Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
MISTERI KAMAR ADIK PEREMPUANKU

MISTERI KAMAR ADIK PEREMPUANKU

Zulaikha Najma

5.0
Komentar
5.8K
Penayangan
77
Bab

Menghilangnya suamiku bertepatan dengan kemunculan suara-suara derit ranjang di kamar Ema. Apakah dua hal ini memiliki hubungan?

Bab 1 MISTERI RANJANG GERAK TENGAH MALAM

Kriut...

Engkrit, engkrit, engkrit...

Seketika telingaku terpana, tatkala mendengar derit sesuatu yang berasal entah dari mana. Sontak bulu kudukku meremang, jantung pun turut bergoyang. Serasa tengah bermain dalam pacuan kuda.

Suara apa itu?

Apa ada setan yang bersemayam di rumah ini?

Keterkejutanku bertambah, saat tak kutemukan Mas Deo di sebelah. Cuma ada aku dan putri satu tahun kami di sini.

Kubidik jam yang menunjukkan angka 12. Tengah malam begini, ke mana suamiku? Suara apa pula yang tercipta dalam keheningan gelita ini?

Kupacu langkah dengan menyalakan saklar lampu terlebih dahulu. Kamar gelap tak akan mungkin bisa membuatku berjalan dengan layak. Yang menjadi pertanyaannya lagi, pintu kamar kenapa terbuka?

Fix! Pasti pelakunya suamiku.

Kutelusuri ruang demi ruang. Vokal derit kian kentara, ketika kaki ini merujuk ke kamar nomor dua, sebuah ruang yang berada tepat di sebelah bilikku bersama Mas Deo.

'Suaranya dari kamar Ema.' Aku membatin aneh. Dahiku berlipat tiga disertai perasaan yang tak enak.

Ngapain dia? Tidak tidur jam segini?

Sejenak tentang menghilangnya suamiku terlupa. Aku kini lebih fokus pada suara entah apa yang berasal dari kamar Ema.

Kakiku melangkah lamban, harap-harap cemas tentang apa yang ia perbuat tengah malam buta begini. Semakin dekat dengan kamar Ema, maka kian berdendang pulalah dada ini.

Dan...

Tap!

'He?'

Nihil!

Tidak ada suatu apapun yang terjadi, kecuali...

'Ema tidur, tapi kenapa suara itu berasal dari kamarnya?' batinku.

Astagfirullah. Dada kusapu berkali-kali. Jujur, aku sempat berhalusinasi, kalau Ema tengah main gila dengan memanggil lelaki liar ke rumah kami. Aku salah. Terlalu suuzon jadi manusia.

Sudah dua hari ini handle pintu kamar Ema rusak. Membuat benda persegi panjang tersebut tak terkatup rapat. Sudah sempat kami memanggil tukang langganan, sayangnya lelaki itu malah pulang kampung.

Aku melongo ke dalam kamar yang cukup luas tersebut. Kubiarkan adik bungsuku tidur lelap dengan selimut yang menyelubungi sekujur badannya. Di bawah pendar temaram lampu, ia tak bergerak sedikit pun. Betul-betul nyenyak. Sekadar ranjangnya saja yang sedikit menari-nari.

Kasihan.

Ema pasti capek seharian bekerja. Menjadi karyawan di sebuah perusahaan bukanlah kegiatan yang mudah. Adik satu-satuku itu harus pergi pukul tujuh pagi dan sampai di rumah lagi saat magrib menjemput, maklum di jalan suka macet. Itu pun Ema terkadang mendapat jatah lembur, sehingga membuatnya harus balik pada jam sembilan malam.

Dan, karena alasan itulah aku tak mau mengacau tidur lelapnya malam ini. Soal suara derit yang berasal dari kamarnya tersebut; akan kutanyakan esok saja. Mungkin ranjangnya mulai rusak. Atau, itu sekadar suara handphone Ema yang masih menyala, sementara orangnya telah tertidur.

Sasaranku cuma satu, yakni Mas Deo. Tak biasanya ia menghilang tengah malam. Kususuri seluruh ruang di rumah yang terbilang cukup luas ini. Sayang, sosok pemilik toko bolu ternama di kota kami itu gagal ditemukan.

Aku berangsur ke kamar. Jemariku lincah mencari kontak yang bernama 'suamiku' dengan logo hati merah di sampingnya. Gegas aku menghubungi Mas Deo jalur udara.

Triiiing!

Sial!

Handphone-nya malah ada di kamar ini.

Gagal sudah niat hati untuk mengetahui di mana Mas Deo berada. Tak ingin membuat capek pikiran, aku pun kembali memutuskan untuk tidur. Aku akan bertanya, setelah melihat batang hidungnya nanti.

Purnama berangsur punah. Sorot halus mentari perlahan tampak, merasuk dari setiap celah gorden jendela yang terbuka.

Aku dan sepasang insan lainnya sudah berkumpul di meja makan. Pas! Ini adalah waktu yang tepat untuk bertanya tentang dua buah kejanggalan yang kualami tadi malam.

Tubuhku menegak seketika. "Mas, tengah malam tadi kamu menghilang. Dan kamu, Ema, Mbak juga dengar ranjangmu berderit-berderit., bergoyang pula."

Detik itu juga, wajah suami serta adikku sama-sama menegang dan memutih.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Zulaikha Najma

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku