Oceania Samudra, harusnya akan menjadi pengantin wanita yang paling berbahagia seandainya saja... calon mempelai prianya datang. Belum cukup rasa malu yang harus ditanggungnya dan seluruh keluarga besarnya, gedung pernikahan yang seharusnya menjadi saksi pengikat sehidup sematinya dengan Banyu Siliwangi itu pun meledak! "Jam berapa seharusnya akad nikah Anda dijadwalkan, Bu?" "Pukul sepuluh pagi." "Mengapa pada pukul sepuluh pagi tadi akadnya dibatalkan?" "Karena mempelai prianya tidak jadi datang?" "Mengapa mempelai prianya tidak jadi datang?" "Itulah pertanyaan yang ingin saya tanya 'kan pada calon suami saya sejak tadi, Pak Polisi yang terhormat. Seharusnya Anda menginterogasi dia. Bukan saya!" Sendirian dan ketakutan, Ochi memerlukan seorang pahlawan untuk melindunginya dari teror yang terus saja mengancam keselamatannya. Sementara Badai Putra Alam, hanyalah seorang perwira polisi biasa yang bermulut pedas dan minus tata krama yang kerap kali membuat Ochi stress karena pertanyaan-pertanyaan kasar tanpa filternya. Dia memang bersedia melindungi Ochi sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai abdi negara.Tetapi dia tidak ingin melanggar batas, sebab itu akan semakin memperumit penyelidikannya sebagai seorang penyidik. Tetapi Badai membuat satu kesalahan besar saat dia secara tidak sengaja memeluk Ochi. Karena sesudahnya, dia tidak pernah bisa melepas Ochi untuk laki-laki manapun lagi di dunia ini.
Pernikahannya batal! Dia baru saja mengumunkannya setengah jam yang lalu, saat menerima chat singkat dari Mas Banyu. Calon suami gagalnya. Oceania Samudra duduk termenung seorang diri di gedung mewah tempat acara pernikahannya yang akan digelar, namun batal. Pandangannya menerawang memandangi ornament-ornament yang menghiasi gedung berupa rangkaian bunga-bunga nan indah, kursi-kursi yang dihias cantik untuk pengunjung. Bahkan aneka hidangan mahal yang menggugah rasa seakan-akan mengejeknya bersama-sama.
Padahal hari ini dia sudah berdandan cantik, untuk membuat bangga calon suaminya, yang sangat dicintainya sepenuh hati.
Beberapa bulan sebelum hari pernikahannya ini, Ochi telah mempersiapkan semuanya dengan matang. Dimulai dari pemilihan gedung untuk akad, fitting kebaya yang akan si pakainya, cateringnya, bahkan tamu-tamu kalangan terbatasnya. Ochi ingin agar pernikahan sekali seumur hidupnya ini berlangsung dengan sempurna.
Semua orang memujinya tadi, bahkan ibunya yang terkenal sangat pelit pujian pun tadi mengatakan bahwa dirinya sangat cantik. Wajar saja, dia akan menjadi seorang pengantin, kalau saja mempelai prianya datang!
Laki-laki keparat itu bahkan tidak mempunyai keberanian untuk berbicara langsung padanya. Setelah berpacaran dua tahun lamanya dan enam bulan bersama-sama mempersiapkan hari bahagia mereka, Ochi menerima chat pendek dari Banyu yang mengatakan bahwa dia tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Ia mempunyai keperluan lain dan akan menemuinya nanti. Dan semua itu dilakukannya hanya satu jam menjelang akad nikahnya. Sungguh seorang banci pengecut yang menjijikkan bukan?!
"Ochi, kita pulang yuk, Dek?" Rainy, kakak sulung Ochi menyentuh punggung Ochi lembut. Dia tahu adik bungsunya ini sedang galau-galaunya akibat dari kekacauan yang dibuat oleh si brengsek, Banyu. Tetapi semua itu sudah terjadi bukan? Dia hanya tidak ingin kalau adik bungsunya ini akan menjadi gelap mata dan malah menyakiti dirinya sendiri pada akhirnya.
"Ochi sedang ingin di sini, Kak. Ochi juga sedang tidak ingin ditanya-tanya. Tolong biarkan Ochi menenangkan diri sejenak. Kakak pulang saja dulu dengan Kak Pandu. Kasihan anak-anak kelamaan menunggu. Ochi akan baik-baik saja, Kak. Ochi tidak akan bunuh diri kalau memang itu yang Kakak takutkan," desah Ochi lesu.
"Bukan begitu, Dek. Semua orang sudah pulang. Tinggal Kakak, Kak Pandu dan anak-anak di sini. Kalau kakak pulang, nanti kamu pulangnya naik apa?"
Rainy kembali mengelus bahu adiknya kasihan. Adik bungsunya ini perasaannya sangat halus, peka dan juga perasa. Dipermalukan habis-habisan di depan umum seperti ini, apalagi sampai viral di sosial media, pasti akan meremukkan jiwa raganya. Dia bahkan sudah ngeri sendiri, melihat piasnya wajah sang adik, pada saat akad tadi dibatalkan.
"Tidak apa-apa, Kak. Kakak pulang saja. Nanti kalau Ochi butuh tumpangan, Ochi akan menelepon supir atau apapun itu. Kakak pulang duluan saja, ya?" tolak Ochi lagi. Sungguh Ochi butuh udara segar untuk menarik napas.
Rainy pun akhirnya pulang setelah sekali lagi menepuk bahu adiknya.
Ochi melirik jam di gedung mewah ini. Pukul sebelas kurang sepuluh menit. Seharusnya saat ini dia sudah menyandang nama Siliwangi di belakang namanya. Tetapi ya sudahlah. Dia juga sudah mulai bosan mengasihani diri sendiri. Mulai besok dia akan belajar menjadi wanita yang kuat dan tidak cengeng lagi. Kalau perlu dia akan mengikuti berbagai macam cabang olah raga bela diri dan menempelkan poster wajah Banyu besar-besar pada setiap samsaknya!
Ochi menarik lepas hiasan untaian dari bunga-bunga melati yang menghiasi sanggulnya. Melepaskan paksa semua hiasan lainnya dan membuang semuanya ketempat sampah!
Dengan langkah tersaruk-saruk dia berjalan meninggalkan gedung pernikahan yang mulai sepi. Ia meraup kain songketnya dengan kasar dan berjalan keluar dari aula menuju ke arah jalan raya.
Duarrr!
Tepat pada saat Ochi baru saja melewati bangunan gedung dan tiba di jalan raya tiba-tiba saja gedung mewah itu meledak! Ochi terperanjat. Ia membalikkan badan. Menatap nanar gedung yang telah hancur itu. Jikalau dia terlambat sekitar sepuluh menit saja, selain ditinggal calon suami, dia juga sudah pasti akan tinggal nama saja. Telinganya berdenging dan tanah yang ia injak bergetar. Ochi tidak tahu harus berbuat apa.
Orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar jalan raya, langsung berbondong-bondong mengerumuni gedung mewah yang sudah luluh lantak tersebut. Salah satu dari mereka pun segera menghubungi pihak yang berwajib.
Alih-alih melakukan hal yang sama seperti orang-orang itu, Ochi justru berjalan menuju halte yang berada tidak jauh dari gedung tersebut. Pikirannya menerawang jauh. Memikirkan alasan Banyu meninggalkannya tepat di hari pernikahan mereka.
Hampir satu jam atau lebih-- Ochi tidak tahu karena ia tidak memakai jam tangan, dia duduk bagai patung dengan pikiran yang bercabang-cabang. Memikirkan pernikahan indahnya yang hancur berantakan.
Samar-samar dan semakin lama semakin kencang, ia mendengar sirene mobil polisi yang berdatangan. Tiga unit mobil polisi dan satu unit mobil pribadi pun tiba hampir secara bersamaan.
Dua belas orang polisi dengan seragam khusus, berlari masuk menuju lokasi ledakan. Sementara itu seseorang yang juga menggunakan seragam khusus hitam-hitam tampak tergesa-gesa keluar dari mobil sambil menelepon seseorang. Wajahnya nyaris tidak terlihat akibat ditutupi oleh masker hitam. Tangannya terlihat terus saja menunjuk-nunjuk lokasi ledakan sambil mengeluarkan beberapa perintah, sementara ia masih sibuk menelepon. Ochi sempat melihat tatapan tajamnya saat secara tidak sengaja mata mereka saling bersirobok. Seperti ini ya wajah-wajah para aparat penegak hukum? Kalau tidak diam-diam sinis, pasti marah-marah seram. Betapa membosankannya hidup mereka. Setiap hari orang yang mereka temui hanyalah penjahat, senjata tajam, narkoba bahkan mungkin mayat dan hal-hal berbahaya lainnya.
Tiba-tiba saja pandangan sang polisi kembali terarah pada Ochi. Tubuh bugarnya melangkah cepat melintasi jalan setapak dan berhenti tepat di depan Ochi yang masih terduduk kaku di halte.
"Selamat siang Bu, kenalkan saya Badai Putra Alam. Saya ingin melakukan sedikit tanya jawab dengan anda bisa, Bu? Mengingat hanya tinggal anda seorang sajalah yang ada digedung ini saat ledakan tadi terjadi."
Ochi menatap polisi yang ditaksirnya berusia sekitar pertengahan tiga puluhan itu dengan keengganan yang sama sekali tidak dia sembunyikan. Ochi capek, dia ingin secepatnya pulang dan beristirahat atau mungkin menangisi nasib malangnya diapartemen. Tetapi sebagai seorang warga negara yang baik dia tahu, ada beberapa kewajiban yang memang harus ia tunaikan. Minimal memberi sedikit keterangan tentang perkara ledakan. Walaupun bisa dikatakan dia juga tidak tahu apa-apa kecuali suara boom begitu saja.
"Saya ingin pulang." Ochi menjawab singkat.
"Iya, nanti anda akan saya antar pulang. Tetapi anda harus menjawab beberapa pertanyaan saya terlebih dahulu."
Sang polisi menahan sikunya sejenak. Menahan laju tubuh Ochi yang sudah condong kedepan. Bersiap-siap melangkah pulang.
"Beberapa?" Tanya Ochi menegaskan.
"Baiklah. Lebih tepatnya, banyak sekali pertanyaan."
Akhirnya Badai berterus terang dengan wanita yang berparas sendu ini. Jujur Badai paling anti berbicara dengan Orang yang wajah nya mellow-mellow seperti ini. Karena belum juga ditanya-tanya wajahnya sudah seperti akan disiksa saja. Apalagi jika nanti dia akan di interogasi dengan nada tinggi hingga mencapai 4 oktaf. Bisa banjir bandanglah kantor polisi nanti oleh air matanya. Sebenarnya saat ini Elang Pramudya lah yang bertugas untuk mengamankan dan mengendalikan situasi disini. Sebagai anggota Densus 88 yang memang dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror termasuk teror bom, Elang adalah komandan insiden yang mumpuni. Intuisinya tajam dan juga akurat. Tetapi karena saat ini dia sedang menemani istrinya yang sedang melahirkan, Badaipun menawarkan diri untuk meninjau ke TKP bersama dengan anak-anak buah Elang lainnya yang memang sudah dilatih khusus sebelumnya.
"Pak Polisi, kalau saya bersedia untuk menjawab semua pertanyaan anda, apakah anda akan mengizinkan saya pulang?"
"Tentu saja." Badai mengangguk dengan cepat. Dia juga ingin agar tugasnya yang menggantikan Elang ini cepat selesai.
"Anda janji?" Ochi meminta kepastian.
"Ck! Tentu saja. Saya berjanji. Tidak ada untungnya juga bagi saya berlama-lama menahan anda disini." Badai membalas ketus.
"Halah laki-laki dan janji. Omong kosong belaka." Ochi menggumam sendiri.
"Apa maksud ucapan anda?" Badai menatapnya galak. Anda tidak percaya pada janji saya? Semakin cepat anda menjawab pertanyaan saya, maka semakin cepat juga kita pulang. Mengerti?!" Ochi mengangguk.
"Nama Anda ?"
"Oceania Samudra."
"Alamat?"
"Grand Mediterania Apartemen jalan Thamrin 21."
"Baik. Sekarang katakan kepada saya, apa yang terjadi sebenarnya?"
"Gedung ini meledak." Sekarang saya sudah boleh pulang bukan?" Ochi langsung bergerak ke arah jalan raya.
"Tunggu dulu. Apa maksud anda dengan meledak?" Badai kembali meraih siku Ochi, menahan langkahnya.
"Ya gedung ini meledak, berbunyi dhuarrr seperti itu."
"Apakah anda mencium bau gas sebelumnya?"
"Tidak."
"Apakah anda melihat ada orang ketika hal itu terjadi?"
"Tidak ada. Cuma tinggal saya sendirian di gedung ini. Sudah jelaskan pertanyaannya? Sekarang saya mau pulang!"
