Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Tok Tok Tok
Suara ketukan pintu yang cukup keras, telah menyita perhatian Esmeralda yang sedang memasak di dapur, untuk makan malam suaminya.
Wanita yang memiliki rambut panjang dan sedikit ikal itu bergegas mematikan kompor. Ia setengah berlari menuju ke pintu depan sambil menguncir rambutnya.
Saat Esmeralda membuka pintu, ia sedikit terkejut saat melihat wanita bertubuh gemuk yang sudah sangat familiar baginya.
"Bu Hilda? Hehe, ada apa ya Bu bertamu malam-malam?" tanya wanita itu hendak memastikan. Ia tampak tersenyum kaku.
"Esme, kamu nggak lupa kan? Hari ini sudah jatuh tempo untuk bayar kontrakan," sahutnya dengan nada yang tegas.
"Maaf ya, Bu! Suami saya belum pulang. Nanti kalau sudah pulang, uangnya saya antar ke rumah ya, Bu?" ucap Esmeralda berusaha untuk negosiasi pada si empu pemilik kontrakan, tempat tinggalnya selama beberapa tahun ini.
Wanita itu tidak langsung menyahuti. Ia tampak berpikir dengan serius.
"Masa ibu nggak percaya sama saya? Saya sudah lama lho tinggal di kontrakan ibu, dan nggak pernah nunggak bayar," ucapnya lagi mencoba meyakinkan wanita yang masih berdiri di hadapannya.
"Baiklah, saya tunggu kamu ke rumah," sahut wanita itu sebelum ia beranjak dari hadapan Esmeralda yang terlihat menghela nafas lega.
Ia memperhatikan sebentar langkah Bu Hilda yang semakin menjauh dari pandangannya. Ia pun kembali menutup pintu dengan raut wajah yang tampak lesu.
Esmeralda telah kehilangan semangatnya untuk menyiapkan makan malam. Ia duduk di sofa berwarna cream yang berada di ruang tamu dengan pikiran yang gelisah.
Sesekali ia menatap jam yang tergantung di dinding. Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam kurang lima belas menit.
"Mas Franky ke mana sih? Tumben banget jam segini belum pulang." Esmeralda mendengus merasa kesal.
Baru saja ia hendak beranjak dari sofa, terdengar suara ketukan pintu yang nyaring.
Esmeralda cepat-cepat membuka pintu rumahnya. Dan benar saja dugaannya. Suaminya telah berdiri di depan pintu dengan raut wajah yang tampak kusut.
"Mas Franky? Kok baru pulang? Gajinya masih belum turun ya, mas? Bu Hilda barusan datang menagih uang kontrakan," ucap Esme dengan panjang dan lebar.
Lelaki bertubuh gemuk itu seolah seperti tidak menggubris keluhan istrinya. Ia berjalan masuk melewati Esme yang tampak terbengong.
Lelaki itu duduk di sofa dengan wajah yang terlihat frustasi. Kepalanya ia sandarkan pada sofa sambil menutup wajahnya dengan telapak tangan.
Esme duduk di sebelah lelaki itu, menatapnya dengan penuh kekhawatiran. Ia bisa melihat bahwa situasinya tidak baik-baik saja.
"Ada apa, mas? apa ada masalah di kantor?" tanya wanita itu dengan penasaran. Pandangan matanya masih belum beralih dari wajah suaminya.
"Aku kena PHK, dek." Ucapan singkat itu telah membuat raut wajah Esme berubah. Kedua matanya tampak membelalak dengan lebar.
"Kok bisa, mas?"
"Perusahaan mengalami kebangkrutan dan mem-PHK karyawannya besar-besaran," sahutnya dengan lirih.
"Jadi, bagaimana dengan nasib kita, mas?"
Lelaki itu tidak langsung menjawab. Ia tampak menarik nafas panjang, dan menghembuskan secara perlahan.
Franky menatap wajah wanita yang masih duduk di sampingnya. Wanita yang telah ia nikahi selama lima tahun lebih.
"Kita pulang ke kampung mas, ya?" tanya lelaki itu meminta persetujuan dari istrinya yang terlihat mematung selama beberapa saat.
"Kenapa mas tidak mencoba mencari pekerjaan lain? Aku juga akan mencari pekerjaan untuk membantu perekonomian keluarga kita, mas. Atau aku bisa meminta temanku untuk kembali memasukkan aku ke perusahaan lama tempat aku kerja dulu," ucap Esme dengan antusias.
Franky menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Kamu lupa ya? Alasan mas dulu meminta kamu berhenti bekerja?" Lelaki itu menatap wajah Esme dengan tatapan mata yang dalam.
Esme mendadak bungkam. Ia menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Mas nggak mau kamu kecapean. Kita sudah sepakat kan? Kamu juga mau memiliki momongan kan?"