/0/23599/coverorgin.jpg?v=ed918f85207337f1a3fe2e5fd61a4091&imageMogr2/format/webp)
Aku adalah seorang seniman yang disewa untuk menjadi pendamping bagi miliarder penyendiri, Baskara Adinata. Aku jatuh cinta pada pria hancur yang kukira sedang kuselamatkan.
Lalu aku menemukan kebenarannya. Dia diam-diam merekam momen intim kami, hanya untuk menggunakan teknologi *deepfake* untuk mengganti wajahku dengan wajah kakak tiriku, Karininia. Aku bukan kekasihnya; aku adalah pemeran pengganti untuk obsesinya.
Ketika Karininia menjebakku atas tuduhan penyerangan, Baskara tidak hanya memercayainya—dia menyaksikan para pengawalnya memukuliku. Kemudian, dia mengirim preman untuk menghancurkan tangan kananku, menghancurkan karierku sebagai seniman.
Untuk melindungi reputasi Karininia sebelum pernikahannya, dia menjebloskanku ke rumah tahanan, dengan dingin menyebutku "mainan" yang sudah selesai dia pakai.
Dia menghancurkan tubuhku, karierku, dan hatiku, semua demi seorang wanita yang membohonginya terang-terangan.
Tetapi di dalam sel yang dingin itu, aku mendapat tawaran dari ayah tiri yang pernah mengusirku. Dia ingin aku menikahi seorang pewaris perusahaan teknologi yang cacat, Keenan Adiwijaya, sebagai ganti dana perwalian ibuku yang sangat besar.
Aku menerima kesepakatan itu. Aku berjalan keluar dari penjara itu, meninggalkan kota, dan terbang untuk menikahi orang asing, akhirnya memilih untuk melarikan diri dari pria yang telah menghancurkanku.
Bab 1
Seprai terasa dingin di tempat tubuhnya tadi berbaring.
Aku memperhatikan Baskara Adinata turun dari tempat tidur, punggungnya bagaikan kanvas dengan garis-garis tajam otot. Dia bergerak dengan keanggunan yang dingin, setiap gerakan penuh perhitungan, tanpa menyisakan ruang untuk sentuhan mesra yang tertinggal.
Sejenak, aku membiarkan diriku mengingat panas kulitnya di kulitku, berat tubuhnya, gesekan kasar janggut tipisnya di leherku. Itu adalah kehangatan sesaat di tengah dinginnya apartemen mewahnya yang steril.
Dia berhenti di dekat jendela, lampu kota Jakarta melukis siluetnya yang tegas. Dia tidak sedang melihat pemandangan. Tatapannya jauh, tersesat di suatu tempat yang tidak bisa kuikuti. Itu terjadi setiap saat. Sebuah keterputusan singkat yang nyaris tak terlihat, seolah-olah pria di depanku hanyalah cangkang kosong.
Aku menopang tubuhku dengan siku, seprai sutra melorot di sekitar pinggangku. Gerakan itu menarik perhatiannya. Matanya yang berwarna kelabu menatap mataku. Tidak ada kehangatan di sana, hanya penilaian yang dingin.
Dia berjalan kembali ke tempat tidur. Tangannya mendarat di pinggulku, bukan belaian, melainkan sebuah penahan. Dia menekanku kembali ke kasur, berat tubuhnya adalah kehadiran yang familier dan mendominasi. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Memang tidak perlu.
Aku memejamkan mata dan membiarkannya membimbingku, tubuhku merespons secara naluriah. Aku ingin merasakan sesuatu, apa pun, untuk menjembatani jurang di antara kami. Aku melingkarkan lenganku di lehernya, menariknya lebih dekat, mencari ciuman yang lebih dalam dari sekadar permukaan.
Dia mengizinkannya, bibirnya bergerak di bibirku dengan keahlian yang terlatih tetapi tanpa gairah yang nyata.
Ketika semua berakhir, dia langsung menarik diri. Ruang yang ditinggalkannya kembali terasa dingin.
Dia berdiri dan mulai berpakaian, gerakannya efisien dan tepat. Dia mengenakan jam tangannya, sebuah arloji mahal berwarna gelap yang cocok dengan sorot matanya yang dingin. Tidak ada kehangatan setelahnya, tidak ada keheningan yang dinikmati bersama. Hanya desiran pelan kain saat dia mengenakan kembali baju zirahnya.
Aku duduk dan secara mekanis mulai memunguti pakaianku sendiri dari lantai. Tindakanku terasa seperti robot, sebuah rutinitas yang telah kulakukan terlalu sering.
