/0/24927/coverorgin.jpg?v=09a6b4ac3c49d9c142eca1406092c220&imageMogr2/format/webp)
Emma Karina, seorang anak yang tinggal bersama sang ayah di kabupaten Gianyar, Bali dan hanya ayahnya yang dia punya di dunia ini. Emma baru menempuh pendidikan sebagai mahasiswa semester dua di Universitas Jaya Sakti. Emma seorang perempuan yang ceria dan mudah bergaul dengan siapa pun yang dia temui. Emma mempunyai sahabat bernama Sintia. Mereka berdua bersahabat semenjak di bangku sekolah menengah atas. Emma dan Sintia selalu terbuka satu sama lain mengenai apa pun.
Emma tinggal di sebuah rumah sederhana dengan sang ayah yang suka mabuk-mabukan tanpa ada keinginan untuk bekerja. Setiap hari, Emma yang berusaha untuk bekerja paruh waktu demi untuk membiayai kesehariannya sendiri. Emma berkuliah dengan beasiswa yang dia dapatkan karena kepintarannya. Ayah Emma, Marshel, selalu saja meminta uang kepada Emma untuk membeli minuman keras. Terkadang, Emma juga mendapatkan pukulan jika sang ayah sedang marah atau karena tidak diberi uang oleh Emma.
"Mana minuman buat Papa?" tanya Marshel ketika Emma baru saja pulang dari tempat kerjanya.
"Tidak ada, Pa," jawab Emma sambil menunduk.
Satu tamparan melayang di pipi Emma. Dengan menahan perih, Emma memegangi pipinya yang memerah. Emma beranjak menuju kamarnya dan mengunci pintunya. Tubuh Emma langsung luruh jatuh ke lantai. Dia meratapi nasibnya yang terus diperlakukan tidak adil oleh ayahnya sendiri.
Emma merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya yang nyaman. Dia mencoba menutup matanya, supaya bisa istirahat dan menunggu pagi datang untuk menjalani aktivitasnya lagi. Setiap hari hanya seperti itu kehidupan seorang Emma.
*****
"Emma!" teriak Marshel saat dia tidak menemukan sarapan di atas meja makannya. Emma pergi pagi-pagi sekali untuk menghindari ayahnya yang setiap hari kerjaannya hanya mabuk-mabukan saja.
Emma menuju ke kampusnya dengan berjalan kaki karena dia tidak ingin membuang waktu dan uangnya untuk naik bus. Emma selalu dihadapkan dengan permasalahan keuangan karena dia harus menghidupi dirinya sendiri. Emma berpapasan dengan Ardian saat baru saja masuk gerbang kampusnya.
"Em, kamu jalan kaki?" tanya Ardian, kating kampus Emma di Universitas Jaya Sakti.
"Iya, Kak. Udah biasa juga," jawab Emma sambil tersenyum ramah.
"Nih, undangan buat kamu. Jangan lupa datang ke acara ulang tahun aku nanti malam. Sintia juga udah aku kasih undangannya." Ardian memberikan sebuah kertas undangan pada Emma.
"Sepertinya aku tidak bisa datang, Kak. Aku harus bekerja nanti malam." Emma merasa tidak enak hati karena tidak bisa memenuhi undangan dari Ardian.
"Ijin satu hari, aku akan membayar dendanya untuk itu. Bagaimana?" Ardian berusaha untuk membujuk Emma supaya datang ke acara pestanya.
"Baiklah, yang penting aku masih ada pemasukan." Emma tersenyum manis saat dirinya merasa senang karena sesuatu. Ardian terpana melihat senyuman Emma.
Ardian melajukan motornya ke tempat parkir kampus, sedangkan Emma masuk ke kelasnya dan mencari keberadaan Sintia, sahabatnya. Emma masih belum melihat Sintia di dalam kelas. Dia menempati tempat duduk di tengah kelas karena dia tidak ingin terlalu mencolok di depan dosen.
"Em, apa kamu mau datang ke pesta Kak Ardian?" Sintia yang baru saja datang, langsung menanyakan tentang undangan dari Ardian.
"Sepertinya aku nggak bisa, Sin. Aku harus bekerja nanti malam." Emma mencoba membohongi Sintia.
"Ayolah, Em. Satu hari aja berhenti bekerja. Aku akan membelikan kamu makan siang hari ini." Sintia memang sangat mengetahui keadaan keuangan Emma. Satu hari saja Emma tidak bekerja, dia tidak bisa makan keesokan harinya.
"Makan siang selama satu minggu?" tanya Emma sambil tersenyum lebar.
/0/12466/coverorgin.jpg?v=9708eb3a96ea70a88003a6546546066e&imageMogr2/format/webp)
/0/6480/coverorgin.jpg?v=7b42e334b6b42ad5c0d3092eaacb4684&imageMogr2/format/webp)
/0/4346/coverorgin.jpg?v=e99ad841c1d7ed14fd14bd07f0817b0f&imageMogr2/format/webp)
/0/2562/coverorgin.jpg?v=1c0bc876cf31e2917d8e16ad7eb33bc5&imageMogr2/format/webp)
/0/7674/coverorgin.jpg?v=e866ee1b29c1e01e154519c8586ac548&imageMogr2/format/webp)
/0/2351/coverorgin.jpg?v=33bc23e32df7f5ac3937c4479d10eeea&imageMogr2/format/webp)
/0/23788/coverorgin.jpg?v=49b7e99d293c396a41c9a16456321089&imageMogr2/format/webp)
/0/9744/coverorgin.jpg?v=b7d6a75c2d1107be485a1e0e207ba64f&imageMogr2/format/webp)
/0/19016/coverorgin.jpg?v=fa0a7ea0d31a1a092582abff71ac8703&imageMogr2/format/webp)
/0/21167/coverorgin.jpg?v=0eaf36107d3953be702842be2e46ecb6&imageMogr2/format/webp)
/0/7242/coverorgin.jpg?v=9dd27e4d10822b34509e52f3feb4289f&imageMogr2/format/webp)
/0/18593/coverorgin.jpg?v=6e047c6fb701d65303e74f9099744b7b&imageMogr2/format/webp)
/0/8523/coverorgin.jpg?v=db62730b9b480114cf51a5d41c6d41c7&imageMogr2/format/webp)
/0/18467/coverorgin.jpg?v=b902f1f6a225efeed3093541e2ca7f28&imageMogr2/format/webp)
/0/8553/coverorgin.jpg?v=6d785eaa780a19d00967451b2fad3061&imageMogr2/format/webp)
/0/15244/coverorgin.jpg?v=989fda4e7f77dd4beb4d6dae7aa14deb&imageMogr2/format/webp)
/0/13462/coverorgin.jpg?v=0c616a1344722e20590590b6ebde98df&imageMogr2/format/webp)
/0/22079/coverorgin.jpg?v=c68721a27793d35ee564bdf9390490d5&imageMogr2/format/webp)
/0/22211/coverorgin.jpg?v=db1a02172383472971f67db12c755abe&imageMogr2/format/webp)
/0/17322/coverorgin.jpg?v=42ab220d18228ed2cbfbbe34b318616c&imageMogr2/format/webp)