"Tunggu dulu. Mengapa anda bisa berada di gedung ini?"
"Karena saya akan menikah tentu saja. anda ini tinggal di planet lain atau bagaimana, sampai tidak tahu bentuk kebaya pengantin."
"Pukul berapa seharusnya akad nikah anda dilangsungkan?"
"Pukul sepuluh pagi."
"Ini masih pukul sebelah 12.05 WIB. Seharusnya acara masih berlangsung bukan? Mengapa keadaannya sepi seperti ini?"
"Akad nikahnya dibatalkan."
"Mengapa akad nikahnya dibatalkan?"
"Karena mempelai prianya tidak jadi datang?"
"Mengapa mempelai prianya tidak jadi datang?"
"Itulah pertanyaan yang ingin saya tanyakan pada calon suami saya sedari tadi pak polisi yang terhormat. Seharusnya anda menginterogasi dia, bukan saya!" Sahut Ochi kesal.
"Saya sudah menjawab semua pertanyaan-pertanyaan Anda. Sesuai dengan tawaran Anda tadi, Anda ingin mengantarkan saya pulang atau saya akan harus memesan ojek online ?!" Ochi benar-benar kesal sehingga tata bahasanya pun tidak lagi sopan.
"Naik ojek online dengan pakaian dan penampilan Anda yang seperti ini? Apa bisa?"
Ochi refleks membuka high heels nya dan berniat untuk menggetok kepala polisi ini karena mulutnya yang amat sangat ketus dan menyebalkan.
"Coba saja Anda berani lakukan. Maka saya akan melaporkan Anda dengan Pasal 212 KUHP yang berbunyi,
barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan kepada seseorang pegawai negeri yang melakukan pekerjaannya yang sah, atau melawan kepada orang yang waktu membantu pegawai negeri itu karena kewajibannya menurut undang-undang atau karena permintaan pegawai negeri itu, dihukum karena perlawanan, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500.000,-"
Badai pun kemudian mendekatkan wajahnya pada Ochi sehingga wajah mereka hanya berjarak cuma sejengkal.
"Sini, pukul saya kalau Anda memang berani! Tidak heran kalau calon suami Anda meninggalkan Anda, mengingat betapa barbarnya sikap Anda sebagai seorang wanita!"
Bab 1 Chapter 1
24/11/2021
Bab 2 Chapter 2
24/11/2021
Bab 3 Chapter 3
24/11/2021
Bab 4 Chapter 4
24/11/2021
Bab 5 Chapter 5
24/11/2021
Bab 6 Chapter 6
26/11/2021
Bab 7 Chapter 7
29/11/2021
Bab 8 Chapter 8
29/11/2021
Bab 9 Chapter 9
29/11/2021
Bab 10 Chapter 10
29/11/2021
Bab 11 Chapter 11
29/11/2021
Bab 12 Chapter 12
29/11/2021
Bab 13 Chapter 13
29/11/2021
Bab 14 Chapter 14
29/11/2021
Bab 15 Chapter 15
29/11/2021
Bab 16 Chapter 16
29/11/2021
Bab 17 Chapter 17
29/11/2021
Bab 18 Chapter 18
29/11/2021
Bab 19 Chapter 19
29/11/2021
Bab 20 Chapter 20
29/11/2021
Bab 21 Chapter 21
29/11/2021
Bab 22 Chapter 22
29/11/2021
Bab 23 Chapter 23
29/11/2021
Bab 24 Chapter 24
29/11/2021
Bab 25 Chapter 25
29/11/2021
Bab 26 Chapter 26
29/11/2021
Bab 27 Chapter 27
29/11/2021
Bab 28 Chapter 28
29/11/2021
Bab 29 Chapter 29
29/11/2021
Bab 30 Chapter 30
29/11/2021
Bab 31 Chapter 31
29/11/2021
Bab 32 Chapter 32
29/11/2021
Bab 33 Chapter 33
29/11/2021
Bab 34 Chapter 34
29/11/2021
Bab 35 Chapter 35
29/11/2021
Bab 36 Chapter 36
29/11/2021
Bab 37 Chapter 37
29/11/2021
Bab 38 Chapter 38
29/11/2021
Bab 39 Chapter 39
29/11/2021
Bab 40 Chapter 40
29/11/2021
Buku lain oleh Suzy Wiryanty
Selebihnya