Perundungan Dibayar Kontan

Perundungan Dibayar Kontan

Ina

5.0
Komentar
693
Penayangan
46
Bab

Selama beberapa bulan kasus penyerangan terjadi secara beruntun, awalnya insiden ini dinilai sebagai kasus penyerangan acak hingga akhirnya polisi menyadari bahwa berbagai penyerangan yang terjadi memiliki pola dan jejak tertinggal yang sama. Penyelidikan mulai dikerucutkan untuk mencari pelaku yang sama meski korban dan saksi terlibat sama sekali tidak memiliki hubungan. Memahami pelaku dan menemukan motif terus dilakukan hingga akhirnya penelusuran polisi sampai kepada Eve, seorang psikiater sekaligus kekasih seorang penyidik yang entah bagaimana menjadi garis merah dari kasus-kasus itu. Semua terduga pelaku ternyata terhubung pada wanita itu. Apakah Eve yang hanya seorang psikiater biasa benar terlibat atau justru wanita itu hanya sedang sial lantaran terjerat dalam jebakan pelaku sebenarnya?

Bab 1 1. Sosok Misterius

Di suatu jalan perumahan yang cukup sepi, seseorang melempar lampu jalan dengan batu yang dilemparkan tepat ke lampu tersebut. Membuat jalanan perumahan tersebut menjadi gelap. Lalu orang yang sama mematikan lampu jalanan sebelahnya lagi dengan cara yang sama.

Orang yang berada di dalam rumah di sekitar lampu jalan tidak menyadari kejadian tersebut karena suasana sudah malam dan rata-rata mereka sudah tertidur.

Friska kemudian berjalan melewati jalanan gelap tersebut. Dengan ponsel yang masih menyala dan terhubung dengan Cleo, wanita berusia dua puluh satu tahun tersebut terus berjalan menelusuri jalanan kompleks menuju rumahnya.

Wanita yang terkenal di kampusnya tersebut sudah menaruh curiga dengan pecahan lampu yang berserakan di sekitar tiang lampu.

"What the ... kok lampu jalanan bisa pecah begini? Kamu sih, mengajakaku ke cafe kelamaan, aku jadi pulang larut ini," ujar Friska mengeluh kepada Cleo.

"Halah, biasanya juga kamu pulang tengah malam. Makanya kalau ingin merencanakan sesuatu untuk Ica kita diskusinya siang saja. malamnya kita isi dengan bersenang-senang," ujar Cleo di seberang sana.

"Shit!" pekik Friska. Ia kesakitan karena kakinya tergores pecahan

lampu.

"Ada apa?" tanya Cleo.

"Kakiku tergores pecahan lampu," jawab Friska.

"Huft aku pikir apa. sudahlah aku mau mengedit video lagi. Biar cepat

selesai dan kita upload video Ica ini ke internet," ujar Cleo, ia merupakan

sahabat Friska sejak SMA.

"Temani aku dong sampai aku ke rumah, sebentar lagi sampai ini, tadi

taksinya tidak bisa masuk ke dalam kompleks karena sudah lewat jam sepuluh

malam." pinta Friska kepada sahabatnya tersebut.

"Oke, aku temani kamu," ujar Cleo dari seberang sana.

Namun, baru beberapa langkah melewati tiang lampu yang mati, Friska dikejutkan dengan sosok seseorang yang memakai pakaian serba hitam dan menggunakan hoodie di kepalanya. Wajahnya tidak tampak jelas karena gelap.

Friska tertegun. "Hei, siapa di sana? Jangan macam-macam ya, nanti aku teriak para security pasti akan datang ke sini," ujar Friska.

Tentu saja ucapan Fiska membuat Cleo menjadi khawatir. "Ada apa? kamu bicara dengan siapa?" tanya Cleo penasaran.

"Tidak tahu. Tiba-tiba ia sudah berdiri beberapa meter di depanku," jawab Friska. Ia mulai ketakutan, mengingat ia hanyalah seorang wanita yang berada di jalanan kompleks sendirian dengan cahaya lampu remang-remang.

