Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Cinta di Jalur Cepat
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Jangan Main-Main Dengan Dia
Aku Jauh di Luar Jangkauanmu
Gairah Liar Pembantu Lugu
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Suamiku Ternyata Adalah Bosku
Seraphina menghela napas berat, matanya menatap kosong ke arah papan ketik di depan komputer laptopnya. Jari-jarinya melayang di atas keyboard, namun pikirannya jauh melayang, terperangkap dalam kekacauan yang kini menguasai hidupnya. Kuliah yang semakin menumpuk, biaya hidup yang tak kunjung terbayar, dan utang yang terus menghantui, membuatnya merasa seperti berada di ujung jurang. Dengan gelisah, ia meraih telepon genggamnya, membuka pesan yang baru saja masuk.
"Tolong datang malam ini. Jangan pertanyakan apapun. Ini satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalahmu."
Pesan singkat itu datang dari teman lamanya, Clara. Tanpa banyak berpikir lagi, Seraphina menekan tombol untuk membalas, jari-jarinya gemetar. Clara, seorang teman yang lebih sering berada dalam dunia yang lebih gelap daripada Seraphina sendiri, selalu punya cara untuk membuat semuanya terasa "mungkin." Namun, untuk kali ini, Seraphina tahu bahwa ini adalah jalan yang berbeda, jalan yang bisa mengubah hidupnya selamanya.
Setelah beberapa detik, ia memutuskan untuk mengabaikan rasa takut yang merayap, dan mengirimkan pesan balasan.
"Apa yang harus aku lakukan?"
Tidak lama kemudian, Clara membalas.
"Kamu akan tahu malam ini. Semua akan selesai, Seraphina. Percaya padaku."
Malam itu, Seraphina berjalan dengan langkah ragu menuju lokasi yang disebutkan Clara. Hatinya berdebar, cemas. Selama ini, ia hanya tahu kehidupan Clara yang penuh dengan pesta dan orang-orang kaya yang tak pernah ia pikirkan bisa berhubungan dengannya. Tapi sekarang, ia tahu dirinya sudah tidak punya pilihan lain.
Saat memasuki gedung megah yang terletak di pusat kota, suasana yang dingin dan terkesan terlalu mewah membuat Seraphina semakin cemas. Tak ada suara selain suara sepatu hak tingginya yang menapaki lantai marmer. Pintu besar di depannya terbuka secara otomatis begitu ia mendekat. Seketika, bau parfum mewah dan asap tembakau memenuhi indera penciumannya. Suasana di dalam ruangan itu terasa asing, bagaikan dunia yang sama sekali berbeda dari apa yang ia kenal.
Clara sedang menunggunya di sudut ruangan, duduk dengan anggun di kursi kulit berwarna gelap. Wajahnya yang selalu penuh senyum kini terlihat lebih serius, bahkan dingin.
"Seraphina, ini dia," ujar Clara, suaranya tak sebesar biasanya. "Kael Westbrook."