Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Langit dan Evelyn

Langit dan Evelyn

Aprilliaskm

5.0
Komentar
456
Penayangan
30
Bab

Evelyn, seorang wanita yang bercita-cita hidup bahagia dengan hidup sendiri selamanya dan Langit, adalah seorang laki-laki yang bercita-cita lajang sampai mati daripada harus menikah dan mmebuat sebuah komitmen. Kedua orang dengan luka dan trauma, dipertemukan karena sama-sama sedang berada di ujung tanduk. Kedua orang yang takut dengan kata pernikahan justru diharuskan tinggal dalam satu rumah bersama. Mampukah keduanya bertahan tanpa saling menyimpan perasaan?

Bab 1 Prolog

Suara alat-alat rumah sakit menggema ditelinga anak perempuan itu, dia sedang menangisi ibunya yang telah lama tidak mau membuka mata lagi. Di umur yang masih sangat kecil, gadis itu harus mengenal rasa sakit hati, kesepian, sendirian. Ya, gadis kecil itu menunggu Ibunya setiap hari agar terbangun dari tidur panjangnya.

Suara tangisannya semakin keras, disusul dengan suara mendengung dari layar pendeteksi detak jantung yang menunjukkan gelombang dan kini berubah menjadi garis lurus. Para perawat datang ke ruangan itu, tubuh gadis kecil itu digendong oleh salah satu perawat wanita dan membawanya menjauh dari ibunya yang dia ketahui sudah meniggal dunia.

Disaat anak seusianya bermain-main hingga tak ingat waktu, memainkan banyak permainan bersama teman-temannya seperti main bola bekel, congklak, gobak sodor, engklek, ular tangga, boneka kertas, yoyo, petak umpet, atau main petasan dari tumbuhan. Terpikirkan saja tidak oleh Evelyn Restama, anak 6 tahun itu. Hidupnya bak ratu yang terkurung di istana mewah dengan banyak pengawal yang menjaganya, bergelimang harta dan tak pernah kekurangan namun tidak mengenal kata bahagia.

Hari terburuk dimulai sewaktu Evelyn sedang tertidur lelap di malam hari dan tidak sengaja terbangun karena merasa haus. Saat sampai di dapur, Evelyn mendengar suara benda terjatuh dengan keras, membuatnya tersentak. Niat untuk mengambil minum dia urungkan, rasa penasarannya sangat besar dibandingkan rasa hausnya.

Saat itu juga, diruangan tengah, Evelyn melihatnya. Dia melihat ayahnya menampar, menjambak dan membenturkan kepala ibunya ke tembok. Evelyn berteriak, berusaha menghentikan aksi gila ayah terhadap ibunya.

Ayah Evelyn akhirnya berhenti, keduanya terkejut melihat sosok gadis kecil berdiri di dekat tangga dengan air mata yang sudah berlinang. Ayahnya hendak menghampiri Evelyn namun gadis kecil itu lebih dulu berlari menaiki tangga untuk sampai ke atas menuju kamarnya lagi. Dia menutup pintu dan menguncinya. Suara Ayah Evelyn terdengar ada di balik pintu kamarnya, memanggil namanya dengan lembut. Tapi bujuk rayu apapun tidak akan bisa membuat Evelyn membuka pintunya, bahkan dia lebih baik tertidur dan menahan hausnya hingga besok pagi. Evelyn rela melakukan itu dibandingkan harus membuka pintu dan melihat wajah ayahnya.

Evelyn masih mengingatnya dengan jelas kondisi Ibunya waktu itu, sudut bibir Ibu Evelyn sudah berdarah, matanya bengkak dan merah. Semenjak kejadian itu, Ayah Evelyn telah meninggalkan sebuah luka besar di hati Evelyn kecil. Ayah yang biasanya menjadi cinta pertama anak gadisnya, kali itu dia menjadi patah hati pertama Evelyn Restama.

****

Kehidupan di rumah berubah drastis.

Rumah bagi Evelyn seperti neraka, kalau dulu kepulangan ayahnya selalu membuat Evelyn senang, kini justru anomali. Kepulangan Ayah Evelyn jadi sesuatu yang ditakuti, karena dia akan marah ke Ibu Evelyn atau mencari-cari kesalahan, seperti gosokan baju tidak terlalu rapi, susunan berantakan di lemari, masakan yang terlalu asin, atau Ibunya lupa menggosok sepatu kerja Ayah Evelyn yang akan dipakai di pagi hari. Kekerasan jadi makanan sehari-hari. Ayah Evelyn jadi ringan tangan dan tidak merasa kalau dia melakukan kesalahan.

Kalau seandainya Ibu Evelyn dipukuli, Evelyn hanya bisa berharap, Panji Manusia Millenium, Gerhana, si Toloy, dan berbagai pahlawan yang sering Evelyn tonton di TV bisa datang membantu.

Bahkan Evelyn sempat berpikir untuk ingin menjadi dewasa, agar bisa membantu Ibunya untuk membalas perbuata ayahnya.

****

Hujan sore itu tidak begitu deras, namun rintikannya terasa menyakitkan bagi Evelyn yang baru saja beberapa jam ditinggal pergi oleh orang yang sangat dirinya cintai, sayangi dan miliki.

Kini yang dia rasakan hanyalah kesepian, dia sendirian disini. Semua orang yang mengantar satu per satu telah pergi untuk kembali ke rumahnya masing-masing. Lambat laun orang yang disayanginya akan dilupakan seiring berjalannya waktu. Di depan pusara Ibunya, tangisan Evelyn akhirnya pecah, air matanya luruh begitu saja menetes bersamaan dengan ar hujan yang menemaninya runtuh. Evelyn kecil menangis di makam ibunya sendirian. Ayahnya menunggu diparkiran terlebih dahulu karena Evelyn tidak ingin ikut bersamannya.

Tangan kecilnya bergerak ke arah patok kayu yang bertuliskan nama ibunya. Evelyn memeluknya dengan erat, masih teringat pelukan hangat yang dulu sempat tercipta diantara keduanya, seakan semua tidak mungkin secepat ini menghilang. Dan yang tersisa hanya kenangan yang Ibu Evelyn tinggalkan, tidak ada lagi waktu untuk mereka bersama.

"Kenapa Mama pergi sendirian? Kenapa nggak ajak aku, Ma?" ucapnya begitu lirih dengan tangisan yang luruh.

Hari itu, Evelyn merasa dirinya paling menderita di dunia. Seakan tadir begitu jahat padanya. Dengan segala luka yang dia sudah rasakan di umur yang terlalu dini, memunculkan sebuah pertanyaan yang tertahan dibenaknya:

Kalau memang Evelyn tidak di sayang, untuk apa Alsava lahir di dunia?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku