Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Misteri nyai Ratu Blorong

Misteri nyai Ratu Blorong

laksmi

5.0
Komentar
643
Penayangan
20
Bab

Legenda Pesugihan dari laut selatan pulau Jawa yang selama ini dianggap dongeng sebelum tidur oleh sebagian orang. Nyi ratu “Blorong“, sosok siluman ratu ular sebagai simbol kekayaan, sejauh ini sang ratu hanya dianggap mitos yang sangat kental dengan dunia mistis. Faktanya ia ada dengan jati dirinya yang tak kasat mata dan tetap setia sampai detik ini dengan para sekutunya. Inilah kenyataan yang ada dan tak disadari sepenuhnya oleh manusia di kehidupan masyarakat milenial.

Bab 1 Misteri nyai Ratu Blorong 1

Legenda pesugihan dari laut selatan pulau Jawa yang selama ini dianggap dongeng sebelum tidur oleh sebagian orang. Nyi ratu “Blorong“, sosok siluman ratu ular sebagai simbol kekayaan, sejauh ini sang ratu hanya dianggap mitos yang sangat kental dengan dunia mistis.

Faktanya ia ada dengan jati dirinya yang tak kasat mata dan tetap setia sampai detik ini dengan para sekutunya. Inilah kenyataan yang ada dan tak disadari sepenuhnya oleh manusia di kehidupan masyarakat milenial.

Sebenarnya para pengikut sang ratu sebagian kecil masih tetap ada di sekeliling lingkungan kita tanpa ada yang tahu. Inilah salah satu kisahnya dari banyak cerita Nyi Ratu Blorong, kisah ini berasal dari teman saya sendiri yang pernah mengalaminya.

Peristiwa ini terjadi di era akhir tahun1997 – 1999, saat krisis moneter melanda di negeri ini. Nilai rupiah terpuruk, diperberat dengan kejatuhan ekonomi di negeri kita tercinta.

Keadaan ini memaksa sebagian pengusaha terpaksa menutup usahanya sebelum menanggung kerugian yang lebih dahsyat lagi. Akibat tutupnya sebagian besar industri dan pabrik menyebabkan PHK masal mulai meraja lela.

Otomatis pengangguran meningkat dengan cepat begitu juga index kemiskinan serta kemelaratan ikut melesat tak terkendali. Hanya sebagian kecil pemegang dolar yang aman dan untung serta nyaman di kursi bisnisnya, tapi tidak untuk masyarakat pemegang rupiah.

Lokasi kejadian kali ini berada di Provinsi Jawa Timur, tepatnya dari kabupaten ****. Disaat kebanyakan pabrik tutup, para buruh banyak dirumahkan alias PHK.

Nasib pemutusan hubungan kerja sepihak itu juga dialami Udin dan Sarji, karena mereka berdua juga buruh pabrik yang terkena imbas dari krisis ekonomi moneter.

Gelar pengangguran baru yang tersemat dalam diri mereka ini juga memaksa mereka jatuh kedalam jurang kemiskinan akut dalam waktu singkat. Mereka harus memeras otak untuk bisa bertahan hidup dan menafkahi keluarganya.

Ditempat asalnya, Udin hanya mempunyai sepetak tanah dengan rumah sederhana di atasnya, sedangkan semua anggota keluarga menggantungkan hidup kepadanya. Udin mempunyai satu istri dan tiga orang anak yang masih kecil-kecil, sedang mertua dan kedua orang tuanya sudah tiada lagi.

Tiap hari Udin sibuk mencari pekerjaan, pekerjaan apa saja siap dia lakukan, tapi keadaan waktu itu sungguh tidak memungkinkan. Kesana-kemari tanpa hasil yang jelas, hingga akhirnya ia disibukkan untuk mencari pinjaman sebagai penutup kebutuhan sehari – hari.

Mulai bank harian, mingguan dan bulanan pun lengkap ia koleksi. Dari lintah darat sampai lintah laut ia pun selami untuk berutang, nasib baik memang tak lagi berpihak kepada udin. Tapi ia masih mempunyai keyakinan untuk berusaha untuk bekerja secara wajar.

Udin ini kebetulan bertetangga dengan Sarji, tepatnya rumah udin saling membelakangi satu sama lain. Kebun berukuran lebar enam meter yang memanjang sebagai batas rumah mereka, dibelakang rumah ini mereka juga sering bertemu dan berkumpul.

Mereka berdua dulunya memang berteman sejak kecil hingga sampai sekarang berkeluarga. Di belakang rumah, ada sebuah pohon keres yang lumayan besar dengan daun yang sangat rindang, dibawahnya terdapat tempat duduk dari kayu seadanya.

Kursi kayu di bawah pohon ini mereka gunakan sebagai ajang kumpul-kumpul sesama mantan buruh pabrik. Mereka berkumpul untuk membahas pekerjaan dan peluang usaha yang mungkin masih bisa diraih, tapi tidak dengan Sarji.

Kehidupan Sarji sebenarnya tak berbeda jauh dengan kondisi ekonomi dengan udin. Mentalitas sarji setelah terkena PHK besar-besaran malah turun drastis, mulai bermalas-malasan, suka foya-foya dan mengandalkan harta dari orang tua.

Sarji seakan lupa dengan tanggung jawabnya sebagai seorang kepala keluarga. Dia terus melakukan kebiasan buruk itu tanpa memikirkan masa depannya. Tapi keadaan itu tidak berlangsung lama, seketika harta kedua orang tuanya mulai menipis semua berubah.

Uang pensiunan kedua orang tuanya lama kelamaan juga tak mampu menyokong gaya hidup Sarji, sampai akhirnya hartanya habis juga. Kedua orang tua Sarji masih menyisakan sebidang tanah dan rumah yang ia tempati, sedangkan untuk uang sudah tak lagi.

Sarji setiap harinya hanya berhutang dan utang, semakin lama utang sarji semakin menumpuk melebihi utang Udin.

Setiap hari, kegiatan Sarji hanya main ke warung, makan, rokok, kopi dan mencatatkan utang-utang baru di buku Bon.

Sedang istrinya di rumah belum dikaruniai buah hati juga berpangku tangan. Selain ke warung Sarji juga hobby berjudi togel, dari kebiasaan inilah pundi-pundi kemelaratan mulai bertambah parah kepada keluarga Sarji.

Kehidupan Sarji semakin hari semakin melarat, hidup tidak tenang karena terus dikejar utang dan utang. Dia sudah tidak bisa berfikir lagi, apa yang harus dilakukan untuk keluar dari kubangan utang. Semakin hari, utang semakin menumpuk karena bunga-bunganya.

Desember 1997, di siang hari yang sangat terik, Udin dan Sarji sedang duduk-duduk di warung langganannya sekedar mencari hiburan. Saat mereka sedang asyik ngobrol tak karuan, sebuah mobil kinclong datang dan parkir di depan warung.

Udin terus memperhatikan mobil tersebut, tak lama kemudian keluar seorang pria yang wajahnya tidak asing di mata Udin dan Sarji. Pria itu berjalan menuju warung dan langsung menghampiri mereka,

Sekian detik ia mengamati wajah sosok yang baru datang ternyata adalah temannya satu pabrik dulu. Sebut saja namanya Ronald, kawan akrab di pabrik yang berasal dari kota sebelah. Saat itu, warung lagi sepi pengunjung dan hanya ada mereka bertiga.

Maklum jam segitu waktunya orang kerja bukan malah bermalas-malasan. Udin mempersilahkan Ronald untuk duduk bergabung, berkumpulah tiga teman akrab yang sekian lama tidak ketemu.

“Whoi...dari mana kamu Nald, tak kira siapa?” tanya Udin penasaran.

“Dari hotel mau cari kopi disini din?” jawab Ronald dengan senyuman tipis.

“Gaya kamu kayak orang paling tajir sekarang Nald?” celetuk sarji

q“Loooh belum tahu? Biasa Ji, horang kaya,” jawab Ronald sambil menggoda Sarji

Obrolan santai dan akrab terus berlanjut, semakin lama semakin seru. Satu persatu saling cerita tentang kehidupan masing-masing lengkap dengan masalah yang dihadapi.

Bumbu hidup satu dengan yang lain memang beda, tapi permasalahan Udin dan Sarji hampir sama. Mereka berdua berkeluh kesah akan keadaannya sekarang kepada Ronald, tapi Ronald belum merespons keluh kesahnya karena masih asyik ngobrol tentang nostalgia mereka selama ini.

Selain itu, Ronald yang sekarang sudah berubah drastis, banyak pikiran yang harus dicurahkan untuk urusan bisnisnya. Sekian lama mereka bicara ngelantur kesana kemari dan berkhayal tidak jelas, akhirnya Ronald mulai iba kepada mereka berdua dan memulai pembicaraan serius…

“Eh... kalian mau utang kalian lunas dan bisa kaya kayak aku gak?” Tawar Ronald dengan tatapan matanya yang tajam kepada Sarji dan Udin.

“Jangan ngelindur Nald, kau ini kaya kan karena harta dari orang tua kamu kan?” Bantah Sarji dengan sedikit mengejek.

“Enggak gobl*k, aku bisa seperti ini karena kerja keras dan banting tulang. Tapi.... ada juga yang bantu. Dukun andalanku!!!” Tegas Ronald

“Kok bisa Nald, lha dukunnya juga kaya ta…?” Ejek Udin yang tak mempercayai perkataan Ronald dengan senyumnya yang sinis.

“Matamu Din, beneran aku ini,” bentak Ronald, tapi kemudian ia langsung tersenyum.

“Ayok Nald, aku juga pengen kayak kamu. Gak usah dihiraukan orang satu itu,” sahut Sarji serius yang mulai tertarik dengan ajakan Ronald.

“Ya udah, besok jam 10 pagi kita kumpul disini. Aku yang jemput, gimana?” ajak Ronald dengan nada serius.

“Kamu ikut gak, Din?” Tawar Sarji serta kepalanya menoleh dengan wajah serius kepada Udin.

Seketika itu juga tatapan mata semua tertuju pada Udin, karena dari awal ia ogah-ogahan dan meremehkan Ronald. Udin hanya terdiam dan terpaku mendengar Ronald dan Sarji.

Sedang Ronald dengan rasa iba dan rasa solidaritas pertemanan ingin membuktikan serta membantu kepada kedua kawannya ini.

“Ikut sana Din, biar kamu bisa bayar utang!” Sahut ibu pemilik warung dari belakang meja

“Ogah buk, aku nguli saja,” jawab Udin tenang sambil menikmati rokok.

“Meski aku melarat banyak utang, mending kerja seadanya buk,” tegas Udin yang menyeruput kopinya.

“Eh... Orang sudah kere banyak gaya,” ejek Ronald serta tangannya meraih kaca mata hitam di belahan bajunya.

“Iya tuh mas, di mana otakmu, Din. Diajak bisnis sama temennya yang sudah sukses malah ngejek,” timpal ibu pemilik warung dengan sedikit sewot.

“Sudahlah Din, ayok kita ubah nasib kita. Kalau tidak kita yang rubah siapa lagi?” Paksa Sarji serius

“Ya mau saja Ji, tapi kalau ke dukun lebih baik aku gak ikut. Paling Ronald juga bohong Ji,” jawab udin tetap kekeuh pada pendiriannya.

“Ya wes, kalau begitu kamu temani aku saja, Din. Nanti kalau aku berhasil, kamu tak kasih bagian,” bujuk Sarji kepada Udin.

“Besok mampir ke rumahku dulu Din kalau gak percaya! Susah memang ngomong sama kamu,” ujar Ronald.

“Oke... Oke... Oke, tapi aku ikut hanya menemani Sarji saja. Maksa amat kalian,” jawab Udin yang sudah tak tahan karena paksaan dan tekanan di warung.

“Lha gitu dong Din, kamu kan teman sejatiku… Hehehehe,” sahut Sarji mulai bahagia serta tangannya menepuk pundak Udin beberapa kali.

Obrolan tiga teman lama masih terus berlanjut hingga sore hari. Mereka makan siang bersama di warung itu.

Semua makanan, minuman, rokok, kopi, kue, gorengan dan apa pun yang mereka nikmati di warung itu di bayar oleh Ronald. Udin dan Sarji dengan senang hati tidak menambahkan catatan utang di buku bon mereka.

Setelah mendapat perintah dari Ronald, Sarji lebih dahulu pergi kekamar mandi, melihat Udin yang masih santai Ronald menatap kepada Udin.

“Din mandi sekalian sana. Rumah besar ini ada tiga kamar mandi di tengah,” perintah Ronald

“Oooohhh, kirain cuma satu Nald,” jawab Udin yang lugu.

“Ehhh rumah orang kaya ini Din, cepetan mandi sana,” kata Ronald lagi.

“Nald rumahmu di dalam kok bau amis banget. Habis masak apaan?” tanya Udin

“Halah gak usah dicium Din, cepetan mandi dulu. Bawel amat kamu Din jadi orang,” Kata Ronald

Udin akhirnya menuruti perintah Ronald, dengan cepat berjalan menuju ruang tengah untuk mandi.

Ronald menunggu sambil menikmati minuman di ruang tamu. Beberapa saat kemudian, mereka berdua tampak sudah selesai mandi dan kembali lagi ke ruang tamu Ronald.

“Gimana sudah siap semua,” tanya Ronald.

“Sudah nald, ayo cepetan,” jawab Sarji.

Ronald berjalan menuju garasi mobilnya yang besar, kedua temannya ikut masuk ke garasi. Ada lima mobil mewah yang berada dalam garasi Ronald, kedua teman ini hanya mengamati dan diam tertegun.

Beberapa kali Ronald mondar-mandir mengelilingi mobil-mobilnya sampai akhirnya ia memilih mobil SUV mewahnya. Ia tahu karena medan yang akan ia lalui cukup berat. Dia harus menyesuaikan mobil yang akan dipakai dengan medan yang akan di lalui.

Sore itu mereka bertiga langsung pergi dengan mobil Ronald, mobil SUV offroad mewah yang nyaman. Selama perjalanan, rumah mewah ronald masih terus terngiang dalam pikiran Sarji. Ia Sangat berambisi ingin cepat sukses seperti Ronald.

Sedang sahabat karibnya, Udin, hanya diam membisu. Dianggapnya Udin malu karena perbuatannya yang meremehkan Ronald dari kemarin.

Perjalanan panjang tanpa tahu tujuan mereka kemana. Intinya mereka sudah pasrah ikut dengan Ronald.

Arah mobil yang ditumpangi mereka bertiga menuju ke selatan Pulau Jawa. Saat di tengah perjalanan Sarji yang masih penasaran langsung bertanya kepada Ronald.

“Nald, sebenarnya ini kemana, kok lama gak sampai-sampai?” tanya sarji yang duduk di samping kemudi Ronald.

Mereka bertiga memulai perjalanan menuju lokasi yang dimaksud Ronald, Dok: pixabay

“Sudah diam saja kamu, nanti tau sendiri,” jawab Ronald yang masih serius memegang kemudi mobil.

“Kok jauh amat Nald, paling kamu bohong,” sahut Udin dari bangku tengah mobil seakan ia tahu pikiran Ronald.

“Ngawur kamu Din, aku ini beneran ingin bantu Sarji. Sudah tidur saja kamu, nanti kalau sudah sampai aku bangunkan,” jawab ketus Ronald.

Mobil terus berjalan, sampai menembus kegelapan malam. Dari jalan nasional hingga jalan tak beraspal.

Beberapa jam mobil itu melewati jalan sepi di tengah hutan, dan akhirnya mobil Ronald terhenti di sebuah lereng gunung. Tepatnya gunung itu persis bersebelahan dengan laut selatan.

Setelah Ronald membuka handphone ia melihat waktu sudah menunjukkan jam satu malam.

Saat di dalam mobil yang sudah terparkir miring, Ronald membangunkan kedua temannya satu persatu.

“Whoi bangun…bangun. Sudah sampai,” kata Ronald. Dan ia segera turun terlebih dahulu dari kendaraannya.

Sambil menunggu temannya keluar, Ronald yang dari tadi jadi sopir, berjalan mondar mandir di atas kerikil lereng gunung tanpa alas kaki. Kebiasaannya sehabis mengemudi jarak jauh ialah melemaskan otot yang tegang, dan menghilangkan rasa nyeri di kaki.

Beberapa menit kemudian satu persatu temannya keluar dari mobilnya.

Ayo turun dulu, kita mandi dan makan dulu” Ajak Ronald.

“Ok Nald.” Jawab Sarji

Udin masih duduk terdiam berdecak kagum melihat rumah Ronald yang besar dan mewah dari dalam mobil. Sarji yang mengetahui hal ini langsung mengajaknya keluar.

“Ayok Din, jangan melamun saja” Kata Sarji

“Iyaa iyaaa Ji.” Jawab singkat terbata-batanya Udin

Setelah semua berdiri diteras, sejenak mereka bertiga memandangi rumah mewah itu sambil menggerakkan kepala serta bagian tubuh yang kaku.

“Gimana Din, sudah percaya?” Kata Ronald.

“Iya Nald” Jawab Udin kesal dan malu karena meragukan perkataan Ronald dari kemarin.

Mereka mulai berjalan memasuki rumah bergaya modern bercat putih dua lantai dengan garasi mobil yang cukup besar di sebelah kanan.

[Cerita ini diadaptasi dari Twitter.com/bayuuubiruuu]

Pandangan Udin dan sarji tak henti-hentinya melihat dengan seksama tiap sudut rumah mewah Ronald dan sekelilingnya. Mereka sangat takjub dengan pencapaian temannya dalam waktu singkat, hingga mereka hanya bisa berdiri dan terdiam menikmati kemewahan rumah Ronald.

Ronald tetap masuk kedalam rumahnya dan meninggalkan kedua temannya yang tetap berdiri. Beberapa saat kemudian Ronald kembali tapi ia mendapati kedua temannya masih diluar. Dengan perasan agak gusar ia mendekati Sarji dan Udin.

“Ayo masuk dulu Ji, Din. Kayak orang kampung saja kamu ini, baru lihat rumah mewah wajah pada kelihatan begonya.” Kata Ronald dan langsung menarik kedua tangan temannya masuk ke rumahnya.

Sarji dan Udin dipersilahkan duduk langsung di ruang tamu ronald yang mewah, beberapa saat kemudian pembantu Ronald datang menghampiri. Pembantu Ronald membawakan minuman dingin serta makanan ringan.

Sarji terlihat sangat semangat untuk mengikuti jejak Ronald setelah melihat keberhasilan Ronald, tapi Udin hanya rasa malu akan keluh kesahnya tadi pagi. Saat mulai memakan hidangan..

“Gimana Din, percaya gak sama aku?” Tanya ronald

“Iya nald, aku percaya.” Jawabnya udin yang datar

“Hebat kamu Nald sudah bisa sekaya ini, ngomong-ngomong istri kamu kemana” tanya Sarji

“Lagi keluar, biasa Ji. Sosialita jaman sekarang…hehehe” Jawab bahagia Ronald

“Sekarang kalian mandi dulu, habis itu kita langsung pergi” Pinta Ronald

“Iya nald” Jawab sarji dan udin bergantian

Setelah mendapat perintah dari Ronald, Sarji lebih dahulu pergi kekamar mandi, melihat udin yang masih santai ronald menatap kepada udin.

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh laksmi

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku