Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Terik matahari serta hembusan anginya terasa begitu panas, Erwin seorang perwira polisi sedang berada di atas sebuah tebing yang cukup curam. Semilir angin membuat rambut pendeknya bergoyang-goyang, matanya melirik ke arah bawah. Ombak pantai terlihat seperti sedang marah, dia hanya menghembuskan napasnya dengan panjang, lalu dia memutar tubuhnya. Kedua tangannya dia rentangkan ke arah samping, sambil memejamkan kedua matanya. Tidak lama dia pun mulai menjatuhkan tubuhnya ke air, di dalam air dia menahan napasnya.
Saat ini dia tidak mempunyai niat untuk berenang ke atas permukaan, tidak lama dia mendengar suara ikan paus yang sedang bernyanyi ini membuat matanya terbuka. Dia melihat ada tiga ikan paus yang besar menghampiri dirinya, tubuhnya saat ini terasah begitu sakit. Dia seolah sedang berada di arena tinju baradu kekuatan, tapi sayangnya ada beberapa orang yang sengaja memegangi tangannya. Sehingga membuat dia tidak bisa bergerak, dia memberontak tapi tidak ada yang menolongnya. Hidungnya sudah mengeluarkan darah, pandangannya sudah terlihat samar. Namun dia masih terus berusaha mengalahkan laki-laki yang sedang beradu tinju dengannya, tangan dan kakinya saat ini mulai memberontak. Suara ikan paus terdengar semakin merdu, saat ini Erwin mengeleng-gelengkan kepalanya. Dia berusaha melihat laki-laki yang sedang beradu tinju dengannya, tapi tidak lama dia melihat ada sebuah cahaya dari arah permukaan yang semakin mendekatinya. Sekarang dia sudah berubah pikiran, dia tidak ingin mati dan akan berenang ke arah permukaan.
“Ahh,” teriak Erwin dengan terkejut.
Ternyata saat ini dia sedang bermimpi, kepalanya masih terasa sangat sakit akibat pengaruh obat yang dia komsumsi semalam. Dering ponselnya terdengar sangat menganggu, membuat dirinya menjadi sangat kesal. Dia berusaha beranjak dari tempat tidurnya, bersiap untuk pergi bekerja.
“Ahh, ini sangat menyebalkan. Aku sangat tidak menyukainya,” umpatnya yang terlihat marah tanpa sebab yang pasti.
Saat ini Erwin baru saja selesai mandi, rambut basahnya masih dia keringkan mengunakan sebuah handuk. Dia membuka pintu kulkas di rumahnya, meraih satu botol air mineral lalu menenguk semuanya dalam satu kali tegukkan. Dia juga melihat ke arah lainnya, mencari apakah ada sesuatu yang mungkin bisa di makan. Namun sayangnya kulkas yang dia punya hanya berisi minuman saja, ini membuat dirinya semakin kesal.
“Ah, jika seperti ini terus aku bisa mati mudah. Sangat tidak menguntungkan, aku menampungnya di rumahku dan inilah yang aku dapatkan. Sangat menyebalkan, sepertinya aku harus mendengarkan kata-kata orang kuno. Terkadang aku juga harus menjadi seorang monster agar bisa hidup dengan tenang,” umpat Erwin masih dengan raut wajah emosi.
Saat ini Ewin kembali berjalan memasuki kamarnya, dia mencari pakaian untuk dia pakai. Tapi lagi-lagi dia terlihat sangat kesal, jas hitam kesayangannya entah bagaimana tiba-tiba saja sudah hilang dari lemarinya. Saat ini dia tahu, hanya ada satu orang yang dapat dia jadikan tersangka. Dengan emosi dia langsung meraih ponselnya, lalu menghubungi seseorang.
‘Hei apakah kamu tidak tahu malu, kamu menumpang di rumahku dan kamu bersikap seenaknya saja. Kamu menghabiskan makananku dan sekarang jas kesayanganku juga menghilang, katakan di mana kamu menaruhnya. Jangan bilang saat ini jas itu berada bersama dengan kamu?” bentak Erwin kepada pria yang dia hubungi saat ini.