Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
My Sistee Fiance
5.0
Komentar
141
Penayangan
10
Bab

Marissa begitu dekat dengan Andre, tunangan Meisya kakaknya. Mereka layaknya kakak beradik meski usia keduanya terpaut cukup jauh. Namun perbedaan itu tak menjadi pengahalang berarti. Ketika tak ada yang melihat maka keduanya berinteraksi layaknya sepasang kekasih. Sehingga terjadi banyak hal di antara mereka. Tak ada seorangpun yag curiga, karena mereka memang begitu pandai menyembunyikan hubungan rahasia ini. Bahkan Meisya pun tidak merasa keberatan dengan kedekatan tersebut. Hingga akhirnya suatu hari sang ibu memergoki mereka dan membongkar segalanya, dan menyebabkan kekisruhan di dalam keluarga. Lalu apakah yang akan terjadi? Apa hubunagn terlarang di antara Marissa dan Andre berlajut ataukah berakhit?

Bab 1 Pesta Pertunangan

Dua sejoli yang saling mencinta memasangkan cincin pertunangan mereka bergantian, diikuti tepukan riuh dari para undangan yang hadir pada malam itu. Meisya dan Andre mengukuhkan hubungan mereka berdua dalam ikatan pertunangan setelah satu tahun menjalani hubungan asmara.

Kemudian acara yang lebih meriah pun di mulai. Para pemain musik menunjukkan keahliannya memainkan alat musik yang mereka kuasai, sementara seorang vokalist mulai memperdengarkan suaranya yang merdu.

Dia menyanyikan beberapa lagu romantis yang tengah di gandrungi oleh khalayak dan membuat suasana pada malam itu menjadi semakin syahdu.

Meisya tampak cantik dalam balutan gaun keemasan dengan ornamen yang elegan. Sedangkan Andre mengenakan setelan jas dengan warna senada. Mereka tampak begitu serasi sebagai pasangan.

"Selamat Kak." Marissa datang menghampiri, kemudian memeluk sang kakak.

"Terimakasih Dek, akhirnya kamu datang juga? Kakak kira kamu tidak bisa datang?" Meisya balas memeluk sang adik.

"Iya, maaf. Aku kan banyak tugas di kampus yang harus di selesaikan dulu. Jadinya ya ... gitu deh." Marissa tertawa pelan.

"Nggak apa-apa, yang penting kamu datang.' Meisya kembali merangkul sang adik.

"Selamat." Kemudian Marissa mengulurkan tangan kepada Andre, yang kini telah menjadi tunangan kakaknya.

"Terimakasih, Cha." Andre menyambut uluran tangannya untuk bersalaman, dengan senyum yang tersungging di bibir keduanya.

"Kalau gini udah sah dong?" ujar Marissa seraya menarik tangannya.

"Sah apanya?" Meisya merespon.

"Udah sah sama-sama." Sang adik tertawa.

"Sah apanya? Ya belum lah." Meisya menjawab.

"Yah, ... kirain udah sah?'

"Belum, kan ini baru tunangan, belum menikah." Andre menyahut.

"Iya, aku kira udah." jawab gadis berusia 20 tahun itu, yang kembali tersenyum begitu manisnya.

Marissa?" Wina, sang ibu memanggil putri bungsunya.

"Jangan ganggu kakakmu terus Nak, biarkan mereka menerima tamu." Perempuan itu pun datang menghampiri.

"Nggak Mama, aku cuma lagi minta maaf, soalnya datang terlambat." jawab Marissa yang kemudian menghambur untuk memeluk sang ibu.

"Iya sayang Mama tahu, tapi sekarang ayo kita biarkan kakakmu menerima teman-temannya dulu." Wina menarik anak bungsunya menjauh dari Meisya karena para tamu sudah mengantri untuk memberikan ucapan selamat kepada pasangan yang bertunangan itu.

***

Marissa tampak akrab dengan anak-anak. Dia pun berbaur dengan orang-orang yang hadir dan menerima tamu undangan dengan begitu ramah. Gadis 20 tahun yang merupakan mahasiswi fakultas ekonomi itu memang supel, dan dia pandai bergaul sehingga bisa dengan mudah mengakrabi siapa saja yang baru ditemuinya. Termasuk teman-teman dari Meisya dan Andre, juga rekan dan kolega dari sang ibu.

Dia bahkan dengan mudahnya mengakrabkan diri dengan teman-teman dari perusahaan tempat Andre bekerja.

"Ehm ..." Suara dehaman pria di belakangnya menginterupsi.

Marissa menoleh, lalu memutar tubuh.

"Mudah sekali kamu bergaul dengan orang asing ya?" Andre berdiri di belakangnya.

"Kakak ngapain? Kak Mey mana?" Marissa melihat ke belakang tubuh pria itu.

"Kakakmu sedang sibuk dengan teman-temannya." Andre pun menoleh ke belakang di mana sang tunangan tengah bercakap-cakap dengan beberapa orang sahabatnya. Dia kemudian melambaikan tangan sambil tersenyum kepada Meisya, dan di balas pula dengan hal yang sama oleh perempuan itu.

