Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
NAJIS JADI MADUMU, MAS!

NAJIS JADI MADUMU, MAS!

Zulaikha Najma

5.0
Komentar
4.7K
Penayangan
70
Bab

Gini amat jadi manten baru. Suami nggak pulang-pulang. Nggak pernah diajak ibadah malam. Eh, cuma dijatah 700 ribu per bulan. Karena curiga, akhirnya kuputuskan untuk menyelidiki kasus ini. Dan, sebuah fakta besar pun terbongkar. Ternyata selama ini suamiku...

Bab 1 GAGAL NIKAH GARA-GARA JEMBATAN PUTUS

"Maaf, Erina! Jembatan penghubung desa putus. Kami tak bisa lewat dan kita gagal nikah hari ini."

Degh!

Tubuh wanita itu bergetar, apalagi keringat sudah membasahi wajahnya. Untung saja tidak membuat riasan pengantinnya rusak.

"A- apa, Mas? Jembatan putus dan kita nggak jadi nikah?"

Ponsel yang tengah dirinya pegang, di dekatkan dengan telinga pun jatuh. Tangannya terasa begitu lemas, saat mengetahui jika calon suaminya tidak jadi datang ke acara pernikahan mereka yang semestinya diselenggarakan di hari ini.

Sang Ibu dan juga para keluarga lainnya menatap ke arah Erina-nama wanita itu, dengan begitu penasaran. Apalagi mata dari gadis tersebut sudah berkaca-kaca, bahkan jika tidak bersandar pada dinding mungkin tubuh wanita itu pun akan luruh di lantai.

"Ada apa Erina, bagaimana mereka sudah dekat, bukan?" tanya Bu Abidah, ibunya Erina.

Kali ini Erina sudah tidak tahan lagi untuk menahan air matanya, ia menangis tersedu-sedu. Bagaimana tidak? Pernikahan yang sudah disusun dengan matang, tiba-tiba dibatalkan begitu saja, hanya karena jembatan yang tidak bisa dilewati. Ya, memang jembatan itulah satu-satunya akses untuk menuju ke desanya dari desa Zaid sang calon suami.

Para tetangga Erina pun yang tengah membantu di dapur, tiba-tiba langsung saja berkumpul di ruang tengah.

Abidah, Ibu dari Erina terus saja memaksa putrinya untuk bercerita tentang apa yang terjadi dan mengapa anaknya itu menangis.

"A- aku b- batal nikah, gara-gara jembatan di desa kita putus, Bu," ungkapnya menahan malu plus kekecewaan.

Erina langsung saja menceritakan kepada ibunya, tentang apa yang dikatakan oleh sang calon suami. Dirinya tidak jadi menikah gara-gara jembatan putus yang menghubungkan antara desa jeruk dan juga desa manggis. Pernikahan yang seharusnya dilaksanakan beberapa jam ini harus batal mendadak.

"APA?" Abidah meneguk saliva dengan pelik.

Suasana jadi riuh sekali saat itu. Ada yang ikut prihatin dan ada pula tetangga yang mencibir.

"Hah! Sudah capek-capek bantu-bantu di sini, malah nggak jadi acaranya."

"Rasakno nggak jadi nikah sama orang kaya!"

Konyolnya, ada yang sampai bersuara. "Wuih! Makanannya boleh dibawa pulang tidak, ya? Soalnya kan nggak jadi untuk keluarga pria."

Para tetangga Erlina mereka mulai bergunjing mengenai batalnya pernikahan gadis tersebut.

Erina pasrah, semua ini bukanlah keinginan dari dirinya itu. Dia menatap pakaian akad berwarna putih yang saat ini ia kenakan. Air matanya berhasil membuat make up di wajah menjadi luntur. Padahal ia baru saja dipuji-puji oleh para warga, karena penampilannya yang begitu anggun dan auranya begitu terpancar.

Abidah hanya bisa memeluk putrinya itu dengan erat. Bahkan, wanita itu memberikan isyarat ke salah seorang keluarganya untuk membuat para tetangga yang tengah membantu itu diam dan tak memperkeruh suasana.

Dirinya memang benar-benar malu, apalagi undangan telah disebar. Sanak saudara jauh pun sudah dikabari.

Tadi malam memang hujan deras sekali, tetapi siapa sangka kalau jembatan penghubung antar dua desa tersebut roboh. Orang-orang di rumah Erina yang semula padat, kini mulai renggang.

"Erina ..."

Hati ibu yang mana tak hancur melihat pernikahan sang anak yang batal. Dirinya juga tak menyangka jika jembatan penghubung itu akan roboh tiba-tiba.

Hujan deras semalam, ternyata tak mampu ditahan oleh jembatan.

Erina dan ibunya tidak lagi peduli tentang makanan yang dicomot para warga maupun keluarga jauh mereka.

Erina benar-benar merasa begitu hancur. Ia dan juga Abidah sudah mempersiapkan acara pernikahan ini dengan sebaik mungkin. Rasa malu dan juga kecewa bercampur, apalagi mereka tidak menyangka jika hal ini akan terjadi di hari yang sama seharusnya penuh sukacita, justru sekarang berakhir dengan duka dan air mata.

Melihat keadaan rumah yang mulai sepi, walaupun tenda serta kursi pelaminannya masih bertengger dengan indah, akhirnya Erina memilih untuk keluar dari kamarnya. Saat ia keluar dari rumah, dia melihat pemandangan yang seharusnya penuh dengan bahagia, tetapi berakhir dengan duka benar-benar membuat hatinya begitu patah.

Karena memang jarak jembatan dari rumahnya tidak terlalu jauh, akhirnya ia memilih untuk berlari ke arah jembatan tersebut. Walaupun tubuhnya masih terasa lemas dan ia juga masih menggunakan pakaian akad, ia memilih untuk menjinjing kebaya yang dirinya pakai itu.

Benar saja, jembatan yang terbuat dari kayu tersebut roboh dan tak bisa digunakan. Mana mungkin pula keluarga Zaid basah-basahan masuk ke sungai, apalagi sungai itu dalam. Yang ada mereka malah tenggelam, lalu mati.

Erina berderaian air mata,menatap ke arah sungai penuh tajam. Ia kemudian memukul-mukul serpihan kayu jembatan yang ada di permukaan tanah pinggir sungai. Dirinya benar-benar tidak menyangka jembatan yang kokoh itu, akhirnya putus juga dan dengan putusnya jembatan ini membuat pernikahannya dan Zaid pun dibatalkan tiba-tiba. Ia sudah meminta penjelasan, tetapi sambungan telepon tiba-tiba saja langsung terputus.

"Kenapa sih kamu harus roboh? Kenapa kamu roboh persis di hari pernikahan aku, jembatan? Kenapaaaa?"

Erina benar-benar frustasi, ia seperti orang gila yang berbicara dengan benda mati; yaitu jembatan.

Semalaman saat hujan mengguyur, dia berdoa agar pernikahannya tetap diberikan kelancaran. Bahkan, dirinya pun sudah bisa membayangkan pasti setelah keduanya menikah, maka hari-hari bahagia akan selalu singgah di dalam kehidupan dirinya dan juga Zaid.

Bahkan, untuk memasak dan menyewa seluruh rancangan pernikahan pun, itu menggunakan uang. Jika pernikahan ini dibatalkan secara tiba-tiba bukankah sangat merugikan dan membuatnya merasa begitu malu.

Setelah puas memandang kehancuran di depan mata, gadis berpakaian akad tersebut bermaksud untuk mengambil potret jembatan roboh.

Aneh! Entah kenapa hatinya malah tiba-tiba tergerak untuk membuka sosmed hijau terlebih dahulu. Ya, setidaknya untuk mengecek adakah pesan masuk dari calon suaminya atau tidak.

Nyatanya, nihil!

Malahan Erina dikagetkan dengan postingan sang sahabat yang baru saja beberapa menit mengunggah foto.

Sahabatnya yang bernama Sania, wanita itu satu kampung dengan Zaid sang calon suami, perempuan itu memposting foto dirinya sendiri mengenakan pakaian adat pernikahan dan menggandeng tangan seorang pria.

"S- Sania nikah?"

Konyolnya wajah dari pria tersebut ditutupi oleh stiker yang membuat dirinya benar-benar merasa penasaran.

Tangan Erina bergetar dahsyat. Sejauh ini Sania tidak pernah menceritakan tentang laki-laki, bahkan dirinya tidak mengetahui jika ternyata pernikahan sahabatnya itu sama dengan pernikahannya hari ini dan Sania pun tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada dirinya. Lantas kenapa tiba-tiba bisa memajang foto pernikahan?

Hal yang benar-benar membuatnya sangat penasaran adalah, tentang Sania yang sengaja menutupi wajah lelaki itu dengan stiker. Kenapa harus ditutupi begitu? Ada apa?

Berusaha untuk memperhatikan dengan jelas, tidak mungkin jika Sania hanya melakukan foto biasa saja menggunakan kostum pernikahan seperti itu. Dirinya benar-benar tak menyangka kenapa bisa sahabatnya itu menikah tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

Lantas kenapa temannya juga menikah dadakan seperti ini?

"Apa maksudmu, Sania? Kenapa kamu nikah bertepatan saat gagalnya pernikahanku? Kenapa pula wajah suamimu harus ditutupi?"

Ubun-ubun Sania nyaris pecah rasanya, saat mendapati fakta mengejutkan di hari ini.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Zulaikha Najma

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku