan Andre mengukuhkan hubungan mereka berdua dalam ikatan pertunangan setelah satu tahun menjalani hubungan asmara.
Kemudian acara yang lebih meriah pun di mulai. Para pemain musik menunjukkan keahliannya memainkan alat musik yang mereka kuasai, sementara seorang vokalist mulai memperdengarkan suaranya yang merdu.
Dia menyanyikan beberapa lagu romantis yang tengah di gandrungi oleh khalayak dan membuat suasana pada malam itu menjadi semakin syahdu.
Meisya tampak cantik dalam balutan gaun keemasan dengan ornamen yang elegan. Sedangkan Andre mengenakan setelan jas dengan warna senada. Mereka tampak begitu serasi sebagai pasangan.
“Selamat Kak.” Marissa datang menghampiri, kemudian memeluk sang kakak.
“Terimakasih Dek, akhirnya kamu datang juga? Kakak kira kamu tidak bisa datang?” Meisya balas memeluk sang adik.
“Iya, maaf. Aku kan banyak tugas di kampus yang harus di selesaikan dulu. Jadinya ya … gitu deh.” Marissa tertawa pelan.
“Nggak apa-apa, yang penting kamu datang.’ Meisya kembali merangkul sang adik.
“Selamat.” Kemudian Marissa mengulurkan tangan kepada Andre, yang kini telah menjadi tunangan kakaknya.
“Terimakasih, Cha.” Andre menyambut uluran tangannya untuk bersalaman, dengan senyum yang tersungging di bibir keduanya.
“Kalau gini udah sah dong?” ujar Marissa seraya menarik tangannya.
“Sah apanya?” Meisya merespon.
“Udah sah sama-sama.” Sang adik tertawa.
“Sah apanya? Ya belum lah.” Meisya menjawab.
“Yah, … kirain udah sah?’
“Belum, kan ini baru tunangan, belum menikah.” Andre menyahut.
“Iya, aku kira udah.” jawab gadis berusia 20 tahun itu, yang kembali tersenyum begitu manisnya.
Marissa?” Wina, sang ibu memanggil putri bungsunya.
“Jangan ganggu kakakmu terus Nak, biarkan mereka menerima tamu.” Perempuan itu pun datang menghampiri.
“Nggak Mama, aku cuma lagi minta maaf, soalnya datang terlambat.” jawab Marissa yang kemudian menghambur untuk memeluk sang ibu.
“Iya sayang Mama tahu, tapi sekarang ayo kita biarkan kakakmu menerima teman-temannya dulu.” Wina menarik anak bungsunya menjauh dari Meisya karena para tamu sudah mengantri untuk memberikan ucapan selamat kepada pasangan yang bertunangan itu.
***
Marissa tampak akrab dengan anak-anak. Dia pun berbaur dengan orang-orang yang hadir dan menerima tamu undangan dengan begitu ramah. Gadis 20 tahun yang merupakan mahasiswi fakultas ekonomi itu memang supel, dan dia pandai bergaul sehingga bisa dengan mudah mengakrabi siapa saja yang baru ditemuinya. Termasuk teman-teman dari Meisya dan Andre, juga rekan dan kolega dari sang ibu.
Dia bahkan dengan mudahnya mengakrabkan diri dengan teman-teman dari perusahaan tempat Andre bekerja.
“Ehm …” Suara dehaman pria di belakangnya menginterupsi.
Marissa menoleh, lalu memutar tubuh.
“Mudah sekali kamu bergaul dengan orang asing ya?” Andre berdiri di belakangnya.
“Kakak ngapain? Kak Mey mana?” Marissa melihat ke belakang tubuh pria itu.
“Kakakmu sedang sibuk dengan teman-temannya.” Andre pun menoleh ke belakang di mana sang tunangan tengah bercakap-cakap dengan beberapa orang sahabatnya. Dia kemudian melambaikan tangan sambil tersenyum kepada Meisya, dan di balas pula dengan hal yang sama oleh perempuan itu.
“See? Dia sangat sibuk.” Andre mengembalikan perhatiannya kepada calon adik iparnya.
“Nah, kakak sendiri kenapa nggak menemui teman-teman kakak?” Marissa bertanya lagi.
“Sudah tadi.” Pria itu menjawab sambil melambaikan tangan kepada beberapa orang yang berpamitan kepadanya.
“Terus kenapa malah kesini?” Gadis itu menatap curiga.
“Kamu tahu, di dalam sana membosankan.” Andre maju dua langkah sehingga mereka hampir tak berjarak. “Dan lagi …” Kemudian dia sedikit menunduk ke arah Marissa. “Aku merindukanmu,” bisiknya di telinga gadis itu.
Wajah Marissa tampak memucat, lalu dia mendongak. Sedetik kemudian dia mundur sejauh dua langkah ke belakang.
“Ini bahkan di acara pertunangan kakak.” Gadis itu mengingatkan.