Ketika Nadia terjepit dalam kekisruhan finansial untuk membiayai pengobatan adiknya yang kritis, dia membuat keputusan impulsif yang mengubah hidupnya selamanya. Di tengah teriknya desakan dan keputusasaan, Nadia menerima tawaran dari keluarga Reza Azhar, konglomerat ternama yang memiliki kekuasaan tak terbantahkan. Istri Reza, Aulia, telah lama mencoba hamil tanpa hasil, sementara di dalam keluarga itu, kehadiran pewaris adalah impian yang harus diwujudkan. Tentu saja, Nadia tidak tahu bahwa tawaran tersebut datang dengan harga yang tinggi. Satria, ibu Reza yang licik, menginginkan warisan keluarga tetap terjaga dan sengaja merancang rencana untuk menggugah Nadia agar mendekati Reza dan memberi keturunan yang diharapkan. Awalnya, Nadia ragu-hati nuraninya menolak, sementara kesadarannya menjerit menolak pengkhianatan ini. Namun, semakin lama dia berada dalam lingkaran itu, semakin sulit baginya untuk menolak, dan hatinya, yang sudah lama terkubur dalam kesedihan, mulai terjerat dalam pusaran emosi yang membingungkan. Dan saat jantung Nadia semakin terjerat, sebuah tragedi memukul-adiknya meninggal dunia di rumah sakit. Rasa bersalah menyelimuti dirinya seperti selimut tebal, membekukan pikiran dan tubuhnya. Dengan takdir yang semakin membelit, Nadia membuat keputusan nekat. Dia melarikan diri dengan membawa rahasia terbesar dalam hidupnya-anak yang ia kandung, darah dari pria yang tak pernah tahu tentang keberadaannya. Namun, di dunia yang penuh intrik dan kekuasaan ini, tak ada rahasia yang bisa tersembunyi selamanya. Ketika Satria mulai mencium bau kebohongan dan Reza akhirnya mengetahui kebenaran, pertanyaan muncul: Akankah Reza mengejar anaknya dan memulai hidup baru, ataukah Nadia, dengan ketakutan yang membara di dada, akan terus berlari, bersembunyi dalam bayang-bayang masa lalunya, mengubur rahasia itu selamanya?
Hujan mengguyur deras, menimpa atap rumah sakit dengan ritme seperti tangisan tak berujung. Setiap tetesnya seolah mewakili setiap tetesan air mata yang mengalir di wajah Nadia, membasahi pipinya yang pucat. Ruangan yang sempit itu hanya diterangi lampu neon yang berkedip, membuat bayangan-bayangan di dinding seakan menari-nari dalam kesedihan. Bau antiseptik yang kuat bercampur dengan aroma obat-obatan, menciptakan suasana yang dingin dan mencekam.
Nadia duduk di kursi plastik yang keras, matanya tak pernah lepas dari wajah adiknya, Adi, yang terbaring di ranjang. Tubuh kecilnya terlihat rapuh, lebih rapuh daripada yang Nadia ingat. Udara di ruangan itu begitu sepi hingga detak jantung Nadia terasa seperti dentuman drum yang bergema di telinganya. Tak ada suara lain, hanya hujan dan tangis sunyi yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang terjebak dalam kegelapan.
"Adi, bangunlah, nak. Kakak di sini," Nadia berkata pelan, suaranya nyaris seperti bisikan. Dia menggapai tangan Adi, menggenggamnya sekuat mungkin. Jari-jarinya yang kecil terasa dingin dan lemas, tak seperti biasanya. Hati Nadia dipenuhi rasa takut yang tak bisa diungkapkan. Rasa takut yang bukan hanya tentang kehilangan, tapi tentang kebingungan-kebingungan akan jalan hidup yang sudah tak bisa dia ubah lagi.
Setiap kali dia memejamkan mata, wajah Reza Azhar muncul di pikirannya, dengan senyum setengah sinis dan tatapan yang selalu tajam, seolah mampu menembus jiwanya. Bagaimana bisa dia, seorang gadis dari keluarga sederhana, terjerat dalam permainan ini? Semua bermula dari tawaran itu-tawaran yang datang seperti petir di siang bolong, tak terduga dan menghancurkan.
"Apakah kau benar-benar ingin membantu adikmu?" suara Satria, ibu Reza, berbisik di telinganya, mengusik ingatan yang menyakitkan. Suara itu seakan menggaung dalam benaknya, mengingatkannya akan harga yang harus dibayar untuk menyelamatkan Adi.
Nadia menatap Adi, menyeka air mata yang mengalir deras. "Kakak akan melakukan apa pun, Adi. Aku janji," katanya dengan suara bergetar. Di luar jendela, kilat menyambar, menerangi malam yang gelap. Gemuruh petir membuat Nadia terkejut, membuatnya seolah terlempar kembali ke kenyataan yang brutal. Adi masih terbaring di sana, tak bergerak, dan Nadia tahu waktu mereka semakin sedikit.
Pintu kamar terbuka dengan suara gemerincing, dan seorang perawat muncul, wajahnya tampak lelah dan tak jauh berbeda dari Nadia-penuh tanda-tanda keputusasaan. "Nona Nadia, waktunya sudah habis. Kami harus memindahkan adikmu ke ruang perawatan intensif."
Nadia merasa seperti bumi berguncang di bawahnya. Kakinya tak bisa bergerak, tubuhnya kaku, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menahan. "Tunggu, jangan pergi dulu," suaranya hampir putus-putus, tetapi perawat itu hanya menggelengkan kepala dengan simpati di matanya.
"Maaf, Nona. Kami sudah diberitahu bahwa perawatan ini harus segera dilakukan," jawabnya pelan, sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan, meninggalkan Nadia dalam kekosongan yang menyesakkan.
Kegelapan yang semakin pekat hanya dipecah oleh suara hujan dan derap langkah kaki Nadia saat dia berjalan menuju jendela. Dia menatap ke luar, melihat hujan yang semakin deras, dan bertanya pada dirinya sendiri, apakah ini semua benar-benar terjadi. Wajah Reza dan kata-kata Satria kembali menghantui pikirannya. Tawarkan aku bantuan, kata Satria dengan senyum yang dingin, dan aku akan membantumu. Tapi ada harga yang harus kau bayar, Nadia. Sebuah harga yang akan mengubah hidupmu selamanya.
Air mata menetes, menempel di wajahnya. Dia ingin berteriak, meronta, membebaskan dirinya dari beban ini. Namun, dia tahu, teriakan itu hanya akan hilang di antara suara hujan yang menutupinya. Hati Nadia semakin sesak, terjebak dalam sebuah pilihan yang menguras segala-galanya-pengorbanan, rasa bersalah, dan rasa takut yang menggerogoti jiwa.
"Semua demi Adi," bisiknya, hampir seperti mantra. Tubuhnya gemetar, dan air mata yang mengalir deras di pipinya seolah menegaskan bahwa dia sudah terjebak dalam jebakan yang tak mungkin dibatalkan. Reza Azhar, pria yang sejak awal telah menciptakan badai ini dalam hidupnya, adalah satu-satunya orang yang bisa mengubah segala sesuatunya. Namun, untuk itu, dia harus menghadapi kenyataan bahwa hati dan jiwanya tak akan pernah sama lagi.
Malam itu, di antara gemuruh petir dan deru hujan, Nadia memutuskan. Dia akan melawan takdirnya. Bahkan jika itu berarti kehilangan dirinya sendiri.
Di ruang sebelah, Adi terbaring dengan monitor jantung yang mengeluarkan bunyi yang monoton. Seperti detak jantung Nadia yang sudah hampir tak terdengar. Semuanya semakin gelap, dan Nadia tahu, di luar sana, di dunia yang penuh dengan intrik dan kekuasaan, permainan yang sebenarnya baru saja dimulai.
Bab 1 Tubuh kecilnya terlihat rapuh
13/12/2024
Bab 2 Pikirannya dipenuhi suara jantungnya yang berdegup
13/12/2024
Bab 3 Ruangan itu terasa semakin sempit
13/12/2024
Bab 4 Janji yang Terpatri
13/12/2024
Bab 5 ada perasaan yang semakin tak tertahankan
13/12/2024
Bab 6 kabut masih menyelimuti jalan-jalan kota
13/12/2024
Bab 7 Jantung yang Berdegup dalam Gelap
13/12/2024
Bab 8 mencerminkan kekacauan dalam diri Nadia
13/12/2024
Bab 9 Semakin dekat mereka dengan tujuan
13/12/2024
Bab 10 Udara malam itu terasa mencekik
13/12/2024
Bab 11 kacaunya tak dapat diungkapkan dengan kata-kata
13/12/2024
Bab 12 Hati Nadia terasa seperti terperangkap dalam siksaan
13/12/2024
Bab 13 Nadia merasakan beban yang tak terlukiskan di pundaknya
13/12/2024
Bab 14 menyadari bahwa langit di atas mereka akan segera mendung
13/12/2024
Bab 15 sementara Reza berada di sisi Nadia
13/12/2024
Bab 16 menunggu momen di mana mereka akan mundur
13/12/2024
Bab 17 Jangan berharap bisa keluar hidup-hidup
13/12/2024
Bab 18 Nadia memegang map itu erat-erat
13/12/2024
Bab 19 Angin malam yang dingin menggigit kulit Nadia
13/12/2024
Bab 20 matanya tetap waspada terhadap setiap suara
13/12/2024
Bab 21 Nadia merasakan beban di perutnya semakin berat
13/12/2024
Bab 22 tetapi sinarnya tak mampu memecahkan ketegangan
13/12/2024
Bab 23 Kebisingan di luar rumah semakin memekakkan telinga
13/12/2024
Bab 24 Di Ujung Pengorbanan
13/12/2024
Bab 25 matanya penuh amarah
13/12/2024
Bab 26 Malam itu terasa seperti penghabisan
13/12/2024
Bab 27 kekacauan memuncak
13/12/2024
Bab 28 Kemenangan ini adalah awal dari perjalanan yang lebih panjang
13/12/2024
Bab 29 Bagaimana keadaan mereka
13/12/2024
Bab 30 Semua orang sedang berkumpul di alun-alun
13/12/2024
Buku lain oleh Iis Jumiati
Selebihnya