/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
"Saya terima nikah dan kawinnya Hanum Humaira dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,"
"Bagaimana saksi?"
"Sah!"
"Alhamdulillah!"
Syukur dan bahagia atas apa yang telah Engkau berikan kepadaku hari ini Ya Rab, aku telah resmi menjadi istri dari laki-laki yang cintai, Faris Ramadhan.
Pertemuanku bermula dari 4 bulan yang lalu. Kami bertemu di sosial media. Awalnya kami hanya saling berbalas komentar di sebuah postingan akun humor, namun ternyata kami jadi nyaman satu sama lain.
Dari berbalas komentar, kami berlanjut ke pesan pribadi, lalu ketemuan dan dia mengatakan niat untuk menjalin hubungan yang serius.
Tentu aku mengiyakannya, toh aku juga berada di usia yang sudah pantas menikah. Kami mengadakan pertemuan keluarga dan mendapatkan respon yang bagus. Tanpa menunggu lama, persiapan pernikahan langsung dilakukan.
Aku sudah merasa lelah dengan janji atau hubungan yang gantung, jadi aku berdoa untuk didatangkan laki-laki yang serius dan tulus kepadaku.
Wah tidak disangka, Allah langsung mendatangkannya. Dia laki-laki yang Allah kirimkan untuk menjadi imamku dan membimbingku ke jalan yang lebih baik.
"Hanum, kamu ingatkan? Kalau ibuku seorang janda dan aku adalah anak bungsu, jadi aku harus tetap menjaga ibu. Aku juga tidak akan melupakan tugas dan kewajibanku sebagai suami. Kamu tetap boleh melakukan apapun yang kamu mau," kata Faris.
"Ya, aku juga akan merawat ibu bagaikan ibu kandungku, karena aku anak tunggal yang tidak punya kesempatan merawat ibuku lagi," balasku.
Ibuku telah meninggal disaat aku masih SMA dan ayahku telah menikah lagi. Jadi aku rasa tidak apa-apa kalau aku harus tinggal di rumah mertua dan merawatnya.
Hubunganku dengan mertuaku juga tidak ada masalah. Ibu mertuaku baik dan ramah, jadi kemungkinan aku tidak akan mengalami drama perseteruan mertua-menantu seperti yang banyak terjadi diluar sana.
Akhir pekan telah usai, pesta pernikahan pun telah berakhir, saatnya kami kembali bekerja. Suamiku, Faris bekerja di bagian HR perusahaan makanan dan aku bekerja dibagian marketing perusahaan digital.
Setiap pagi hatiku sungguh bahagia, karena bangun langsung bertatapan dengan mata suami. Kami melaksanakan sholat subuh berjamaah dan mengaji bersama.
Setelah sholat aku turun ke lantai satu untuk menyiapkan makanan. Ternyata ibu mertuaku sudah lebih dulu memasak. Aku terkejut dan merasa malu karena terlambat sedikit.
"Tidak apa-apa Hanum, kamu bisa membantu ibu membereskan rumah seperti menyapu dan mengepel," sahut ibu mertua ketika melihatku.
"Ibu maaf seharusnya aku turun lebih cepat,"jawabku.
"Tidak apa-apa, lagi pula ibu memang hobi masak dan ibu tidak bisa sembarangan makan makanan yang dimasak orang lain. Maklum kan sudah tua, sudah banyak penyakit,"
Aku yang mendengar perkataan ibu mertua langsung bergegas membereskan semua sudut rumah, tidak lupa juga dengan menyapu dan mengepel.
Tidak masalah bagiku, aku kerjakan saja pekerjaan yang bisa kulakukan sebelym berangkat bekerja.
Waktu telah menunjukkan pukul 06.50 kami sudah selesai sarapan. Masakan ibu mertua ternyata sangat enak. Aku sampai kalap dan lupa diri.
Aku dan suamiku bekerja dengan naik kereta, namun kami berbeda jalur. Jadi kami berangkat bersama dengan motor atau mobil ke stasiun, setelah itu kami melanjutkan dengan kereta masing-masing.
Sesampainya di kantor, semua orang seperti orang gila, tersenyum padaku. Sungguh pemandangan yang aneh, karena biasanya mereka semua tipe yang serius.
"Ada apa sih kalian semua? Salah makan?" Tanyaku yang heran.
"Cie penganten baru, kenapa engga pergi bulan madu aja?"
/0/2732/coverorgin.jpg?v=d93b416e2b814e3c302231dfb0dcdb37&imageMogr2/format/webp)
/0/8424/coverorgin.jpg?v=cd5cd8adce3a1af1e7f6c82974100e25&imageMogr2/format/webp)
/0/16964/coverorgin.jpg?v=eb6814819fde494123ef246decb8cd40&imageMogr2/format/webp)
/0/22497/coverorgin.jpg?v=8f0c3521ccb55e19c316c532bf9c9b26&imageMogr2/format/webp)
/0/14232/coverorgin.jpg?v=ecf8d45ca58e3bc68999b09c4ebb091e&imageMogr2/format/webp)
/0/5554/coverorgin.jpg?v=ad658e7b04e0d7c2caba74d0b30b9683&imageMogr2/format/webp)
/0/17222/coverorgin.jpg?v=87a702b244c99a2f2de6053193cd715b&imageMogr2/format/webp)
/0/19514/coverorgin.jpg?v=8129e08c5be673a953fc32d0071ef17d&imageMogr2/format/webp)
/0/5944/coverorgin.jpg?v=60faba73cf87527f4921bcf5e9c99ed8&imageMogr2/format/webp)
/0/14004/coverorgin.jpg?v=8a3915c664acd17c3f4819f3ef533ada&imageMogr2/format/webp)
/0/3619/coverorgin.jpg?v=06ddc6d1d71c701409c8eb0cbcfd47c1&imageMogr2/format/webp)
/0/28649/coverorgin.jpg?v=03e3e2b6056be3b5f8031561364897f2&imageMogr2/format/webp)
/0/19871/coverorgin.jpg?v=650f278950747ebb8b51638628ad7b20&imageMogr2/format/webp)
/0/13113/coverorgin.jpg?v=603d878cfe27a72adc41261c26c4094b&imageMogr2/format/webp)
/0/28108/coverorgin.jpg?v=8369c2856554c64dd5ecfef72521c5d1&imageMogr2/format/webp)
/0/16595/coverorgin.jpg?v=a0048950ffa7f7bd7422162aec0d62b7&imageMogr2/format/webp)