Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Puaskan saya, maka semua hutangmu, lunas!" ucap pria tampan itu, pada gadis yang berdiri dihadapannya itu.
"Anda gila ... sampai kapan pun, saya tidak akan pernah mau melayani anda!" bentak Irna dengan wajah berubah memerah padam, saat mendengar perkataan Sang CEO tersebut yang terlihat sangat arogan itu.
Irna tidak pernah menyangka bila sang atas itu akan meminta hal diluar pemikirannya itu.
"Kalau begitu, sekarang bayar semua hutangmu!" desak pria itu dengan datar.
"Ta– tapi ...
"Tapi apa? Saya sudah memberi kau dua pilihan, tapi kamu menolak pilihan yang pertama bukan. Jadi sekarang bayar semua hutangmu!" ucap pria itu, yang bernama Daniel.
"Saya mohon Pak, tolong beri saya keringanan." Irna mencoba mengiba kepada Sang Ceo itu.
"Tidak ada keringanan!" sahut Daniel dengan datar.
"Tapi saya tidak ada uang sebanyak itu, Pak!" ucap Irna dengan lesu.
"Saya tidak mau tahu, itu urusan kamu!" sahut Daniel.
Setelahnya Daniel pergi meninggalkan Irna sendiri, yang masih berdiri didalam ruangan kerjanya.
"Pikirkan baik-baik, sebelum memberi keputusan. Saya tidak menawarkan kesempatan untuk kedua kalinya ya." ucap Daniel, setelahnya ia menghilang di balik pintu Ceo itu.
Seketika Irna terduduk lemas, di atas marmer dingin tersebut. ia tidak menyangka bila utangnya akan membawanya ke jalan yang rumit seperti ini.
"Ini semua gara-gara ayah!" pekik Irna dengan kesal, ia menangis di dalam ruangan tersebut. Ia tidak tahu harus melakukan apa saat ini.
"Aku benci ayah, aku benci!" raungnya.
Tanpa Irna ketahui, bila Daniel sebenarnya memperhatikannya dari dalam ruang rapat itu. Semua orang yang melihat senyum seringai milik Daniel langsung bergidik ngeri. Mereka tidak berani mengganggu Sang Ceo tersebut dari pada berujung pemecatan secara tidak terhormat seperti beberapa karyawan terdahulu.
"Tuan, apa rapatnya bisa kita mulai?" tanya Sang Asisten Daniel, yang sudah cukup dekat dengan Daniel sendiri.
"Batalkan, saya masih mempunyai urusan yang lain." ucapnya, setelah itu ia beranjak dari duduknya pergi meninggalkan rapat penting itu begitu saja.
Sang Asisten yang sudah terbiasa akan perubahan tersebut, hanya bisa menghela napasnya saja. Akhirnya ia membubarkan rapat tersebut yang bahkan belum dimulai itu.