Istri Penebus Hutang
an mengungkapkan kesedihan yang terpendam. Setiap langkah yang diambilnya di rumah yang tak lagi bisa disebut rumah itu seolah menuntunnya lebih dekat ke takdir yang
i ke bawah, tanpa hiasan, hanya dinding kain yang membungkus tubuhnya yang kurus. Ia berdiri di depan cermin kecil, menatap dirinya sendiri, mencoba merasakan
ya, terlihat lebih tua dan lelah dari sebelumnya. Ia menaruh tangan di b
ak dan tidak meyakinkan. Elara menatap pantulan ayahnya di cermin, melihat pria yang telah mengorbankan
ar, ayah?" tanya Elara, matanya berbin
tahu, Elara. Aku hanya tahu satu hal-kau adalah orang yang paling kuat
matanya sejenak, mendengarkan suara hujan yang menenangkan, seolah-olah alam mencoba memberinya
asa yang lebih tertarik pada keuntungan dan kekuasaan daripada kebahagiaan calon pengantin. Ruangan tempat upacara itu berlangsung dihiasi dengan kai
akannya membuatnya terlihat seperti sosok yang datang dari kegelapan, dan setiap langkah yang diambilnya seakan-akan menorehkan jejak kekuasaan yang tak bisa dila
sebuah kilasan rasa sakit yang sulit dijelaskan. Elara ingin bertanya, ingin tahu mengapa mata itu tampak begitu te
ke laut, tidak bisa dihindari dan tidak bisa dibatalkan. Setiap kata yang diucapkan oleh pendeta itu semakin menekan dada Elara, membuatnya merasa seperti ada
ling mengucapkan janji, suara Raka, meskipu
ya," katanya, dan meskipun suaranya seolah-olah mengandung kekuatan, ada juga kesedihan di
sa keluar. Mereka berdua terjebak dalam dunia yang tak mereka pilih, terikat dalam ikatan y
semua yang terjadi adalah mimpi, sebuah kenyataan yang tidak bisa ia sentuh. Para tamu tertawa, berbicara tentang bisnis dan politik, sementara Elara duduk di kursi, d
akhirnya bertanya, suaranya lemah, tap
elum ia menjawab, "Kita akan pergi ke rumahku.
hnya yang duduk di ujung ruangan, memandangi mereka de
ri sebelumnya, dengan nada yang sulit ditebak. Elara menatapnya, mencoba membaca apa yang ada di ba
g aneh. Hujan kecil masih jatuh dari langit, dan setiap tetes yang mengenai jendela mobil seolah menghantam jantun
semakin berat, seolah ada tangan yang mencekiknya. Raka duduk di sampingnya, tubuhnya tegap dengan tatapan yang sulit ditembus. Elar
coba memahami sesuatu yang lebih dalam. Elara menatapnya, melihat wajahnya yang s
an. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi aku tahu sat
buhnya kecil dan rapuh, ada kekuatan yang tak terlihat di balik matanya yang penuh dengan rasa takut dan harapan. Raka
i malam hari. Rumah itu tampak seperti kastil yang tak bisa diakses oleh siapa pun. Elara melangka
benaknya. "Selamat datang di rumahmu, Elara," katanya, tetapi suarany
rti sedang pecah menjadi ribuan potongan kecil. Ia tahu, perjalanannya baru saja di