Airin Wulandari, seorang mahasiswi jurusan sastra di Universitas Bakthi Bangsa. Banyaknya masalah yang dia hadapi membuat Airin frustasi dan dia minum hingga mabuk di sebuah Bar. Naasnya saat dia mabuk, secara tidak sengaja dia mencium seorang pria yang ia temui di toilet. Adrian, dosen muda berusia 27 tahun. Bukan tanpa alasan dia mengajar di Universitas tersebut. Semua berawal karena dia mencari wanita yang telah merampas ciuman pertamanya di sebuah Bar.
Siang ini jadwal mata kuliah Bahasa Inggris baru saja berakhir untuk para mahasiswa dan mahasiswi fakultas Sastra di sebuah universitas terbaik di Ibu kota, Universitas Bakti Bangsa. Sebuah Universitas ternama yang sangat terkenal dan juga begitu di segani karena hingga saat ini belum ada mahasiswa atau mahasiswi yang gagal wisuda dari Fakultas manapun di Universitas tersebut.
"Baiklah, saya rasa cukup untuk pertemuan kita hari ini," ucap seorang pria paruh baya yang sedang berdiri di depan kelas. Pria tersebut merupakan seorang dosen pengisi mata kuliah Bahasa Inggris, Mr. Lucas atau kerap di sapa Sir Lucas oleh para mahasiswa atau mahasiswi di universitas tersebut.
"Kalian pelajari lagi materi yang saya berikan hari ini! Minggu depan saya akan mengadakan ujian untuk evaluasi, saya ingin tau seberapa jauh yang telah kalian pahami dari materi yang saya jelaskan karena sebentar lagi kalian akan mengikuti ujian Yudisium," ujar Mr Lucas.
"Yes Sir," sahut para mahasiswa dan mahasiswi tersebut secara serempak. Materi telah usai, mereka semua merapikan peralatan tulis dan buku-buku mereka.
"Airin Wulandari!" tiba-tiba Mr Lucas memanggil seorang mahasiswi sebelum ia meninggalkan ruangan tersebut. Pergerakan para mahasiswa dan mahasiswi tersebut terhenti, begitu pula dengan sang pemilik nama tersebut yang langsung mengangkat wajahnya.
Mahasiswi cantik yang kerap di sapa Rin itu sejenak tertegun ketika Mr.Lucas memanggil namanya. Semua temannya pun turut melirik ke arah Airin.
"Yes Sir?" sahut Airin.
"Ikut ke ruangan saya sebentar! Ada hal yang ingin saya sampaikan," ujar Mr Lucas.
Glek! Airin mendadak merasa cemas. Ada apakah gerangan?
"B-baik sir," sahut Airin.
Mr Lucas kemudian meninggalkan ruangan tersebut, kemudian di susul oleh Airin ke ruangannya.
"Rin, ada apa ya? Kok tiba-tiba Mr Lucas nyuruh lo ke ruangannya?" tanya seorang perempuan yang duduk di sebelah Airin. Dia adalah Maura, gadis dengan rambut sebatas bahu yang tak kalah cantik dari Airin itu tidak lain adalah sahabat Airin. Mereka sudah berteman sejak kelas 1 SMA hingga saat ini mereka sudah duduk di Universitas.
"Entahlah Ra, sepertinya ini ada kaitannya sama nilai gue," sahut Airin. Airin sendiri menyadari bahwa akhir-akhir ini nilainya memang sedikit bermasalah.
"Gue duluan ya Ra," ucap Airin. Maura menganggukkan kepalanya. Sementara Airin bergegas menuju ke ruangan Mr. Lucas.
"Excusme Sir!" ujar Airin sembari mengetuk pintu ruangan tersebut.
"Masuk!" Mr Lucas menyahut dari dalam. Airin perlahan memutar handle pintu ruangan tersebut, dan dengan sedikit ragu-ragu ia melangkah masuk.
"Airin, Silahkan duduk!" ujar Mr Lucas. Airin mengangguk. Dia kemudian duduk di sebuah kursi di hadapan meja Mr Lucas.
"Airin, apa kamu sudah tau apa maksud saya memanggil kamu datang kemari?" tanya Mr Lucas.
"A-apa karena nilai saya Sir?" tanya Airin. Mr lucas mengangguk.
"Benar sekali Airin," sahut Mr Lucas.
"Airin setelah saya melakukan evaluasi selama beberapa minggu terakhir ini, saya lihat nilai kamu akhir-akhir ini sangat memperihatinkan. Selain itu kamu juga terlihat kurang fokus saat mengikuti kelas saya. Bahkan dosen yang lain juga mengeluhkan hal yang sama," ucap Mr Lucas.
"Iya Sir, saya tau. Saya menyadari bahwa akhir-akhir ini nilai saya memang mengalami penurunan," sahut Airin.
"Apa kamu sedang ada masalah Airin?" tanya Mr. Lucas.
"Ng, sebenarnya hanya masalah ibu saya Sir," sahut Airin.
"Airin, saya mengerti dengan keadaan kamu. Tetapi kamu juga tidak bisa seperti ini. Kamu seharusnya tidak boleh membiarkan masalah yang kamu hadapi di rumah mempengaruhi nilai kamu di kampus," ucap Mr. Lucas. Airin terdiam.
"Airin, saya bicara seperti ini karena saya perduli dengan kamu. Sebentar lagi kamu akan mengikuti ujian Yudisium, jika kamu terus seperti ini saya khawatir kamu tidak akan lulus dalam ujian tersebut. Jadi saya harap belajarlah lebih giat! Karena ini bukan saatnya kamu untuk bermain-main Airin," ucap Mr Lucas menasehati Airin panjang lebar.
"Dan kamu sendiri tau 'kan? Kalau kamu sampai gagal mengikuti ujian Yudisium, maka otomatis kamu juga tidak bisa lulus tahun ini dan kamu harus mengulangnya lagi. Kamu tidak mau kan kalau harus mengulang lagi?" tanya Mr Lucas. Airin menggeleng.
"Maka dari itu, sebaiknya kamu segera perbaiki nilai kamu Airin! Cobalah untuk fokus. Bila perlu kamu harus mengikuti les tambahan," ucap Mr Lucas lagi.
"Iya Sir, saya akan berusaha agar nilai saya membaik," sahut Airin.
"Baiklah, seperti yang kamu tau minggu depan saya akan mengadakan ujian evaluasi lagi. Jadi saya harap hasil ujian kamu tidak mengecewakan. Saya tidak mau kamu mendapat nilai D atau K lagi. Bahkan C pun jangan! Setidaknya kamu harus mendapat B atau B+," ucap Sir Lucas. Airin mengangguk, namun raut wajahnya tampak ragu.
"Ya sudah, itu saja yang ingin saya sampaikan. Kamu bisa pergi!" lanjut Mr. Lucas.
"Baik Sir," sahut Airin. Airin kemudian keluar dari ruangan Mr Lucas. Namun raut wajahnya tampak suram bagaikan langit mendung yang sebentar lagi akan menurunkan hujan badai.
"Aishh! Shit!" umpatnya kesal dalam hati.
"Rin!" seru Maura. Perempuan berambut sebahu itu rupanya sudah menunggu Airin sejak tadi. Maura berlari menghampiri Airin.
"Gimana? Apa kata Sir Lucas?" tanya Maura penasaran. Airin menghela nafasnya panjang sembari melangkah dengan langkahnya yang terlihat gontai lalu di ikuti oleh Maura. Airin mendengus.
"Seperti yang gue bilang Ra. Ini menyangkut nilai gue. Dia bilang akhir-akhir ini nilai gue sangat memprihatinkan," ucap Airin.
"Jadi dia nyuruh gue buat belajar lebih giat lagi supaya nilai gue segera membaik. Kalau enggak, gue bisa enggak lulus tahun ini dan harus ngulang lagi," tutur Airin. Maura menatap Airin prihatin.
"Rin, lo masih kerja paruh waktu?" tanya Maura. Airin mengangguk.
"Rin sorry, tapi kalo boleh gue ngasih saran. Mending lo fokus deh sama studi lo dulu!Kayaknya lo terlalu banyak kerja sampe lo nggak bisa fokus belajar," ucap Maura mencoba memberi saran. Airin tersenyum.
"Iya Ra, lo bener. Tapi lo juga tau sendiri kan kalo gue sangat membutuhkan pekerjaan ini? Jadi gue enggak mungkin berhenti," tanya Airin. Maura mengangguk.
"Iya Rin gue tau, tapi nilai lo? Lo juga enggak mau kan kalo sampe harus ngulang lagi?" tanya Maura. Airin tersenyum.
"Ra, lo tenang aja! Gue akan berusaha untuk menyeimbangkan waktu gue. Gue pasti bisa kok memperbaiki nilai gue tanpa gue harus berhenti kerja," sahut Airin berusaha untuk tegar. Maura mengangguk.
"Iya Rin," sahut Maura.
Mereka meneruskan langkah mereka untuk menuju ke parkiran. Namun tiba-tiba, ponsel Airin tiba-tiba berdering di dalam tasnya. Airin merogoh ke dalam tas mengambil ponselnya dan dia mendapat panggilan dari Rumah Sakit Jiw