Sosok tersebut melangkah maju menghampiri Friska dan membuat nyalinya menjadi terjun bebas ke dasar.

Friska juga melangkah mundur untuk menjaga jarak dengan sosok tersebut.

"Hei, jangan macam-macam ya. Aku akan ...." belum juga Friska menyelesaikan ucapannya, sosok tersebut sudah menyerangnya dengan berlari dan menampar wajah Friska. Tubuhnya terjatuh ke kiri dan ponselnya terjatuh jauh dari tubuhnya.

Plak! Gubrak!

"Aahh!" teriak Friska. Sontak saja membuat Cleo juga menjadi panik.

"Friska! Friska!" teriak Cleo dari ponsel milik Friska.

"Ampun, jangan sakiti aku." Friska berusaha menjauh dari sosok tersebut, ia merangkak menjauh, tapi dengan mudah sosok tersebut menarik rambut Friska dan membuatnya teriak kesakitan lagi.

"Aaaa!" teriak Friska, terdengar lirih dan menakutkan bagi siapa pun yang mendengarnya.

Sosok tersebut menarik rambut panjang Friska hingga membuat tubuhnya mengikuti gerakan tangan sosok tersebut.

"Jangan sakiti aku, aku mohon." pinta Friska sambil menangis ketakutan.

Namun, sosok tersebut tidak menghiraukan permintaan Friska. Sosok tersebut kembali menampar wajah Friska hingga wajahnya menyentuh aspal jalan.

Darah segar mengalir dari ujung bibirnya.

Kini Friska tidak berdaya untuk berteriak. Kepalanya terbentur ke aspal dengan cukup kencang. Lalu sosok tersebut mengikatkan sebuah kain hitam untuk menutupi mulut Friska.

Friska yang sudah lemas karena benturan di kepalanya, hanya pasrah menerima perlakuan sosok tersebut. Kemudian sosok tersebut mencengkeram leher Friska, hingga membuatnya kesulitan bernapas dan hilang kesadaran.

Tidak lama kemudian dua orang security dari arah depan kompleks terlihat berlari ke arah Friska.

"Woi! Sedang apa kamu?" teriak salah seorang security bernama Warno.

Lalu dari arah belakang terlihat Tedy berlari ke arah putrinya yang tergeletak di atas aspal.

"Friska!" teriak Tedy dari kejauhan. Dengan cepat sosok tersebut melepaskan cengkeramannya, lalu menjauh dari tubuh Friska dan menghilang di tengah gelapnya malam.

Tedy yang berlari menuju Friska sangat terkejut melihat kondisi putri semata wayangnya tersebut. Mulut,

kedua tangan dan kakinya diikat oleh kain hitam.

"Friska!" panggil Tedy sambil meraih tubuh putrinya tersebut yang sudah tidak sadarkan diri. "Friska,

sayang," panggil Tedy lagi sambil membuka ikatan kain di mulut Friska.

Kedua security tersebut terkejut melihat kondisi Friska yang terluka di kaki, lebam di wajahnya dan darah yang keluar dari ujung bibir serta pelipisnya.

Lalu security satunya melihat lampu jalanan yang pecah dan berserakan di sekitar Friska.

"Ya ampun, siapa yang berani melakukan ini?" ujar Warno selaku petugas keamanan kompleks tersebut

sambil menyinari lokasi sekitar dengan senternya.

Satu jam setelah kejadian buruk menimpa Friska, di sebuah restoran di pusat kota.

Akbar dan Eve sedang makan malam berdua. Sepasang kekasih yang sedang menikmati kemesraan tersebut

harus rela diganggu dengan kehadiran Hanum, rekan kerja Akbar. Mereka berdua adalah seorang polisi yang sedang menyelidiki kasus orang yang terluka karena di aniaya oleh orang yang tidak dikenal.

"Maaf jika aku mengganggu kalian lagi," ujar Hanum, lalu ia membungkukkan tubuhnya kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Akbar.

setelah mendengar ucapan dari Hanum, wajah Akbar menjadi serius.