Baskara berjalan ke rak buku. Jari-jarinya menyapu deretan buku klasik bersampul kulit sebelum berhenti di sebuah panel kecil yang nyaris tak terlihat. Sebuah bunyi klik pelan bergema di dalam ruangan. Dia sedang mematikan kamera.
Dia menatap lensa tersembunyi itu untuk waktu yang lama, ekspresinya tidak terbaca.
Aku ingat pertama kali dia memintanya. Itu bukan permintaan, itu adalah syarat. Perutku terasa mulas, simpul rasa malu dan bingung. Dia bilang itu untuk "ketenangan pikirannya," cara untuk mengingat. Aku putus asa. Aku berutang pada ibunya sejumlah uang yang terasa seperti gunung, dan ini adalah satu-satunya caraku untuk membayarnya. Jadi aku bilang ya.
Aku ingat pertama kali kami bertemu. Ibu Adinata yang mengaturnya. Dia adalah hantu, seorang pertapa yang bersembunyi di menara kaca ini. Tugasku sederhana: menariknya keluar. Menjadi pendampingnya, inspirasinya, apa pun yang dia butuhkan untuk merasa menjadi manusia lagi. Aku seorang seniman, dan ibunya melihatku sebagai alat untuk memperbaiki putranya yang hancur.
Untuk sementara, aku pikir aku berhasil. Dia terluka, misterius. Sebuah teka-teki yang sangat ingin kupecahkan. Aku melukisnya, membuat sketsanya, mempelajari kontur wajahnya dan bayangan di matanya. Aku jatuh cinta pada pria yang kukira sedang kuselamatkan.
Daya tarik di antara kami tak terbantahkan. Kami berakhir di tempat tidur pada suatu malam, sebuah benturan antara harapanku dan kebutuhannya yang sunyi dan putus asa. Rasanya nyata.
Tetapi hubungan itu datang dengan dua aturan.
Satu: Jangan pernah bertanya tentang masa lalunya.
Dua: Dia merekam segalanya.
/0/29110/coverorgin.jpg?v=cd79a0dd42b2f48de277057f4035c556&imageMogr2/format/webp)
/0/2349/coverorgin.jpg?v=dd0a05c01c858512eced3c620181d0d4&imageMogr2/format/webp)
/0/29179/coverorgin.jpg?v=d9a4b1abba24ab847118325507cd3fa2&imageMogr2/format/webp)
/0/10177/coverorgin.jpg?v=e90b3dadb454117c2ce37347c9487463&imageMogr2/format/webp)
/0/12971/coverorgin.jpg?v=c7a1618abbc62b9ae15e936bea344749&imageMogr2/format/webp)
/0/4708/coverorgin.jpg?v=219e2c0e9c5e3ce4008f3fc909e31b5d&imageMogr2/format/webp)
/0/13161/coverorgin.jpg?v=cd6c441315a724c93ece6438634299d4&imageMogr2/format/webp)
/0/12750/coverorgin.jpg?v=080574816c24af0de9e62fd7404c4b5f&imageMogr2/format/webp)
/0/18874/coverorgin.jpg?v=ee9d422b526d303c7530741041a3c165&imageMogr2/format/webp)
/0/15126/coverorgin.jpg?v=3a995cbe5ea1f22ba4cc08577ec6dd32&imageMogr2/format/webp)
/0/19827/coverorgin.jpg?v=42e4246edc332ad131b87f0fec77c2f4&imageMogr2/format/webp)
/0/29128/coverorgin.jpg?v=678a54cfd5d890246a6ff81bb3bc8de9&imageMogr2/format/webp)
/0/15746/coverorgin.jpg?v=dd951388bf1506d99ea44810f630efd4&imageMogr2/format/webp)
/0/9295/coverorgin.jpg?v=a0f7c3bac77f643079e98db620e8b81a&imageMogr2/format/webp)
/0/29173/coverorgin.jpg?v=1dcb4e2f61ac8c9239f0cd7c6807ea17&imageMogr2/format/webp)
/0/17365/coverorgin.jpg?v=6db8622c3069ac6f74d1e2e5fb155f63&imageMogr2/format/webp)
/0/17095/coverorgin.jpg?v=715776ef2540a158c0179afa5f34f3a7&imageMogr2/format/webp)
/0/16463/coverorgin.jpg?v=83f6dd3af71ea3068b6d2868bc1debf9&imageMogr2/format/webp)