Di sebuah kota yang dipenuhi deru mesin-mesin pabrik dan hingar-bingar para pedagang, hidup seorang gadis muda bernama Elara. Matanya berbinar-binar meskipun tubuhnya kurus, seakan-akan ia memancarkan sinar yang memancarkan harapan dalam dunia yang serba gelap. Namun, di balik senyumannya yang sederhana, ada luka yang dalam dan kekuatan yang tak terlihat oleh banyak orang. Ia adalah anak dari seorang pria bernama Hasan, yang seharusnya menjadi pilar kekuatannya, namun justru menjadi sumber penderitaan. "Sudah kukatakan, Elara, ini bukan pilihan. Ini satu-satunya cara agar kita bisa keluar dari utang yang semakin menumpuk!" seru Hasan dengan mata yang tajam, namun penuh keputusasaan. Suaranya serak, seperti suara angin yang mengguncang kaca di malam hari. Elara hanya menunduk, merasakan setiap kata itu menusuk hatinya. Ia tahu apa artinya, meski kata-kata itu tak pernah secara eksplisit diucapkan: pernikahan dengan Raka, pria yang terkenal sebagai penguasa bisnis terbesar di negeri ini, seorang yang misterius dan tak pernah sekali pun terlihat di depan umum. "Apakah tidak ada jalan lain, ayah?" suara Elara bergetar, mencoba menahan air mata yang ingin keluar. Namun, Hasan tidak menjawab. Dia hanya menatapnya sejenak, lalu menunduk, membiarkan keheningan menyelimuti ruangan.
Di balik hiruk-pikuk kota yang bising, dengan deru mesin pabrik dan teriakan pedagang di pasar, ada sebuah rumah tua yang terletak di ujung gang sempit. Rumah itu tidak pernah cerah, bahkan di siang hari. Dinding-dindingnya, yang dulu mungkin berwarna cerah, kini memudar, terkelupas dan berlubang. Atapnya bocor, dan setiap hujan datang, air merembes ke dalam, seakan-akan mengingatkan bahwa di dalamnya ada jiwa-jiwa yang terperangkap.
Elara Amara berdiri di dapur kecil rumah itu, memandang ke luar jendela yang berembun. Hujan malam itu turun deras, menyentuh bumi seperti ribuan tangan yang minta tolong. Ada sesuatu dalam hujan itu yang membuat Elara merasa sepi, seperti ada cerita lama yang terlupakan di balik tetesan-tetesannya.
"Ayah!" suaranya, yang lembut dan penuh ketakutan, mengusik keheningan malam itu. Hasan, ayahnya yang sudah tua, muncul di ambang pintu, dengan raut wajah yang lebih lelah dari biasanya. Matanya berkilau, tidak dengan kebahagiaan, tetapi dengan keputusasaan yang mencekam.
"Apa yang kau lakukan, Elara?" Suaranya bergetar, penuh amarah yang diselimuti rasa bersalah. Elara menggigit bibirnya, mencoba menahan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia tahu, ayahnya bukan orang jahat. Ia hanya seorang pria yang terperangkap dalam lingkaran utang yang tak bisa ia putuskan.
"Kenapa kita tidak mencari jalan lain, ayah?" Elara melangkah mendekat, tangannya gemetar. Hujan di luar terus berjatuhan, seolah ikut menangis bersamanya. "Ada banyak cara untuk membayar utang itu. Kita bisa..."
"Tidak, Elara," kata Hasan, suaranya tiba-tiba keras, membuat Elara terhenti. "Kau tidak mengerti. Ini satu-satunya jalan. Raka... Raka adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkan kita. Dia satu-satunya yang bisa membuat kita bebas dari semua ini."
Nama itu, Raka, bergema di telinga Elara seperti bisikan menakutkan. Raka, sang "Raja Bayangan", pria yang namanya hanya disebut dengan bisikan di pasar, yang wajahnya tidak pernah terlihat di hadapan publik. Elara mendengar cerita-cerita tentang Raka: bagaimana ia menguasai bisnis besar, bagaimana ia mampu mengendalikan segalanya, dari yang terkecil hingga yang terbesar. Tak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, hanya satu hal yang pasti-dia tidak bisa dipercaya.
Tapi ayahnya memandangnya dengan mata penuh pengharapan yang tak bisa ia tolak. Elara tahu bahwa di balik kemarahan Hasan, ada rasa takut yang lebih besar. Takut akan ancaman yang datang dari mereka yang meminjamkan uang, takut akan kehilangan segalanya, bahkan hidupnya sendiri. Elara menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya sendiri.
