Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Gairah Liar Pembantu Lugu
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Sang Pemuas
Gairah Sang Majikan
Siang hari ini sangat terik, Mira baru saja pulang dari liputan khusus perampokan di perumahan dekat kantornya. Sekarang dirinya sedang markirkan motorya digarasi kantor, setelah selalu melakukan kegiatan itu dirinya bergegas masuk ke dalam ruang kerjanya.
Di ruang kerjanya cukup panas, lantas Mira menyalakan AC karena peluh sudah membanjiri pelipisnya. Setelah itu ia bergegas menuju pentri kantor mengambil secangkir kopi dan menyapa para OB disana. Ada beberapa OB yang ikut menyapa dirinya, karena dirinya dikenal baik oleh beberapa orang yang ada di sini.
“Ah mba Mira saya kira mba ga datang hari ini” ujar Ujo.
Sambil tersenyum Mira menjawab, “Saya pagi pagi sudah ditugaskan oleh bos untuk liputan emang ada apa?” tanya Mira di akhir.
“Biasa mba pala botak heboh mba nyariin mba satu satu ruangan dimasukin sambil teriak teriak Mira...Mira dimana kamu?” Ujo Sambil manyun bercerita kepada Mira.
Mira tertawa. “Lupa rupanya nyuruh tuan putrinya ini sedang liputan diluar pagi pagi, dasar bandot tua,” sahutnya pelan dan dengan candaan di akhir.
Mira pun bergegas ke ruang kerjanya sambil membawa kopi ditangannya. Karena dirinya juga harus bekerja, jika bersantai-santai maka pekerjaannya akan menumpuk.
Menumpuk.
“Mbak, hati ati. Pala botak menghadang,” teriak Ujo kepada Mira.
Sambil tertawa kecil mira pun mengacung kan jempol kebelakang pada Ujo. Mira kembali berjalan menjauh dari Ujo dan para Ob yang lain. Sampai akhirnya dirinya sudah berada di depan ruang kerjanya, dengan begitu dirinya langsung masuk. Ternyata setelah sampai di dalam ruangan, dirinya dikejutkan dengan keberadaan Pak Hendro sudah berada diruangannta sambil tersenyum lebar.
“Selamat siang bapak ku tersayang, kenapa sih pak udah heboh nyari tuan putri yang cantik ini kan saya lagi liputan diluar bapak,” ujwe Mira dengan sedikit menyombongkan diri.
“Oh ya, saya lupa kamu liputan diluar pagi pagi tadi,” balas Pak Hendro.
“Kalo mau nyuruh liputan kan ada yang lain pak,” sahut Mira.
“Tidak, tidak saya mau kamu liputan pagi besok, Mir,” suruh Pak Hendro.
“Oh baiklah, bapak ku tersayang. Besok dimana saya harus meliput?” tanya Mira.
“Dikantor polisi, cantik,” jawab Pak Hendro dengan nada genit di akhir.
“Hah? Apa pak? Dikantor polisi? Ga salah kan bapak bicara?” tanya Mira. Tatapannya tak percaya, berharap apa yang dirinya dengar hanya lelucon saja.
Pantas pak Hendro menggeleng kan kepala sebagai jawaban.
“Kenapa harus saya? Ada Rendi, ada Jono. Bapak suruh saja salah satu dari mereka kesana,” sahut Mira tak terima.
“Saya terlalu istimewa buat ke sana pak,
Bapak nyuruh saya ngeliput penangkapan maling, rampok atau pelaku pembunuhan?” lanjut Mira.
“Kalo karena itu kenapa saya suruh kamu, pasti saya langsung suruh Jono. Tidak bukan itu, justru kamu istimewa dan saya meminta kamu yang kesana. Ada berita besar disana,” sahut Pak Hendro.
“What? Qpa pak? Saya? Oh my God bapak,” ucap Mira sembari menepuk kepalanya sendiri.
Rendy pun bergegas masuk keruangan Mira setelah mendapatkan pesan bahwa Pak Hendro menyuruh dirinya datang ke sini. Tentu saja ia langsung datang, mana mungkin ia tak mau menuruti apa kata bosnya sendiri. Tapi di dalam ia terkejut ketika melihat ada Pak Hendro juga berada di ruangan Mira. Sebenarnya apa yang terjadi? Membuat dirinya cemas saja.
“Rendy, besok kamu temani Mira ke kantor polisi,” ucap Pak Hendro setelah mengetahui keberadaan Rendy di sini.
“Iya pak, besok saya nemenin Mira pagi-pagi ke kantor polisi ya,” jawab Rendy.
“Oh iya, Mba Mira kenapa pagi pagi kekantor polisi? Apa yang hilang mba?” tanya Rendy kepada Mira. Sedikit berbisik tapi masih dapat di dengar oleh Pak Hendro.
Mira pun memberi isyarat kepada Rendy agar menurut saja, Rendy yang mendapatkan tatapan maut dari Mira langsung menganggukkan kepalanya pertanda paham. Rupanya salah ia bertanya seperti itu, ia pun jadi gerogi mendapatkan tatapan dari Mira.
“Ba–baik pak, besok saya temenin mba Mira kesana,” ujar Rendy dengan sedikit terbata-bata.
“Oke, saya tinggal dulu. Kalian berdua rembukan mau bagaimana berangkatnya, kalau saya sih terserah sama kalian,” ucap Pak Hendro lalu melangkah pergi dari sini.
Tersisa Rendy dan Mira saja, mereka merencanakan keberangkatan besok. Supaya tidak telat, beberapa kali Mira memberikan peringatan kepada Rendy agar dia datang tepat waktu. Tentu saja jika telat Pak Hendro akan marah besar. Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?
Keesokan paginya Mira dan Rendy berangkat ke mabes polri, ternyata disana ada pelantikan pejabat polri. Seperti biasa, Mira dengan lincah menuju tempat pelantikan. Sedangkan Rendy yang tubuhnya gemulai seperti perempuan berjalan seperti putri sambil memanggil Mira. Pemandangan seperti ini memang sering kali terjadi.
“Mba, mba Mira, tungguin! Jalan cepat amat sih mba?!” ucap Rendy yang sedikit kesal dengan Mira.
Sambil berhenti sejenak Mira mengatakan, “Makannya, buruan jalannya! Kita ketinggalan berita kalo gini caranya!”
Sambil menyeret Rendy menuju ruang liputan, Mira dan Rendy pun liputan khusus tempat itu dan akhirnya selesai lalu kembali kekantor. Ketika Mira dan Rendy kembali kekantor pak Hendro sudah berada diruang kerjanya Mira menyambut Mira, Mira setengah kaget saat melihat pak Hendro sudah duduk diruang kerjanya.
“Sudah lama pak diruangan saya?” tanya Mira.
“Tidak 5 menit yang lalu saya sudah disini. Bagus Mira, kau melaksanakan tugas dengan baik,” ucap Pak Hendro sembari menepuk pundak dan tersenyum pada Mira.
Mira pun heran melihat sikap pak Hendro hari itu yang tidak biasa nya, setelah pekerjaan selesai Mira pun kembali pulang kerumahnya. Dirumah dia disambut bapak dan keponakan masih 3 tahun, kakaknya menjadi TKW di Singapura sejak bercerai dengan suaminya 2 tahun yang lalu demi mencukupi kebutuhan anak semata wayangnya.