Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Bak palu godam raksasa yang meluluhlantakkan pegunungan Jayawijaya, seperti itulah perasaan seorang Amadeo Keita yang luluh lantak saat ceweknya mendadak menamatkan hubungan mereka yang sudah terukir lima tahun lamanya.
“Apa kamu nggak bisa mikir ulang lagi keputusanmu itu?” tanya Deo tak percaya.
“Itu udah keputusan final aku, Yo. Maaf, ya ...” jawab Freya dengan sangat lirih.
“Paling nggak beritahu aku alasannya, kenapa kamu tiba-tiba mutusin aku?” desak Deo ingin tahu.
“Kamu ... terlalu baik buat aku, Deo.” Freya memandangnya nanar.
“Harusnya kamu bersyukur dong kalo aku cowok yang baik!” kata Deo bangga, tapi hanya sesaat saja. “Alasan kamu kok nggak sinkron sama tindakan kamu, ya?”
Freya meremas kedua tangannya dengan gugup.
“Pasti ada alasan lain, kan, Frey?” kata Deo curiga. “Kita ini udah lima tahun pacaran lho, bahkan aku udah rencana mau ngenalin kamu ke ortu aku, tapi ...”
“Udah telat, Yo. Udah telat ...” ratap Freya nelangsa. “Aku udah telat ...”
“APA?” Deo membulatkan kedua matanya. “Kamu telat? Kok Bisa? Selama ini aku selalu jaga jarak aman lho sama kamu, Frey! Masa sih kamu bisa telat gitu aja? Telat dari mananya coba?”
Deo mendesah pelan.
“Bisa nggak kamu pelanin dikit suara kamu?” bisik Freya sambil mengertakkan giginya. “Kamu sukses bikin kita jadi bahan tontonan, tau!”
Deo menoleh ke kanan dan kiri, beberapa mahasiswa yang sedang makan di kantin kini memperhatikan mereka dengan penuh rasa keingintahuan.
“Ehm, ya kamu duluan sih yang bikin panik.” Deo terbatuk sambil pura-pura tak terjadi apa-apa. “Siapa sih yang nggak kaget pas kamu bilang kalo kamu telat tadi?”
Freya menarik napas dengan jengkel.
“Maksud aku itu, aku udah telat ngenalin kamu ke ortu aku.” Dia memperjelas kalimatnya. “Bukan telat yang ituuuu!”
"Huh, ngemeng kek dari tadi.” Deo menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Salah siapa, coba? Dulu aku udah sering minta main ke rumah kamu sekalian silaturahmi sama calon mertua, tapi kamu nggak pernah mau. Lima tahun aku pacaran sama kamu, apa pernah kamu ngenalin aku ke ortu kamu?”
Freya menyeruput es jeruknya kemudian mengangkat alisnya tinggi-tinggi ke arah Deo.
“Kamu sendiri juga nggak pernah ngenalin aku sama ortu kamu,” komentarnya.
Deo termangu.
“Oh iya ... Kita samaan deh kalo gitu.”
Freya menghabiskan es jeruknya yang tinggal sedikit.
“Pada intinya kita udah nggak bisa sama-sama lagi, Yo. Kita harus putus sampe di sini,” katanya sungguh-sungguh.
“Alasannya apa, Frey?” desak Deo lagi. “Cuma karena lima tahun pacaran kita nggak pernah saling mengenal ortu masing-masing? Atau kamu malu karena aku lebih muda dari kamu? Atau ...”
“Deo, bukan masalah itu!” Freya menggeleng.
“Terus apaan? Kamu ngomong dong yang jelas. Jangan ngasih aku alasan klasik kayak aku terlalu baik atau apalah ... yang masuk akal dikit ‘napa?”
Freya memandang Deo dalam-dalam.
“Cepetan jawab, nggak usah ngelihatin aku kayak gitu! Kamu mau bikin aku baper?” sentak Deo. “Nggak usah kelamaan mikirnya ...”
“Aku mau dinikahin,” kata Freya lirih.
“Apa?” Deo berpikir kalau telinganya salah dengar.
“Aku mau dinikahin sama cowok lain, Yo.” Freya meletakkan tangannya di atas tangan Deo yang terkepal. “Cowok yang dateng melamar aku minggu lalu ...”
"Minggu lalu?” potong Deo tidak percaya. “Dan kamu baru cerita sama aku sekarang, sekaligus mutusin aku? Hebat ...”