"Jadi ini yang harus kita lakukan?" tanyanya, suara nyaris berbisik. Hasan menatapnya, sejenak menahan air mata, lalu mengangguk. Ia tahu ini bukan keputusan yang mudah, tetapi ia sudah kehabisan waktu.
"Kau harus pergi bersamanya, Elara. Kau harus menjadi istrinya."
Kata-kata itu seperti pisau yang menusuk jantungnya. Elara hampir tidak bisa percaya apa yang ia dengar. Istrinya? Dia? Gadis kecil yang hanya tahu tentang kebahagiaan sederhana? Rasanya seperti dunia runtuh di sekelilingnya. Tapi wajah Hasan, yang terkulai dengan garis-garis kelelahan dan mata yang tak berani memandang, membuatnya tahu satu hal: ini bukan pilihan.
Elara menatap ayahnya, hatinya diliputi kebingungan dan ketakutan. Setiap kata, setiap perasaan yang bergejolak di dalam dirinya, tidak bisa diungkapkan. Hujan di luar semakin deras, menghantam atap rumah dengan bunyi seperti ribuan hati yang patah.
"Ini bukan hidup yang pantas aku jalani," katanya akhirnya, suaranya rapuh dan penuh kepedihan. Hasan menghampirinya, menempatkan tangannya di bahu Elara.
"Ini bukan hidup yang pantas kita jalani, Elara. Tapi kita tidak punya pilihan lagi."
Rintikan hujan menggema, seolah menjadi saksi bisu dari sebuah pengorbanan yang tak bisa dihindari. Elara menutup matanya, mencoba menerima kenyataan yang begitu sulit. Seperti hujan yang tidak bisa berhenti, ia tahu, hari-hari depan akan penuh dengan air mata dan ketidakpastian. Namun, di dalam hati kecilnya, ia berjanji-bahwa suatu hari nanti, ia akan menemukan kekuatan untuk mengubah nasibnya, bahkan jika itu berarti melawan bayangan yang bernama Raka.
Bab 1 Perjanjian Tak Tertulis
10/12/2024
Bab 2 di atas meja kayu yang penuh dengan goresan
10/12/2024
Bab 3 Pernikahan yang Terpaksa
10/12/2024
Bab 4 lukisan-lukisan yang menggambarkan orang-orang besar dari masa lalu
10/12/2024
Bab 5 Sebuah Awal yang Baru
10/12/2024
Bab 6 Kenangan yang Terpendam
10/12/2024
Bab 7 Elara merasa hidupnya kini seperti benang-benang halus
10/12/2024
Bab 8 Kegelapan yang Menghantui
10/12/2024
Bab 9 Perpisahan dan Harapan
10/12/2024
Bab 10 Raka terbaring lemah
10/12/2024
Bab 11 Perang yang Tak Terelakkan
10/12/2024
Bab 12 Wajahnya yang penuh luka
10/12/2024
Bab 13 melihat Raka berjuang dengan dirinya sendiri
10/12/2024
Bab 14 Janji dalam Kegelapan
10/12/2024
Bab 15 Pertarungan di Ambang Kematian
10/12/2024
Bab 16 melepaskan nafas terakhirnya
10/12/2024
Bab 17 kini penuh dengan keletihan
10/12/2024
Bab 18 Ketika Langit Merintih
10/12/2024
Bab 19 tubuhnya terbungkus kain kasar
10/12/2024
Bab 20 Pandangannya kabur
10/12/2024
Bab 21 Di Bawah Langit yang Gelap
10/12/2024
Bab 22 Di balik benturan pedang dan jeritan perang
10/12/2024
Bab 23 Cahaya yang Terhapus
10/12/2024
Bab 24 Hembusan angin yang dingin
10/12/2024
Bab 25 membalut desa yang hancur
10/12/2024
Bab 26 Sepi yang Abadi
10/12/2024
Bab 27 membawa dingin yang menyelimuti desa
10/12/2024
Bab 28 Kenangan yang Terlupakan
10/12/2024
Bab 29 seolah waktu ingin memberikan kesempatan
10/12/2024
Bab 30 surat Elara yang telah lama disimpannya
10/12/2024
Bab 31 setiap detail di wajahnya seperti sebuah lukisan
10/12/2024
Bab 32 Setiap helai daun yang bergoyang
10/12/2024
Buku lain oleh Fitra Dewi Gusanti
Selebihnya