"kita harus segera menuju tempat kejadian perkara sekarang."

Melihat kehadiran Hanum, selera makan Eve menjadi hilang. Ia memalingkan wajahnya dari tatapan Akbar.

Melihat gelagat Eve yang tidak nyaman dengan kehadirannya, Hanum kembali berdiri tegak dan mundur beberapa langkah menjauh dari Akbar dan Eve. Ia memberikan waktu kepada sepasang kekasih itu untuk bicara.

"Sayang, maafkan aku. Aku harus pergi sekarang," ujar akbar meminta izin kepada Eve, kekasihnya yang baru ia resmikan sebulan ini.

"Untuk apa kamu meminta izin? Kalau aku bilang tidak pun, kamu akan tetap berangkat 'kan?" tanya Eve, lalu ia menatap Akbar dengan tatapan tajam.

Merasa berada di antara situasi yang tidak kondusif, Hanum memilih untuk meninggalkan mereka berdua.

"Aku tunggu di luar, kalian selesaikan masalah kalian, ya!" ujar Hanum, lalu ia meninggalkan

sepasang kekasih yang hampir bertengkar.

"Eve, kamu kan tahu pekerjaanku. Aku pasti tidak akan memiliki banyak waktu untuk kepentingan

pribadi. Maafkan aku, aku harus ke tempat kejadian perkara," ujar Akbar.

"Lalu kapan kamu akan meluangkan waktu untuk aku? Atau aku ikut kamu saja? bagaimana?" pertanyaan dari Eve yang membuat Akbar menjadi bingung.

"Eve, kamu seharusnya mengerti pekerjaanku, aku tidak mungkin membawa pasanganku ke TKP," ujar Akbar.

"Bukan sebagai pasanganmu, tapi sebagai psikiater yang mungkin di perlukan untuk korban," ujar

Eve berusaha membujuk akbar agar mengajaknya.

Dengan wajah yang memelas, Eve membuat hati Akbar menjadi goyah.

"Baiklah, kamu boleh ikut. Tapi ingat, jangan bertindak tanpa persetujuanku!" Akbar akhirnya luluh.

Sedangkan Hanum sedang berdiri di samping mobil menunggu Akbar. Alangkah terkejutnya Hanum ketika

Akbar datang membawa serta Eve menghampirinya.

Tanpa basa-basi Akbar memasuki mobil. Eve menempati kursi di samping sopir. Kehadiran mereka berdua

membuat Hanum bingung.

"Kamu membawanya?" tanya Hanum yang sudah duduk di kursi baris kedua, tepat di belakang Akbar.

"Aku pikir ia akan berguna untuk mengetahui kondisi kejiwaan korban," jawab Akbar.

"Alasan! Kita punya tim sendiri untuk hal itu. aku yakin karena kamu terlalu bucin, sehingga mudah

dikendalikan oleh Eve." Hanum berbisik kepada Akbar.

Mulut Akbar sudah gatal ingin beradu argumen dengan Hanum, tapi jika ada Eve di sampingnya maka sikap

Akbar akan berusaha lebih tenang. Atau lebih tepatnya menyembunyikan sikapnya yang galak dan cerewet.

Selama Eve ada di sampingnya, Akbar terlihat berusaha menenangkan diri untuk tidak menghardik

rekan kerjanya tersebut.

Sedangkan Eve yang tidak menyadari percakapan antara Hanum dan Akbar hanya menatap serius ke depan.

Entah apa yang sedang dipikirkannya, tapi sepanjang perjalanan Eve terlihat terdiam.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Penipuan Lima Tahun, Pembalasan Seumur Hidup

Gavin
5.0

Aku adalah Alina Wijaya, pewaris tunggal keluarga Wijaya yang telah lama hilang, akhirnya kembali ke rumah setelah masa kecilku kuhabiskan di panti asuhan. Orang tuaku memujaku, suamiku menyayangiku, dan wanita yang mencoba menghancurkan hidupku, Kiara Anindita, dikurung di fasilitas rehabilitasi mental. Aku aman. Aku dicintai. Di hari ulang tahunku, aku memutuskan untuk memberi kejutan pada suamiku, Bram, di kantornya. Tapi dia tidak ada di sana. Aku menemukannya di sebuah galeri seni pribadi di seberang kota. Dia bersama Kiara. Dia tidak berada di fasilitas rehabilitasi. Dia tampak bersinar, tertawa saat berdiri di samping suamiku dan putra mereka yang berusia lima tahun. Aku mengintip dari balik kaca saat Bram menciumnya, sebuah gestur mesra yang familier, yang baru pagi tadi ia lakukan padaku. Aku merayap mendekat dan tak sengaja mendengar percakapan mereka. Permintaan ulang tahunku untuk pergi ke Dunia Fantasi ditolak karena dia sudah menjanjikan seluruh taman hiburan itu untuk putra mereka—yang hari ulang tahunnya sama denganku. "Dia begitu bersyukur punya keluarga, dia akan percaya apa pun yang kita katakan," kata Bram, suaranya dipenuhi kekejaman yang membuat napasku tercekat. "Hampir menyedihkan." Seluruh realitasku—orang tua penyayang yang mendanai kehidupan rahasia ini, suamiku yang setia—ternyata adalah kebohongan selama lima tahun. Aku hanyalah orang bodoh yang mereka pajang di atas panggung. Ponselku bergetar. Sebuah pesan dari Bram, dikirim saat dia sedang berdiri bersama keluarga aslinya. "Baru selesai rapat. Capek banget. Aku kangen kamu." Kebohongan santai itu adalah pukulan telak terakhir. Mereka pikir aku adalah anak yatim piatu menyedihkan dan penurut yang bisa mereka kendalikan. Mereka akan segera tahu betapa salahnya mereka.

Gairah Liar Ayah Mertua

Gairah Liar Ayah Mertua

Gemoy
5.0

Aku melihat di selangkangan ayah mertuaku ada yang mulai bergerak dan mengeras. Ayahku sedang mengenakan sarung saat itu. Maka sangat mudah sekali untuk terlihat jelas. Sepertinya ayahku sedang ngaceng. Entah kenapa tiba-tiba aku jadi deg-degan. Aku juga bingung apa yang harus aku lakukan. Untuk menenangkan perasaanku, maka aku mengambil air yang ada di meja. Kulihat ayah tiba-tiba langsung menaruh piringnya. Dia sadar kalo aku tahu apa yang terjadi di selangkangannya. Secara mengejutkan, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Ayah langsung bangkit dan memilih duduk di pinggiran kasur. Tangannya juga tiba-tiba meraih tanganku dan membawa ke selangkangannya. Aku benar-benar tidak percaya ayah senekat dan seberani ini. Dia memberi isyarat padaku untuk menggenggam sesuatu yang ada di selangkangannya. Mungkin karena kaget atau aku juga menyimpan hasrat seksual pada ayah, tidak ada penolakan dariku terhadap kelakuan ayahku itu. Aku hanya diam saja sambil menuruti kemauan ayah. Kini aku bisa merasakan bagaimana sesungguhnya ukuran tongkol ayah. Ternyata ukurannya memang seperti yang aku bayangkan. Jauh berbeda dengan milik suamiku. tongkol ayah benar-benar berukuran besar. Baru kali ini aku memegang tongkol sebesar itu. Mungkin ukurannya seperti orang-orang bule. Mungkin karena tak ada penolakan dariku, ayah semakin memberanikan diri. Ia menyingkap sarungnya dan menyuruhku masuk ke dalam sarung itu. Astaga. Ayah semakin berani saja. Kini aku menyentuh langsung tongkol yang sering ada di fantasiku itu. Ukurannya benar-benar membuatku makin bergairah. Aku hanya melihat ke arah ayah dengan pandangan bertanya-tanya: kenapa ayah melakukan ini padaku?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku