Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
My Ex, My Husband
5.0
Komentar
399
Penayangan
9
Bab

Demi menolak perjodohan dengan Mateo Relova si duda narsis beranak satu, Aesya Canela kembali mengejar mantannya saat SMA dulu-Randa Delasiga (Juniornya). Dia melakukan banyak hal termasuk meminta Randa menghamili dirinya. Lelaki dengan segala masa lalu itu menolak karena rasa sakit hati. Namun, sekeras-kerasnya batu bisa hancur karena tetesan air hujan. Demikian halnya dengan Randa. Namun, setelah menjadi istri Randa, seorang Mateo Relova tidak tinggal diam. Permainannya sangat cantik untuk mendapatkan Aesya termasuk memanfaatkan Ainera dan juga Halim.

Bab 1 Bertemu Calon Jodoh Pilihan Papa

"Menikah!"

Aesya Canela-perempuan berusia 23 tahun itu melotot tajam pada lelaki yang sudah membesarkan dirinya penuh kasih sayang dan juga kemewahan.

Halim Hazmi! Dia adalah papa dari Aesya dan seorang duda ditinggal pergi sang istri untuk selamanya.

Ya, lelaki itu mengangguk sembari mengadu sakit saat kaki kirinya bergerak sedikit.

"No, Pa." Aesya menolak.

Tidak ada pernikahan di usia yang menurut Aesya masih muda. Baginya juga menikah itu adalah hal paling konyol yang bisa mempercepat kerutan karena memikirkan rumah tangga yang rumit. Apalagi dia juga belum memiliki tambatan hati. Untuk saat ini dirinya lebih menyukai foya-foya.

"Papa khawatir sama Esya kalau papa kenapa-napa. Siapa yang akan menjaga dan melindungi Esya kalau papa meninggal nantinya?" Halim menghela napas membayangkan dirinya meninggalkan dunia ini sedangkan putrinya yang manja serta belum mandiri itu tidak ada yang merawat.

Halim butuh orang yang bisa dipercaya untuk melanjutkan perjuangan menjaga Aesya yang begitu disayanginya itu.

Aesya memutar bola matanya. "Papa jangan hiperbola, deh. Dokter Amel bilang, penyakit Papa itu Asam Urat bukan penyakit kronis yang bakalan bikin Papa meninggal."

Halim memijat keningnya. "Walaupun hanya Asam Urat tetap saja itu penyakit, Esya."

"Bukan berarti Aesya harus menikah juga. Aesya masih mau bersenang-senang, Pa." Helaan napas Aesya terdengar kasar. Dia tidak ingin terjebak dalam pernikahan dengan siapapun saat ini. Itu sulit sekali!

"Turuti permintaan papa sekali saja."

Aesya menggeleng. "Males. Aesya masih menikmati hidup. Besok itu Aesya mau ke Bali bareng Nera. Kalau kaki Papa masih sakit, gak usah kerja dulu."

Halim meneteskan air mata. "Aesya tega sama papa."

Aesya kembali memutar bola mata. Papanya mulai berdrama. "Papa jangan lebay, deh. Aesya itu masih mau menghabiskan uang Papa yang tujuh turunan gak bakalan habis. Menikahnya nanti saja kalau udah ada yang cocok. Lagian, siapa yang mau menikah dengan Aesya si manja ini?" Aesya memasang senyum termanisnya kepada sang papa. "Atau gini, Papa saja yang menikah. Aesya punya kenalan yang bisa Papa jadikan istri. Em ... atau mamanya Ainera saja. Gimana?" Aesya menawarkan kerjasama yang membuatnya terbebas dari pernikahan.

Halim menggeleng. "Tidak!"

"Aesya belum mau menikah, Pa. Lagian penyakit Papa itu gak parah."

"Jadi Aesya baru nurut sama papa kalau penyakit papa itu parah?"

Aesya menghela napas. "Gak gitu juga."

"Besok temui lelaki bernama Mateo Relova di restoran biasa. Kalau Aesya menolak, papa sita semua fasilitas yang Aesya punya."

"Besok itu Aesya mau ke Bali." Aesya menolak. Astaga, dia sudah merencanakan liburan ke Bali bareng Nera sejak awal bulan dan baru pertengahan terealisasikan.

Bagaimana mungkin ia bisa membatalkannya begitu saja?

"Batalkan!" Halim menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

Aesya menghela napas kasar. Liburan yang sudah ia rencanakan kali ini benar-benar gagal. Terpaksa! Papanya kalau sudah merajuk melebihi gadis remaja.

**

Aesya menarik tangan Nera ke dalam restoran yang papanya katakan kemarin.

"Lo yang dijodohkan, kenapa gue ikutan batal terbang ke Bali juga?" Nera menggerutu lantaran impiannya ke Bali bertemu seorang bule kenalan di media sosial gagal karena ulah Aesya.

"Kita itu sahabat. Gue menderita, lo juga harus ikut menderita."

"Buset, deh. Lo bahagia, gue apa? Nepok nyamuk yang lewat." Nera mengedarkan pandangannya ke seluruh kafe. "Apa ciri-cirinya?"

"Punya hidung, mata dan juga kepala." Aesya asal menjawab.

"Gue juga tahu itu. Mana mungkin lo ketemu sama orang yang gak punya kepala."

"Lo bawel banget, Ra," protes Aesya.

"Lo yang nyebelin, Aesya. Gue nanya ciri fisiknya gimana, bukan nanya apakah dia punya hidung atau kepala."

Aesya memasang mimik bersalah. "Ups. Sahabat bantet gue cemberut."

"Diam!" Nera berjalan menuju satu meja di mana seorang lelaki yang membelakangi mereka duduk.

Ainera menarik kursi di depan lelaki itu dan kemudian tersenyum. "Mateo Relova?" Bertanya tanpa keraguan sama sekali.

Lelaki itu menggeleng. "Bukan."

Nera meringis dan segera bangkit dari duduknya dan menarik tangan Aesya.

"Untung bukan dia."

"Kenapa untung?" Aesya yang tidak melihat lelaki yang diajak bicara oleh Nera hanya bisa bertanya kembali.

"Jelek. Gak cocok sama lo."

Aesya mengerucut bibirnya. "Gue udah membatalkan penerbangan gue dan kalau itu orang gak sesuai ekspektasi, gantian gue yang akan merajuk sama bokap gue."

"Gue juga protes sama bokap lo. gue minta ganti rugi karena diseret sama lo."

"Ya udah minta aja seratus juta."

"Peang otak lo. itu duit bukan daun. Enak aja asal nyebut." Nera menggelengkan kepalanya. Aesya menyebut jumlah uang selayaknya tanpa dosa.

"Lo minta segitu juga, bokap gue gak akan miskin. Atau gimana kalau lo jadi nyokap tiri gue aja atau nyokap lo nikah sama bokap gue," cerocos Aesya semangat tanpa ingat tempat.

"Otak lo sedeng!" gerutu Ainera.

Aesya hendak menyahut, tapi tidak jadi saat seseorang menyapa mereka.

"Aesya?" tanya lelaki dengan postur tubuh tinggi dan jelas tampan.

Spontan Ainera mengangguk dengan mulut menganga.

Aesya menggunakan jari telunjuknya ke dagu Nera agar mulut itu tertutup.

"Iler lo berceceran," bisik Aesya.

Nera segera melap mulutnya dan saat sadar dirinya dikerjai oleh Aesya, mata tajam menghunus tepat di jantung Aesya.

Aesya mencebikkan bibirnya. "Lo, sih. Dia nyebut nama gue, kenapa lo yang salting."

"Lo gak bisa lihat teman bahagia, Aesya. Lo jahat banget sama teman lo yang udah lama jomblo ini," ucap Nera pelan.

Aesya mengulum senyum.

"Maaf, apa di antara kalian ada yang bernama Aesya?" tanya lelaki itu.

"Gue." Aesya menunjuk tangan.

"Oh, kamu. Ternyata tidak jauh beda dalam foto."

Aseya memutar bola matanya. Untuk apa bertanya kalau sudah melihat foto.

"Ayo, mau duduk di mana?" tanya lelaki itu lagi.

"Di mana saja asal bisa duduk," sahut Aesya.

Nera berdehem. "Gue duduk di tempat lain aja. Silakan kalian berbicara lebih lanjut." Nera pamit untuk duduk di meja lain. Ia memilih di sudut dengan jarak dua meja dari Aesya dan lelaki tampan itu.

**

Tidak ada yang istimewa dari obrolan keduanya. Justru menyebalkan menurut Aesya lantaran lelaki bernama Mateo Relova itu terlalu banyak bicara, narsis dan juga sok tampan.

Satu jam kebersamaan mereka di restoran mungkin hanya beberapa kali Aesya mengeluarkan suara. Mateo terlalu semangat mengenalkan diri sampai tidak memberi kesempatan kepada Aesya untuk berbicara.

Ya, mulai penobatan di perusahaan sebagai lelaki tertampan hingga masuk ke majalah sebagai pengusaha terpopuler dan terkaya.

Istilah kata, Mateo itu tidak ingin terlihat kurang di depan Aesya sama sekali. Sayangnya, Aesya bukan terpikat malah sebaliknya, dia tidak ingin mengenal Mateo lagi dan lagi.

Semakin membuat Aesya menyesal membatalkan jadwalnya ke Bali adalah Mateo itu duda beranak satu. Seandainya saja dia tahu jikalau bertemu dengan Mateo adalah hal yang membuang-buang waktu, mungkin dirinya tidak akan menyetujui dan menyeret Ainera bersamanya.

"Gue gak nyangka bokap lo setega itu sama lo. duda, Aesy. Inget, duda!" Ainera tertawa puas melihat penderitaan Aesya hari ini.

Aesya mendengkus kasar lalu melirik Ainera dengan ekor matanya. "Gue juga gak nyangka banget. Udah duda, belagu dan narsis. Sumpah, paket komplit!"

Nera semakin tertawa. Sepanjang keluar dari restoran hingga sekarang mereka dalam perjalan pulang, Aesya masih saja memasang wajah tidak senangnya.

"Gue heran banget ama bokap gue. Masa iya anak sebiji timunnya ini dijodohkan sama dudes. Astajim, gue gak bisa bayangkan jadi ibu tiri. Gue yakin gak bakalan bersikap baik kepada anak tiri gue nantinya. Jadi, mending gue skip. Sungguh!"

Nera yang menyetir hanya menganggukkan kepala walau tetap saja tertawa karena merasa Aesya tidak beruntung hari ini. Memang Mateo Relova itu tampan dan pengusaha ternama di usianya yang masih muda. Namun, jangan lupa juga di umur itu juga, lelaki itu sudah mendapatkan gelar duda beranak satu.

"Pokoknya, gue pulang, gue ngambek!" Aesya sudah memutuskan hal demikian.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku