NAJIS JADI MADUMU, MAS!
garuh omongan tetangga. "Ck, ck, ck. Mereka bicara apa sih?
ibu tetangga berbisik m
ri mulut sekawanan ibu rempong itu, tetapi hat
sambil mencuci tangan di
nya, hingga m*ntah4n berbau tak sedap itu m
dan seluruh tulan
a itu pun melenggang masuk se
*
a berparas keibuan datang
erkirakan isinya adalah, terigu, telur
ibu Abidah d
pulang
hanya mengangguk tak bergeming.
n, langkah Abidah mengh
berhadapan dengan Erina yang
untah di teras?" tanya Abidah,
ri tahu bahwa mual yang diala
jar Erina seraya mencoba d
Ibu Abidah menyibukkan dirinya di luar rumah untuk membeli stok perlengkapan kue. Ya, wanita it
sus dari beberapa warga tentang kecurigaan terhadapmu. Mereka berpik
tu mencerminkan kebingungan. "A-apa Bu? Kok b
rnya. Apa mereka nggak risih abis ngomon
aktif mengemas b
bar isu itu adalah dua ibu-ibu yan
itu lantas tertawa masam, mere
reka menyimpulkan tanpa t
gguk sambil menangkap keluha
aku liburkan. Aku ngerasa sedang lelah aja, Bu. Sudahlah, nggak
perlu pedulikan gosip itu, Nak. Mereka tidak tahu sepenuhnya cerita
unya. "Betul, Bu. Rugi amat kalau kita memikirkan
dengan ucapan putrinya mel
tu mulai mengenakan apronnya u
melihat ibunya yang sibuk be
kan, cukup beristirahat meredakan rasa l
rina di sibukan dengan kegiatannya mengajar. D
*
rasa terpanggil untuk perg
usul ibu Abidah dengan tanga
an B
nnya, dan sesegera mungkin
ling kurang seperempat kilo, terus, telur juga!" pinta I
ulis aja semua yang harus Erin
atinya, kekhawatiran terhadap gosip-
ula tenang seolah berubah tajam seiri
u*lying mulai mende
k3ha*ilan juga?" ejek seorang ibu,
t ucapan ibu muda itu. Padahal, awalnya Eri
egup lebih kencang. Dia menc
Ibu. Kebetulan, bahan kue di rumah kurang," balas
tak berhenti s
mprotkan kata-kata busuk, mer
ntah terus, Er, berapa bu
menahan diri. Dia tak pernah berbuat macam-mac
enyindir orang tanpa tahu apa-apa? Aku kemarin cuman masuk angin aja, Bu.
ibu dengan banyak ucap
eorang guru tercoreng hanya kare
Ah, tak masuk akal. Sejak kapan masuk angin b
sih tertahan, dia terus saja menguatkan diri s
dut?!" tanya E
gadis mungil itu masih nampak ramping.
bakalan tahu apa yang aku rasakan. Jangan nge-ju*dge seenak jidat.
rina merasa tak bisa lagi mem
! Yang punya anak gadis tolong dijaga, Bu ibu! Jangan tahunya bi
, Erina meninggalkan keda
embara, sementara tangannya memegang e
ak untuk tunduk pada fi*nah dan
nnya, gelombang bisikan ibu-ibu yang
seseorang tanpa mengenal fakta. Atau malah sebaliknya. Atau, me
an langkah pasti, mencoba mengubur rasa
a dia tak bersalah dan kebenaran akan selal
gsung menyambut Erina. Dia heboh bukan main sambil me
e
besar