Cinta yang Tersulut Kembali
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantan Istri Genius yang Diidamkan Dunia
Jangan Main-Main Dengan Dia
Gairah Liar Pembantu Lugu
Cinta di Jalur Cepat
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Sang Pemuas
"Tidak, kumohon, buka matamu, Archelia!"
Alister memeluk erat tubuh sang istri yang bersimbah darah, gadis itu tampak lemas dengan kelopak mata yang mulai tertutup. Namun, di sela kesakitannya itu, Archelia tampak berusaha menarik kedua sudut bibirnya, meski dibarengi desis kesakitan.
"Berkorban untuk pria yang kucintai, aku tidak ada penyesalan, Alister. Jika diberikan kehidupan ke dua, aku tidak akan pernah menyesal pernah mencintaimu."
Rasanya sangat berat bagi Archelia untuk membuka mata. Kedua kelopak mata itu perlahan menutup sayu, menyisakan keheningan ketika Alister hanya bisa terpaku mendapati tubuh bersimbah darah itu hanya bergeming. Kedua mata Alister berkaca-kaca, pria itu bahkan tidak bisa merasakan apa pun di dadanya selain kehampaan.
Belum usai kesedihannya, tiba-tiba Alister merasakan benda dingin menempel di kepalanya. Pria itu tidak perlu menoleh ke belakang, ia tahu jelas siapa orang itu.
"Kau masih tidak ingin meminta maaf?" Suara seorang wanita yang sangat dikenali Alister.
Dada Alister terlalu sesak, tak mampu berpikir lagi. Pria itu tak menjawab, hanya mengeratkan pelukannya pada jasad sang istri.
"Kau benar-benar tidak ingin meminta maaf padaku, Alister?"
Suara wanita itu kembali terdengar dibarengi kekehan sinis. Merasa kesal diabaikan, wanita itu menekankan lagi pistol pada kepala Alister, berharap pria brengsek yang ikut ambil bagian dalam pembunuhan orang tuanya itu memohon di akhir hidupnya. Namun, ternyata dia salah.
"Bukankah ini memang yang kau mau? Bunuh aku, Alice. Sekarang aku tahu ke mana aku harus pulang ke rumahku."
Alister menjawab dengan tatapan hampa pada wajah jelita sang istri yang telah tak bernyawa itu. Sesekali, tangannya yang dipenuhi darah membelai wajah sang istri.
"Maafkan aku, istriku."
"Brengsek! Aku menyuruhmu minta maaf padaku!"
Pria itu bergeming, masih memandangi sang istri layaknya orang yang kehilangan akal. Tak kunjung mendapati yang ia inginkan, Alice pun menarik pelatuk pistolnya. Suara tembakan memekakkan telinga, memecah keheningan. Bersamaan denga itu, darah memuncrat di wajah Alice ketika tubuh Alister jatuh dengan kepala berlubang.
***
"Cepat kirimi Ibu uang. Ayahmu kembali berhutang banyak dan selalu kalah judi. Kami dikejar-kejar pinjaman online. Sepuluh juta, hari ini."
Archelia menutup telepon dengan kesal. Baru saja pulang dari kantor dengan penuh kepenatan, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu harus dicerca dengan permintaan uang dari orang tuanya di desa. Wanita itu mengeram, menghempaskan tubuhnya di atas kasur busa yang telah usang.
"Capek, Tuhan! Capek, sumpah!"
Suara nada dering kembali terdengar, Archelia segera mengambil ponselnya, sengaja menolak panggilan dari sang ibu. Masa bodoh dengan label "anak durhaka" yang akan dikantonginya. Memangnya mereka pikir sudah menjadi orang tua yang baik?
"Beban!" sungut Archelia lalu membanting ponselnya. "Dia yang judi dan terlilit hutang mengapa harus aku yang bayar?"
Namun, ternyata semua tidak cukup sampai di sana. Keesokan harinya tanpa diduga, Archelia mendapati keramaian di depan kantor di mana dirinya bekerja. Berapa terkejutnya Archelia kala mendapati sang ayah, pria berusia lima puluh tahunan yang sedang berteriak dan membuat masalah hingga harus dihadang beberapa security.
"Heh, anak durhaka! Sini lo!"
Hancur sudah image karyawan teladan Archelia. Tenaga Ginandra, sang ayah terlalu besar sehingga mampu menahan larangan tiga security sekaligus. Agaknya separah itukah pria itu membutuhkan uang sampai rela jauh-jauh datang.
Plak!
Wajah Archelia sampai terhempas ke samping saat tamparan keras dari tangan kasar mendarat di wajahnya. Beberapa orang memekik ketakutan melihat adegan kekerasan bak sinetron itu. Ketiga security juga segera mendekat dan menahan tangan Ginandra.
"Anak tidak tahu malu! Sudah dibesarkan malah jadi tidak diri, ya, lo! Mau jadi anak durhaka?!"
Pipi Archelia terasa panas, bahkan kini tampak merah. Ada sedikit luka sobekan di ujung bibirnya, sedikit mengeluarkan darah. Archelia mengeraskan rahang, menatap sengit pada sang ayah. Kedua tangan mungilnya mengepal erat di samping tubuh sampai membuat buku-buku jarinya memutih.
"Ayah butuh uang, 'kan?" desis Archelia dengan mata yang mulai berkaca-kaca meski Archelia sendiri enggan menangis.
Wanita itu lantas mengambil dompetnya, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu dan lima puluh ribu hasil dari meminjam beberapa rekan sekantornya. Ini masih pertengahan bulan, jauh dari hari gajian. Mana ada Archelia mendapatkan uang sepuluh juta hanya dalam satu malam.
Dengan emosi di puncak ubun-ubunnya, Archelia melempar semua uang pinjaman itu ke wajah sang ayah.
"Ambil! AMBIL SEMUA UANG INI DAN ENYAH DARIKU!"
Jelas, perbuatannya itu membuat Ginandra geram. Pria itu berhasil menghempas kedua cekalan Security. Ketika bebas, tanpa belas kasih, Ginandra menjambak rambut Archelia lalu menampar dan memukul tubuh sang putri beberapa kali.
"BRENGSEK! ANAK TIDAK TAHU DIRI! LO PIKIR LO SIAPA BISA BERTINDAK NGGAK SOPAN KE ORANG TUA SENDIRI?!"
Kebrutalan Ginandra membuat tiga security kewalahan. Melihat suasana yang semakin memanas, beberapa karyawan berinisiatif menelpon polisi.