Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Aku akan kembali ke Jakarta empat hari lagi.
Kuharap, kau sudah memiliki jawaban atas lamaranku.
Dan kau tahu? Aku akan segera menemui Ayahmu jika kau menjawabnya.
Deretan pesan di layar ponsel itu membuat gadis dua puluh satu tahun itu mengembangkan senyumannya. Ia menahan untuk tak menjerit karena terlampau bahagia.
Memangnya siapa yang tidak bahagia bila di ajak menikah? Apalagi orang itu adalah laki-laki yang diinginkan.
“Kau terlalu terburu-buru, Kak,” gumam gadis dengan rambut panjang yang tergerai itu malu-malu. Tanpa terasa, ia telah menghabiskan hampir satu jam lamanya untuk bertukar pesan dengan sang kekasih.
Dan sekarang, ia harus bersiap pergi ke toko demi menjalankan pekerjaan yang telah ia tekuni selama hampir dua bulan itu. Namun, belum sampai ia berganti pakaian, suara ketukan begitu nyaring, dan terkesan tak sabaran.
Gadis itu melompat dan bergegas menuju pintu kamarnya. “Kenapa, Yah?”
Mata liar pria itu memindai penampilan gadis di hadapannya tampak kedip. ‘Kenapa semakin hari dia semakin cantik? Sial! Jika aku tak membutuhkan uang, tidak mungkin aku melakukan ini.’
“Yah?” panggil Vanessa seraya menggerakkan kedua tangannya di depan pria paruh baya yang merawatnya selama ini.
“Ah, maaf. Ayah ingin mengatakan sesuatu tentang pekerjaan menjadi asisten pribadi di tempat Mami Bertha,” ucap pria itu.
“Mami Bertha?”
“Ya. Dia teman Ayah, yang pernah kuceritakan padamu.
“Jadi? Dia sudah di kota ini?” Gadis pemilik nama Vanessa itu membulatkan mata terkejut.
Pria itu mengangguk. “Bersiaplah. Ayah akan membawamu ke sana sekarang juga.”
Dan di sinilah mereka berada. Di rumah besar bertingkat tiga dengan fasilitas yang menyilaukan mata.
Vanessa tak bisa membayangkan seberapa banyak uang yang dimiliki Mami Bertha. Namun, dari sini sudah dipastikan bila wanita itu memang bukan orang sembarangan.
“Apakah kau siap menerima pekerjaan dariku, Gadis Manis?” tanya pemilik rumah itu dengan ramah pada Vanessa.
Dengan cepat, Vanessa pun mengangguk, dan memberikan seulas senyum termanis yang ia miliki. “Benar, Mami.”
Manik abu-abu dari softlen yang terpasang di sana menatap tanpa kedip kepada Vanessa dengan senyum kecil tersungging teramat tipis.
“Tetapi, apakah saya bisa meminta waktu untuk kuliah, Mami?” tanya Vanessa yang langsung mendapat peringatan dari sang ayah. Namun, bukannya takut, gadis itu malah semakin berani mengajukan penawaran.
“Aku akan mengatur semuanya. Dan kau, cukup ikut denganku di sore hari.”
Tanpa menaruh rasa curiga, Vanessa langsung menyetujui, dan berakhir dengan tanda tangan kontrak di atas materai.
*
Desahan seorang wanita telanjang mengalun kencang saat berada di bawah kendali seorang pria, di salah satu kamar hotel bintang lima, di Ibu Kota Jakarta.
“Ahh ... lebih cepat lagi, Tuan. Ini nikmat sekali.”
Wanita dengan penampilan berantakan dan mengenaskan itu menikmati hunjaman kasar yang Rafael berikan. Bahkan ketika pria itu berkali-kali membolak-balikkan tubuhnya yang penuh dengan bekas sabetan ikat pinggang, ia tampak mendesah tanpa tahu malu.
“Arghh! Sial!” umpat Rafael karena tak kunjung mendapat ledakan kenikmatan. Sudah satu jam lamanya, tapi tak ada tanda-tanda rasa itu datang.
Kenapa? Apa yang salah? Padahal ia sudah melakukan semua yang menjadi kebiasaannya selama lebih dari lima belas tahun terakhir.
“Tuan?” Wanita itu melirih. Kecewa karena Rafael menarik kejantanannya yang masih tegang di dalam pengaman.
“Pergilah! Jangan tunjukkan wajah jalangmu itu di depanku!” perintah Rafael dengan kejam.
Astaga! Apakah pria itu sudah gila? Menyiksa wanita itu dengan sadis sebelum menggaulinya? Dan apa tadi ia bilang? Memerintahkan wanita itu pergi?
“Ta-tapi, Tuan ...”
Sepasang mata elang Rafael menatap nyalang. Ia mendekat, mencengkeram tangan wanita itu dan menarik turun ke lantai.
“Pergi!”
“Ba-baik, Tuan.” Wanita itu mengumpulkan sisa-sisa tenaganya untuk bangkit. Tertatih ketika akan menuju pintu kamar hotel VVIP dengan keadaan polos. Namun, belum sampai membuka pintu, wanita itu lemas dan terjatuh.
Rafael seolah tak peduli. Yang ia lakukan adalah memanggil pengawal di depan pintu untuk menyingkirkan wanita itu.
Tak ingin tersiksa dalam hasrat yang belum terpuaskan, pria bertubuh telanjang itu menghubungi salah satu muncikari kepercayaannya.
“Siapkan satu gadis perawan sekarang juga! Aku akan membayarmu 10 kali lipat dari biasanya.” Satu perintah Rafael langsung mendapat sambutan baik dari sang muncikari.
Wanita yang kini sedang berada di berada di bawah tubuh kekasihnya itu segera mengiyakan permintaan pelanggan terbaik di tempat pelacuran miliknya.
“Baik, Tuan. Saya akan segera mengirimkannya.”
Seraya menunggu, Rafael yang berada di puncak gairah meraih botol sampanye untuk ia teguk. Dengan mata terpejam ia menikmati setiap cairan yang mengalir ke tenggorokannya.
Malam ini entah mengapa hasrat liarnya menggila. Bahkan setelah menyiksa dan menggauli wanita pilihannya tak juga membuatnya terpuaskan.