"See? Dia sangat sibuk." Andre mengembalikan perhatiannya kepada calon adik iparnya.

"Nah, kakak sendiri kenapa nggak menemui teman-teman kakak?" Marissa bertanya lagi.

"Sudah tadi." Pria itu menjawab sambil melambaikan tangan kepada beberapa orang yang berpamitan kepadanya.

"Terus kenapa malah kesini?" Gadis itu menatap curiga.

"Kamu tahu, di dalam sana membosankan." Andre maju dua langkah sehingga mereka hampir tak berjarak. "Dan lagi ..." Kemudian dia sedikit menunduk ke arah Marissa. "Aku merindukanmu," bisiknya di telinga gadis itu.

Wajah Marissa tampak memucat, lalu dia mendongak. Sedetik kemudian dia mundur sejauh dua langkah ke belakang.

"Ini bahkan di acara pertunangan kakak." Gadis itu mengingatkan.

"Ya, lalu?" Andre malah mengikutinya.

"Kak, ..." Marissa kembali mundur.

"Ayolah, ini sudah seminggu kita tidak bertemu. Persis seperti permintaanmu. Tapi rasanya aku malah semakin merindukanmu," rayu pria itu.

"Jangan bicara sembarangan, atau kakak akan menyebabkan keributan." Marissa berucap.

"Jika itu artinya bisa membuat kita bersama, kenapa tidak?" Andre menjawab.

"Kak!"

Pria itu tertawa terbahak-bahak, merasa lucu dengan raut ketakutan di wajah calon adik iparnya tersebut.

"Kakak ish!" Marissa memukul lengan Andre dengan kepalan tangannya.

"Astaga, kamu lucu sekali sih? Coba lihat tadi seperti apa wajahmu, pasti kamu juga akan tertawa."

"Kakak keterlaluan!" ucap Marissa sambil mendelik.

Andre masih saja tertawa melihat tingkah gadis itu yang menurutnya sangat menggemaskan.

"Kakak isH!" Marissa merengek.

"Iya, iya maaf. Habisnya kamu lucu."

"Kata-kata kakak yang kayak gitu bikin aku senewen tahu?"

Andre mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Ah, udah ah ... aku mau makan dulu. Candaan kakak bikin aku lapar!" katanya, kemudian dia meninggalkan pria itu.

"Oh ...lihatlah. Bukankah itu manis sekali?" Nania, rekan kerja Meisya di kantor memperhatikan interaksi itu dari kerumunan pesta.

"Apa?" Meisya datang mendekat, lalu melihat ke arah pandangan temannya itu.

"Tunanganmu, dan adikmu. Mereka akrab sekali."

"Oh, ... iya, mereka memang akrab. Bukankah itu bagus?" Meisya mengamini.

Nania menganggukkan kepala.

"Jarang sekali laki-laki bisa akrab dengan calon adik iparnya, apalagi jika dengan adik perempuan."

"Memang, dan aku lihat mereka bisa berteman sejak pertama kali aku membawa Andre pulang ke rumah. Mungkin karena hobi mereka sama." Meisya menerangkan.

"Benarkah? Wow, itu bonus. Tidak ada hal lain yang lebih hebat dari dekatnya calon suami dengan adik kita. Dan itu bagus karena mereka di pastikan akan sangat akur nantinya." Nania dengan pandangan kagum.

"Yeah, kamu benar." Meisya mengamini.

Dia menatap Andre yang begitu dikaguminya. Pria 28 tahun yang di temuinya pada perjanjian kerja sama antara perusahaan milik keluarga mereka yang akhirnya berujung pada hubungan pribadi antara keduanya. Dan dia tak menyangkanya sama sekali.

Pria pendiam yang sangat tidak ramah pada awal pertemuan mereka itu ternyata mampu membuatnya jatuh cinta. Padahal dirinya sempat memilih menyendiri setelah di tinggal menikah oleh kekasihnya.

"Sayang, dimana Andre?" Wina muncul setelah menyapa beberapa tamunya.

"Itu." Meisya menyentakan dagunya ke arah depan di mana sang tunangan berada.

"Kenapa malah kamu biarkan dia di sana sendirian? Ajaklah kembali, teman-teman Mama mau bertemu." Wina memerintahkan.

"Baik Ma." Meisya menuruti perintah ibunya.

"Sayang?" Dia memanggil Andre yang tengah asyik dengan dunianya sendiri.ri.

Pria itu menoleh, kemudian tersenyum mendapati tunangannya yang datang menghampiri.

"Mama mencari kamu, ayo kita kembali ke dalam?" ucap Meisya yang mengulurkan tangannya.

"Ayo." Andre meraih tangan sang kekasih yang kemudian dia genggam dengan erat.

Mereka melangkah bergandengan ke dalam aula hotel tempat di adakannya pesta pertunangan yang meriah itu, untuk kembali bergabung dengan khalayak. Sementara di sisi lain, Marissa mengawasi hal tersebut dengan hati berdenyut nyeri.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku