Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mantanku, Kakak Iparku

Mantanku, Kakak Iparku

Setia_AM

5.0
Komentar
2.6K
Penayangan
35
Bab

Deo merasakan patah hati yang teramat dalam saat Freya memutuskan hubungan mereka dan lebih memilih untuk menerima lamaran dari kakak kandungnya sendiri. Dia lantas dipertemukan dengan Veren, cewek random yang saat itu akan mengakhiri hidupnya karena patah hati. Akibat kesalahpahaman, mereka berdua justru dipaksa menikah di usia yang masih relatif muda. Mampukah Veren menjadi penawar patah hati bagi Deo, begitu juga sebaliknya?

Bab 1 Maaf, Kita Putus!

Bak palu godam raksasa yang meluluhlantakkan pegunungan Jayawijaya, seperti itulah perasaan seorang Amadeo Keita yang luluh lantak saat ceweknya mendadak menamatkan hubungan mereka yang sudah terukir lima tahun lamanya.

"Apa kamu nggak bisa mikir ulang lagi keputusanmu itu?" tanya Deo tak percaya.

"Itu udah keputusan final aku, Yo. Maaf, ya ..." jawab Freya dengan sangat lirih.

"Paling nggak beritahu aku alasannya, kenapa kamu tiba-tiba mutusin aku?" desak Deo ingin tahu.

"Kamu ... terlalu baik buat aku, Deo." Freya memandangnya nanar.

"Harusnya kamu bersyukur dong kalo aku cowok yang baik!" kata Deo bangga, tapi hanya sesaat saja. "Alasan kamu kok nggak sinkron sama tindakan kamu, ya?"

Freya meremas kedua tangannya dengan gugup.

"Pasti ada alasan lain, kan, Frey?" kata Deo curiga. "Kita ini udah lima tahun pacaran lho, bahkan aku udah rencana mau ngenalin kamu ke ortu aku, tapi ..."

"Udah telat, Yo. Udah telat ..." ratap Freya nelangsa. "Aku udah telat ..."

"APA?" Deo membulatkan kedua matanya. "Kamu telat? Kok Bisa? Selama ini aku selalu jaga jarak aman lho sama kamu, Frey! Masa sih kamu bisa telat gitu aja? Telat dari mananya coba?"

Deo mendesah pelan.

"Bisa nggak kamu pelanin dikit suara kamu?" bisik Freya sambil mengertakkan giginya. "Kamu sukses bikin kita jadi bahan tontonan, tau!"

Deo menoleh ke kanan dan kiri, beberapa mahasiswa yang sedang makan di kantin kini memperhatikan mereka dengan penuh rasa keingintahuan.

"Ehm, ya kamu duluan sih yang bikin panik." Deo terbatuk sambil pura-pura tak terjadi apa-apa. "Siapa sih yang nggak kaget pas kamu bilang kalo kamu telat tadi?"

Freya menarik napas dengan jengkel.

"Maksud aku itu, aku udah telat ngenalin kamu ke ortu aku." Dia memperjelas kalimatnya. "Bukan telat yang ituuuu!"

"Huh, ngemeng kek dari tadi." Deo menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Salah siapa, coba? Dulu aku udah sering minta main ke rumah kamu sekalian silaturahmi sama calon mertua, tapi kamu nggak pernah mau. Lima tahun aku pacaran sama kamu, apa pernah kamu ngenalin aku ke ortu kamu?"

Freya menyeruput es jeruknya kemudian mengangkat alisnya tinggi-tinggi ke arah Deo.

"Kamu sendiri juga nggak pernah ngenalin aku sama ortu kamu," komentarnya.

Deo termangu.

"Oh iya ... Kita samaan deh kalo gitu."

Freya menghabiskan es jeruknya yang tinggal sedikit.

"Pada intinya kita udah nggak bisa sama-sama lagi, Yo. Kita harus putus sampe di sini," katanya sungguh-sungguh.

"Alasannya apa, Frey?" desak Deo lagi. "Cuma karena lima tahun pacaran kita nggak pernah saling mengenal ortu masing-masing? Atau kamu malu karena aku lebih muda dari kamu? Atau ..."

"Deo, bukan masalah itu!" Freya menggeleng.

"Terus apaan? Kamu ngomong dong yang jelas. Jangan ngasih aku alasan klasik kayak aku terlalu baik atau apalah ... yang masuk akal dikit 'napa?"

Freya memandang Deo dalam-dalam.

"Cepetan jawab, nggak usah ngelihatin aku kayak gitu! Kamu mau bikin aku baper?" sentak Deo. "Nggak usah kelamaan mikirnya ..."

"Aku mau dinikahin," kata Freya lirih.

"Apa?" Deo berpikir kalau telinganya salah dengar.

"Aku mau dinikahin sama cowok lain, Yo." Freya meletakkan tangannya di atas tangan Deo yang terkepal. "Cowok yang dateng melamar aku minggu lalu ..."

"Minggu lalu?" potong Deo tidak percaya. "Dan kamu baru cerita sama aku sekarang, sekaligus mutusin aku? Hebat ..."

Freya menggelengkan kepala.

"Kamu jangan marah gini, dong. Selama seminggu itu aku berusaha bujuk papaku biar nggak buru-buru menerima lamaran cowok itu," katanya lirih. "Tapi papaku bilang dia cowok yang baik dan juga ... mapan."

Brak!

Di luar kesadarannya, Deo memukul meja dengan satu tangannya yang bebas. Beberapa mahasiswa menoleh ke arahnya lagi, tapi Deo tidak peduli.

"Pantes aja diterima," komentarnya sinis. "Cowok mapan sih, ya? Apalah aku ini yang masih bocah ingusan dan baru kemarin sore resmi jadi mahasiswa baru."

"Deo, nggak kayak gitu!" Freya menggenggam tangannya, bermaksud meredam emosi Deo.

"Nggak usah pegang-pegang aku lagi," sentak Deo. "Nyadar dong bentar lagi kamu jadi isteri orang."

"Maaf," ujar Freya sambil menarik tangannya kembali. "Maaf kalau keputusanku ini bikin kamu sakit hati ..."

"Banget lah!"

"Maaf sekali lagi, kita harus putus ..." Freya mengambil tasnya dan bersiap untuk pergi. Namun, dia hanya berdiri di depan meja selama beberapa saat lamanya.

Deo heran sekali melihatnya begitu.

"Ngapain kamu? Kalo mau pergi ya udah, sana. Nggak usah lama-lama," suruhnya.

Freya menoleh dengan ragu-ragu, tatapan matanya mengisyaratkan sesuatu.

"Yo, es jeruknya tadi tolong dibayar sekalian, ya. Makasih dan maaf sekali lagi."

Deo terbengong-bengong ketika menyaksikan permintaan cewek yang baru saja memporakporandakan hatinya itu.

Sialan, kata Deo dalam hatinya. Udah diputusin sepihak, masih harus nanggung tagihan es jeruk yang nggak seberapa ....

Setengah jam kemudian Deo meninggalkan kampusnya dengan hati yang hampa. Lima tahun sudah dia menghabiskan waktunya dengan orang yang salah, lima tahun yang berlalu sia-sia tanpa ada kenangan berarti.

Dan lima tahun yang dibuangnya demi menjaga jodoh orang lain.

"Deo, nanti malam kamu nggak futsal lagi, kan?" sapa mama ketika Deo baru membuka pagar rumahnya. Beberapa orang pekerja nampak sibuk membereskan halaman.

"Tergantung, Ma. Kenapa emang?" tanya Deo tidak bersemangat.

"Nanti malem kakak kamu mau lamaran, kamu ikut nganter ya?" ujar mama sumringah.

Deo tidak menjawab. Mendengar kata lamaran entah kenapa membuat hatinya terasa ngilu.

"Kok diem?" tanya mama heran.

"Capek banget aku, Ma. Aku nggak usah ikut deh, ya. Kan yang mau nikahan kakak, bukan aku." Deo menggelengkan kepalanya sambil melangkah memasuki ruang tamu.

"Tapi kamu kan adiknya," kata mama. "Udah sewajarnya kalo kamu ikut nganterin lamaran kakak kamu. Ya udah, kamu istirahat sana biar capeknya ilang. Nanti malem kamu bisa ikutan ke rumah calon kakak ipar kamu."

Deo terlalu lelah untuk menjawab. Dia bergegas naik ke lantai dua kemudian masuk ke kamarnya untuk melepas penat.

Hari yang suram sepanjang hidupnya, begitu Deo berpikir. Freya memilih menikah dengan cowok lain daripada mempertahankan hubungan dengan dirinya yang sudah terjalin lima tahun lamanya.

Hari yang suram ini seharusnya menjadi hari terindah untuknya dan juga Freya Arabelle. Karena semestinya mereka berdua merayakan anniversary mereka yang kelima, tepat pada hari ini.

Tapi justru keputusan sepihaklah yang Deo terima. Freya dengan gampang mengakhiri hubungan mereka, segampang dia melupakan apa yang sudah mereka berdua jalani sejauh ini.

Deo mengambil ponselnya dan menghapus semua foto-foto Freya baik yang tersimpan di galeri maupun di semua akun media sosialnya. Deo tidak mau berlama-lama meratapi patah hatinya.

Karena air matanya terlalu berharga untuk sekadar menangisi jodoh orang lain.

Bersambung-

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Setia_AM

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku